"Dikala matahari meredupkan sinarnya, bulan datang memberikan sinarnya."
###
Bel pulang sekolah berbunyi, dengan cepat Stevan mengambil motornya yang terparkir rapi di parkiran sekolah. Jalanan kota yang cukup sibuk dengan klakson yang berbunyi sana sini membuatnya merasa sangat jenuh. Hingga laki-laki tersebut melihat seorang nenek tua yang hendak menyeberang jalan. Stevan lantas memarkirkan motornya, menghampiri nenek tersebut dan membantunya menyeberangi jalanan yang ramai oleh kendaraan bermotor.
"Terimakasih sudah membantu nenek, Cu."
"Sama-sama nek."
"Ini buat kamu, pasti kamu akan membutuhkannya." Ucapnya sambil memberikan sebuah permen.
"Permen? Terima— nek?"
"Nenek dimana?" Stevan celingak celinguk mencari keberadaan nenek tersebut, namun dirinya tidak juga menemukannya.
"Buset cepet bener ilangnya?" Tanpa mempedulikannya, Stevan memasukkan permen tersebut ke dalam saku celananya dan melanjutkan perjalanannya menuju ke rumah.
Sesampainya di rumah, seperti biasa, Stevan memarkirkan motor kesayangannya di halaman rumah.
"Bunda, Stevan pulang."
"Kamu ini kemana aja sih?! Bunda udah suruh pulang lebih awal kan? Kenapa Maghrib baru pulang?! Bunda jadi telat kan ke arisannya!"
"Tunggu, bunda aja ga ada ngabarin Stevan."
"Kamu udah jawab pesan bunda ya! Katanya bakal cepetan pulang sekarang jam berapa nih?" Stevan mengerutkan dahinya, kemudian mencoba membuka chat terakhir dari ibunya.
"Bun, ini tanggal berapa?"
"20 Maret kamu kenapa sih kok aneh?"
"20 Maret? Bukan 6 November?"
"Mandi sana kamu aneh!" Bunda Mira kembali masuk ke dalam rumahnya, melupakan jadwal arisan yang seharusnya di datanginya.
"20 Maret berarti 8 bulan sebelum kematian Natasya. Apa mungkin gue bisa cegah tragedi itu?"
###
"Stevan, anterin bunda ke rumah tante Devi ya?" Stevan menatap bundanya yang tersenyum lembut padanya. Ingatannya terputar saat bundanya memintanya untuk mengantarkan ke rumah Tante Devi, namun Stevan menolaknya begitu saja. Waktu itu, karena bundanya tidak dapat menghadiri arisan, dia merasa tidak enak, dan sebagai gantinya datang ke rumah Tante Devi selaku tuan rumah.
"Stevan siap siap dulu." Senyuman lebar terukir di wajah sang ibunda, segera laki-laki tampan tersebut mengambil jaket dan helm miliknya.
"Masih jauh ga sih, Bun?" Tanya Stevan yang sedari tadi melaju tanpa tau arah.
"Tinggal lurus aja, rumahnya nanti sebelah kanan warna putih." Stevan menganggukkan kepalanya, dan sedikit mempercepat laju motornya.
"Sini ikut masuk." Stevan mengalah, dia melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah besar tersebut.
"Selamat malam jeng, aduh kenapa ini malam malam kesini jadi ga enak." Ucap wanita glamor dihadapannya.
"Gapapa kali jeng, lagian anak saya mau aja kok nganterin."
"Mau minum apa jeng?"
"Air putih aja, takut ngerepotin."
"Ah, ga ngerepotin kok. Tasya! Buatin minum buat tamu!" Teriak wanita tersebut dengan cukup lantang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Life
Novela JuvenilHidup? apa arti sebenarnya dari kehidupan? Natasya, gadis muda polos yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri, tidak ada pesan ataupun alasan dalam kematiannya. kematian yang begitu mendadak dan meninggalkan banyak luka untuk teman dan oran...