Bab 36 - The Truth

710 86 5
                                    

Tujuh bulan yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tujuh bulan yang lalu ....

"Hartawan," panggil Ambarwati dengan suara lirih. Ia berusaha untuk bangkit dari bed pesakitan tetapi tenaganya masih lemah.

"Bu, jangan banyak gerak dulu." Melihat sang ibu yang kepayahan, Hartawan lantas menghampirinya kemudian menopang tubuh renta itu. Sudah satu bulan ini Ambarwati keluar masuk rumah sakit karena penyakit menua yang sudah mempengaruhi berbagai organ dalam tubuh. "Ibu butuh nopo? Sanjang mawon mangkeh kulo pendetke." (Ibu butuh apa? Bilang saja nanti saya ambilkan)

"Itu tas ibu." Tangan Ambarwati yang kisut menunjuk tas yang tergeletak di atas sofa. Sebelum kunjungan dokter tadi pagi, Ambarwati sudah meminta sang cucu untuk mengambil tas tersebut.

"Sebentar." Hartawan kembali menidurkan sang ibu sebelum mengambil tas jinjing di dalamnya. "Ini?"

"Dompet, tulung jupukno dompet ng njero, Le," pinta Ambarwati dengan suara bergetar. Setelah itu ia menghirup oksigen yang tersambung dari selang kanul. (Tolong ambilkan dompet di dalamnya, Nak)

Hartawan lantas memeriksa isi tas tersebut dan mencari sebuah dompet yang dimaksud. Kemudian ia menunjukkan dompet berukuran sedang warna biru dongker kepada sang ibu. "Niki Bu?" (Ini Bu?)

Ambarwati mengulurkan tangan yang dililit selang infus untuk menerima dompet tersebut. "Duduk," pintanya.

"Enten nopo, Bu?" Hartawan menurut dengan duduk di kursi tanpa sandaran samping ranjang. (Ada apa Bu?)

Kedua mata cekung Ambarwati lantas basah ketika ingin menyampaikan rahasia yang selama ini disimpan selama hampir 27 tahun itu. Tangannya yang sudah keriput lantas membelai wajah Hartawan sambil menghaturkan permohonan maaf.

"Ibu njaluk ngapuro ya, Le." Bibir Ambarwati yang setengah kering bergetar saat mengucapkan kalimat tersebut. "Maafin Ibu."

"Bu, enten nopo?" Melihat derai air mata yang semakin membasahi pipi sang ibu, Hartawan lalu menarik selembar tisu untuk menyusutnya. (Ada apa)

"Maaf ya, Le udah ngerepotin kamu. Ibu sakit-sakitan," ucap Ambarwati sambil memeluk dompetnya dengan erat.

"Bu, ampun sanjang mekaten. Hartawan anak ibu, sudah seharusnya merawat kalau ibu sakit," ujar Hartawan dengan nada lirih seraya menyeka jejak air mata Ambarwati yang masih menggenang. (Jangan bicara seperti itu) "Dulu juga pas aku sakit, Ibu yang merawat."

Ambarwati berdeham lalu menelan saliva. Ia sudah menyiapkan diri untuk mengungkapkan rahasia masa lalu itu kepada Hartawan. Entah bagaimana reaksi sang putra dan kebencian seperti apa yang akan diberikan, Ambarwati sudah menyiapkan diri. Selama 27 tahun ini, ia selalu dihantui rasa bersalah setiap mengingat kejadian kelam itu. Ambarwati merasa dulu sudah melakukan yang terbaik demi menyelamatkan keutuhan keluarga sang putra.

Dengan tangan yang bergetar karena faktor usia, Ambarwati membuka resleting dompet dan membuka foto lawas yang sebagian warnanya sudah memudar. Mata sembab Ambarwati mengamati foto tersebut sebentar kemudian memberikannya kepada Hartawan.

My Boss' Secret Baby (SUDAH TAMAT DI KARYAKARSA DAN BESTORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang