KEADAAN menjadi kacau. Mulut yang mengeluarkan busa, tubuh kejang-kejang dengan teriakan melengking. Mereka berlarian seperti mayat hidup yang tidak terkendali. Pada pesta yang meriah, lantunan musik masih berjalan, sorakan gembira berakhir dengan teriakan dan rengekan menderita.
Pemilik rumah yang pergi ke dapur diikuti Maria. Berjalan diam-diam dari belakang, ingin melihat apa yang akan dilakukan pemilik rumah. Langkah kakinya tidak mengeluarkan suara hingga tidak akan ada yang menyadari jika Maria mengikutinya. Pemilik rumah masih ke dapur, Maria menunggu di depan tanpa ingin masuk ke dalam.
Pada teriakan menderita, suara itu juga terdengar dari dalam dapur. Maria tersenyum lebar, menyadari jika kekacauan menyebar ke mana-mana. Namun, ia yakin pemilik rumah juga mengonsumsi hidangan itu. Hanya perlu menunggu beberapa menit sebelum racun bekerja.
Ia berdiri menunggu kepastian seperti orang bodoh. Langkah kaki seseorang terdengar dari kejauhan—itu Melanie. Melanie berlaria tergesa-gesa menghampiri Maria dengan tangannya yang lengket seperti terdapat air liur dari orang yang keracunan.
"Cantik! Tolong aku! Pria tadi yang bersamaku keracunan, situasi kacau sekali. Ia muntah di hadapanku. Bagaimana ini?! Haruskah kita pergi?!" Melanie berbicara dengan suara yang bergetar, menatap Maria dengan tatapan ketakutan. Maria terkekeh kecil, ternyata sedari awal dia belum memperkenalkan dirinya.
"Sepertinya kau pergi duluan saja, Melanie. Apakah tadi kau mengonsumsi hidangan yang dihindangkan? tanya Maria. Melanie mengangguk, tubuhnya mulai lemas. "Waktumu akan habis."
Melanie membulatkan bola matanya, ia merasakan tubuhnya menjadi aneh seperti yang ia lihat pada orang-orang. Mulutnya berbusa, tubuhnya kejang-kejang dan kepalanya pusing. Tubuhnya terbaring ke lantai, menahan rasa sakit dengan tidak mengeluarkan suara.
Maria berjongkok, mengusap surai Melanie. "Aku lupa memperkenalkan diriku." Maria menjambak surai Melanie agar wajahnya berhadapan. "Perkenalkan, aku Dewi Kematian. Anggota pembunuh bayaran bernama Celestial. Namaku adalah Tanpa Nama, Gadis Cokelat, Dewi Kematian, Marielle, Maria."
Bibirnya berada tepat di samping telinga Melanie. "Aku adalah Gadis Tanpa Nama." Detik itu juga tubuh Melanie menjadi dingin dan lemas, kelopak matanya tertutup. Ia mati. Maria membiarkan tubuh Melanie dan pergi masuk ke dapur.
Ia mendapati pemilik rumah tergeletak dengan mulut yang berbusa bersama sang koki yang ditusuk bersimbah darah. Maria berjongkok di depan mayat sang koki, jarinya menyentuh lantai yang bergelinang darah. Jarinya dengan lihai menulis sebuah kalimat dengan darah koki tersebut.
'CELESTIAL, BANGUNAN TENGAH HUTAN, ARAH TIMUR. LOUIS JAMESON, LIAM JAMESON, MAXENCE RILEY, DEWI KEMATIAN. PELAKU.'
Ia tersenyum tipis melihat mahakaryanya. Samar-samar suara langkah kaki dari banyak orang terdengar semakin jelas. Maria keluar dari dapur dan mencari jendela. Memecahkan jendela menggunakan lentera yang ia ambil dari sisi dinding, lalu melompat keluar. Ia berdiri dia atas atap dengan ketinggian yang tidak main-main. Jika jatuh, tulang tubuhnya akan menjadi debu.
Maria turun perlahan-lahan, berdiri dari atap ke atap lainnya yang jauh lebih rendah. Meloncat ke pohon dan menahan tubuhnya yang kini berada di batang pohon. Ia melompat ke tanah, berlarian dengan kaki pincang.
Matahari sepertinya akan mulai terbit dari ufuk timur beberapa jam lagi. Maria berlarian di atas trotoar untuk mencari seseorang. Melewati rumah-rumah dan toko-toko yang masih tutup, berlari ke jembatan dekat menara Mythera—tempat ia bertemu dengan orang yang ia cari.
Netranya melihat ke sekeliling saat ia sudah dekat dari menara Mythera. Sesaat netranya ingin menatap sebuah toko yang masih tutup, ia berharap jika orang yang ia cari berada di sana seperti sebelumnya. Tempat duduk sederhana di depan toko yang masih tutup, pria tua dengan penampilan dominan putih. Jurnalis Putih sedang duduk seraya mencatat sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐂𝐡𝐫𝐨𝐧𝐢𝐜𝐥𝐞 𝐨𝐟 𝐍𝐚𝐦𝐞𝐥𝐞𝐬𝐬 𝐆𝐢𝐫𝐥 (END)
Historical Fiction{Prequel The Chronicles About Us} Terbaring lemah, tak menjadi milik siapa pun. Kota bagaikan neraka bersama manusia dengan kasta tinggi bagaikan pendosa besar. Kemiskinan dan ketidakadilan sosial membuatnya menjadi korban dari semua nasib buruk yan...