37. Ibu

21.8K 2.1K 46
                                    

Happy Reading

Eksha menunggu kelanjutan cerita dari Eyang sambil mendekat kearah Eyang yang terus menerus menyeka air matanya. Eksha ikut merasa kepedihan meski dia hanya menjadi pendengar. Tangannya dengan lembut mengusap-usap bahu ringkih Eyang.

"Eyang dan yang lainnya gak berani untuk membangunkan Arkie. Karena dia lelap banget. Selama hampir setahun Mirna sakit, yang ngerawat itu Arkie. Tapi Arkie gak pernah nunjukin kesedihannya. Pagi sebelum dia berangkat sekolah, dia selalu bilang gini sama Eyang. 'Eyang, nanti Ibu dijemur yaa, terus kalo udah jam 8 Ibu dikasih masuk. Ajak ngobrol Ibu terus ya Eyang biar Ibu gak mikirin sakitnya'...."

Tanpa sadar juga air mata Eksha perlahan turun ke pipi tirusnya. Itu Arkie sewaktu SMP, yang kebanyakan anak seusianya tidak peduli dengan rumah dan menghabiskan waktu untuk bermain bersama teman-teman. Namun Arkie memilih untuk merawat ibunya yang sakit.

"Paginya pas Arkie bangun, dia heran kenapa rumahnya rame. Jenazah Mirna masih ada diruang tamu... Arkie-"

Suara Eyang tercekat seakan-akan tidak sanggup menerus cerita menyedihkan ini. Eksha pun begitu, sudah banjir dengan air mata yang tiada henti mengalir.

"Arkie kaget... Dia langsung memeluk jenazah Mirna. Dia marah, menangis, dan meraung-raung, sambil berharap apa yang dia peluk saat itu kembali membuka mata. Eyang liat gimana Arkie waktu itu menjadi anak yang baru beranjak dewasa kehilangan sosok yang sangat-sangat Arkie cintai. Dia juga bilang gini 'Ibu kan udah janji dateng ke wisuda Arkie. Tapi kenapa ibu malah ninggalin Arkie kayak gini' dia terus mengulang kalimat itu."

Eyang menghela napas untuk menetralkan isak tangisannya. Eksha pun ikut menyeka air matanya yang tidak mau berhenti itu. Mungkin ini kali pertama baginya menangis seperti ini.

"Tapi Eyang bangga banget sama Arkie. Tepat setelah pemakaman Mirna, padahal gurunya udah mengizinkan Arkie supaya gak ikut ujian. Tapi dia bilang gini sama Eyang. 'Ibu udah ngajarin Arkie banyak pelajaran yang Arkie gak bisa, Eyang tau sendiri kan waktu Ibu sakit, Ibu masih sempat  ngajarin Arkie belajar buat ujian ini. Arkie gak mau menyia-nyiakan apa yang udah Arkie pelajarin sama Ibu. Arkie mau ikut ujian, Arkie gapapa Eyang.'..."

Mendengar kalimat itu, Eksha semakin mengucurkan air mata dan beberapa sesenggukan kecil. Dia tidak tau bagaimana rasa tegarnya menjadi Arkie waktu itu.

Eyang mengelus surai pirang Eksha. Eksha tidak tau lagi bagaimana untuk meresponnya, hatinya meringis mendengar semuanya. Sekuat itu Arkie kecil waktu itu.

"Dan setelah Mirna meninggal, Eyang dan Arkie memutuskan untuk pindah kesini. Supaya Wibowo gak ngusik kehidupan Arkie. Eyang juga terlanjur benci sama dia, selang beberapa minggu istrinya meninggal. Wibowo malah datang dengan keadaan mabuk dan nanya kemana istrinya. Saat itu juga, Eyang sama Arkie pergi dari Pekalongan ke sini. Makanya Arkie sekarang tinggal jauh dari Eyang, supaya Wibowo gak datang ke Arkie. Meski itu anaknya, Eyang gak rela sampe Wibowo dateng dan berhadapan dengan Arkie."

Eksha mendengarnya, pantas saja ketika waktu itu beberapa kali dia mendengar Bu Mega menyebutkan ayah Arkie. Respon dari kekasihnya itu hanya diam. Ternyata memang benar, Arkie tidak ingin membahas perihal ayahnya.

Eyang tersenyum kecil sambil terus mengusap-usap surai Eksha dengan penuh kasih. Hal tersebut mengingatkannya dengan Utinya. Meski Utinya cerewet, bawel, Eksha masih terus menyanyanginya.

"EYANGGG, MAWAR BELI BUKU GAMBAR!"

"MELATI JUGA EYANG"

Datang dua anak perempuan lucu itu dengan berlarian menuju Eyang. Disusul dengan Arkie dibelakang sambil membawa satu karung kelapa muda. Ketika melihat Arkie, buru-buru Eksha mengusap matanya.

Meski hal itu sia-sia, bekas air matanya masih nampak jelas ditambah mata Eksha yang memerah.

"Sini biar Eyang aja yang kupasin." Eyang berdiri. Namun Arkie melirik sang kekasih yang nampak beda. Akhir dia membawa karung itu ke dapur disusul dengan Eyang.

Semenit kemudian dia kembali dan langsung menghampiri Eksha. Mata serta hidung Eksha memerah. Arkie duduk disebelah Eksha dengan tatapan khawatir.

"Ada apa Sha? Lu nangis?"

Ditangkupnya pipi Eksha untuk memperjelas kondisi wajah Eksha. Awalnya Eksha memberontak dan memilih untuk menunduk. Arkie menghela napas kemudian melihat keponakannya yang asik bermain diteras.

"Lu kenapa? Gue ada salah?"

"...."

"Salah apa gue? Coba bilang jangan bikin khawatir gini" Arkie mengikis jarak antara keduanya. Dan menahan tangan Eksha yang terus-terusan menutupi wajahnya. Dia ingin melihat wajah Eksha sekarang. Apa hal yang membuat Eksha sampai menangis seperti ini.

"Eksha... kenapa?" suara pelan nan lembut menyapu pendengar Eksha.

Tanpa babibu Eksha langsung memeluk tubuh Arkie dengan erat, kemudian kembali menumpahkan tangisannya dipundak Arkie yang masih terbalut jersey. Arkie cukup kaget namun tangan besarnya dengan sigap mengelus-ngelus punggung kekasihnya.

"Sssstt, gapapa, udah gapapa. Berhenti nangisnya.. Gak malu sama Mawar Melati kalo liat lu nangis kayak gini hm?" goda Arkie dengan kekehan pelan. Seperti Arkie tau apa yang membuat Eksha menangis, mengingat Eyangnya juga terlihat sembab tadi. Namun Arkie sangat bersyukur, Eksha masih disini bersamanya, karena yang didalam hidupnya sekarang, hanya Eyang serta ponakan dan tentunya Eksha yang sudah mengisi kekosongan hatinya.

"Bodoamat" gumam Eksha dengan masih sesegukan kecil.

"Gue punya hadiah buat lu nih, mau ngga?" Arkie masih tetap mengelus punggung Eksha dengan lembut.

"Apa?" layaknya anak kecil yang gampang dibujuk sengan mainan, Eksha melepaskan pelukan. Arkie tersenyum kecil melihat wajah Eksha yang biasanya galak itu, namun sekarang sembab. Tangannya terangkat untuk menyeka bekas air mata Eksha.

"Siniin tangannya."

tbc... voment + follow

✎ nv -27/01/24

Enchanted ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang