BAB 6

39.9K 3.2K 32
                                    


Felix kembali ke ruang kerjanya, disana masih ada asistennya yang sedari tadi sibuk merapikan dokumen.

"Ambil ini, aku tidak membutuhkannya" Felix meletakkan patung kuda yang Priscilla berikan didepan meja Lorenzo

Lorenzo mengambilnya dengan dahi berkerut "Kenapa anda kembali secepat ini? Apa anda meninggalkan tunangan anda lagi?" tanyanya

"Aku tidak meninggalkannya, menemuinya sebenatar saja sudah cukup kan?" Felix kembali duduk untuk kembali bekerja

"Astaga, anda benar-benar tidak pernah berubah. Bagaimana kalau lady Priscilla meminta ayahnya untuk membatalkan pertunangannya dengan anda?" pria membenarkan kacamatanya, ia kesal lantaran tuannya itu lagi-lagi bersikap menyebalkan dengan tunangannya sendiri

"Tidak masalah. Aku bisa mencari wanita lain untuk diajak bertunangan, lagi pula bukan hanya dia yang mengincar posisi duchess" ucapnya tanpa melihat kearah lawan bicaranya

Lorenzo menghela nafas pendek "Walaupun begitu saat ini dia tetap tunangan anda, seharusnya anda sedikit lebih perhatian dengannya!" ujarnya memberi nasihat, walaupun ia sudah tau kalau Felix tidak pernah mendengarkan nasihat itu

Felix tau kalau Priscilla tidak benar-benar mencintainya, ia bertunangan dengannya hanya untuk mengincar posisi duchess. Gadis itu sendiri yang meminta ayahnya untuk merencanakan pertunangannya dengan Felix, wanita itu tidak akan menyerah walau Felix sudah berkali-kali mengabaikannya karena ambisinya jauh lebih besar.

Walau Felix tidak menyukai Priscilla, ia tetap mau menerima pertunangan ini karena ia hanya ingin memanfaatkannya saja. Setelah menjadi duke, banyak surat lamaran yang datang kepadanya, selain itu para tetua terus memaksanya menikah, untuk membungkam mulut mereka yang mengganggu, ia menjadikan Priscilla sebagai tunangannya. Tentu hanya sebatas tunangan, tidak ada niat sedikitpun Felix menikahinya.

"Apa anda masih memikirkan wanita itu?" pertanyaan Lorenzo sukses membuat Felix menghentikan goresan tinta pada kertasnya

"Entahah" jawabnya acuh, pria itu kembali menggoreskan tintanya pada dokumen

"Sebaiknya anda melupakannya dan tidak terjebak dengan masa lalu, bukankah anda sendiri yang memutuskan pertunangan dengan nya" ujar Lorenzo berusaha membujuknya

"Bukankah sudah ku bilang, jangan membahas itu lagi!" peringatnya dingin

"Baik-baik, maafkan saya. Kalau begitu saya pergi dulu mengirim dokumen-dokumen ini" Lorenzo mengambil beberapa dokumen kemudian pergi meninggalkan Felix yang terlihat tidak bersemangat

Tak lama setelah Lorenzo pergi, Felix menarik laci meja kerjanya yang berada tepat disampingnya, ia mengambil sebuat potret berukuran kecil bergambar seorang wanita

"Dimana lagi aku harus mencarimu, Evelyn?" gumamnya seraya menatap wajah pada potret itu dengan sorot mata penuh kerinduan.

***

Flashback

Pov Felix

Hari ini ayah dan ibu menyuruhku pergi ke Lindbergh lagi untuk menemui tunanganku, Evelyn. Apa mereka tak cukup puas memaksaku bertunangan dengan gadis itu hingga aku harus menemuinya setiap bulan. Padahal jarak ibu kota dan tempatnya tinggal terpaut cukup jauh.

Evelyn gadis yang ramah dan hangat pada siapapun. Setiap aku bertemu dengannya, aku selalu bersikap acuh dan dingin agar dia membenciku. Tapi entah kenapa sikap gadis itu tak pernah berubah, dia selalu memperlakukanku dengan baik.

Aku bertanya-tanya, apa itu karena dia menginginkan posisi duchess dimasa depan sehingga ia bertahan dengan sikap burukku padanya. Namun semakin mengenalnya, aku jadi tau kalau dia bukan orang yang haus dengan kedudukan.

"Kau jangan salah paham, selama ini aku menemuimu karena perintah kedua orang tuaku" ujarku, saat ini kami sedang berada di kereta kuda menuju tempat diadakannya festival

"Aku tau" ucap Evelyn, gadis itu bahkan tak peduli aku secara terang-terangan mencampakkannya

Saat ada pertunjukan musik jalanan, Evelyn mengajakku untuk melihatnya. Disana para pemusik memainkan alat musiknya dengan sangat indah, salah satu yang ku sukai adalah permainan biola yang dimainkan seorang pemuda.

"Apa kau pernah memainkan alat musik?" tanya nya kemudian setelah pertunjukan itu selesai

"Aku hanya pernah memainkan biola tapi itu sudah sangat lama" jawabku tanpa menatapnya

Mata gadis itu berbinar "benarkah? aku juga sangat menyukainya. Tapi sanyangnya, aku tidak pernah pandai memainkan alat musik itu, padahal ayah sudah memberiku guru musik sebelumnya. Oh iya, di kediamanku ada biola, apa kau mau memainkannya untukku?" tanyanya penuh harap

"Tidak mau" ucapku acuh

Walaupun aku menolaknya, pada akhirnya aku mengambil biola itu dari tangannya. Aku ragu apakah aku masih lihai memainkan alat musik ini karena sudah sangat lama aku tidak mencobanya.

Aku mulai memainkan biola itu dengan lagu yang dulu paling sering aku mainkan. Gadis itu bertepuk tangan sembari mengulum senyum setelah aku mengakhiri permainanku.

"Permainanmu benar-benar mengagumkan, kau hebat" pujinya

Jantungku berdetak lebih cepat saat ia memujiku. Apa ini karena untuk pertama kalinya ada orang yang mengakui kemampuan bermain musik ku? Entahlah, mungkin saja karena itu.

Sejak hari itu, setiap kali aku datang ke county dia selalu menyuruhku memainkan biola lagi. Jika sebelumnya aku selalu merasa berat pergi menemuinya, sekarang tidak lagi. Aku bahkan selalu menunggu saat-saat itu tiba.

Selama aku bersama dengan gadis itu, aku selalu merasa nyaman. Entah sudah berapa kali jantungku berdetak tak karuan saat aku melihat senyuman di bibirnya.

Aku selalu bilang pada diriku sendiri kalau aku tidak boleh goyah, aku tidak boleh menyukainya karena suatu saat nanti kita akan berpisah. Namun aku selalu gagal, aku sudah terlanjur mencintainya.

Setelah aku memutuskan pertunanganku dengannya, aku mendengar kabar kalau dia tidak lagi tinggal dikediamnya yang dulu. Aku terus mencarinya dan menyusuri setiap tempat di county dan daerah yang ada di sekitarnya namun nihil, dia tak ada dimanapun. Sejak saat itu aku mulai menyalahkan diriku karena telah meninggalkannya. 

Ex-Fiance's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang