nah, tumben banget kan gue update cepet?
part ini didedikasikan untuk andivanf yang selalu bantuin gue cari inspirasi dan selalu hobi nagih update.
Prahara itu telah datang ...
Shania melangkahkan kakinya menuju gerbang SMA Mutiara Bangsa. Tidak seperti biasanya, Shania tidak ditemani Rachel kali ini. Tentu saja karna Rachel sibuk sekali dengan kegiatan rutinnya, menelfon Rafel.
Hari ini adalah hari terakhir UN dilaksanakan. Baru saja bel berdenting menandakan para murid diizinkan untuk pulang. Sesampainya di parkiran, Shania langsung mengambil kunci mobilnya.
Shania langsung duduk di kursi pengemudi. Gadis itu hanya diam tanpa menstarter mobilnya. Dirinya sedang memikirkan beberapa kemungkinan saat nanti sampai di rumah Omnya.
Ya, hari ini Shania memang meminjam mobil Omnya. Shania terpaksa menyetir, karna, Devha tidak mau mengantar-jemputnya selama UN berlangsung.
Menurut cowok itu, sangat merepotkan jika saat bel pulang berdenting, dia harus menuju ruangan Shania yang terletak di lantai tiga, sedangkan ruangannya sendiri berada di lantai satu. Memang alasan yang sangat klise, namun Shania bersyukur. Itu artinya, dia tidak harus merasakan sensasi kebut-kebutan yang suka Devha lakukan ketika jalanan sedang sepi.
Tadi, Tante Fero sudah mengirimnya pesan kalau Papanya beserta Calvin sudah sampai di rumah Tante Fero. Shania hanya bisa menatap pesan itu dengan tubuh yang seketika menegang, tanpa sanggup membalasnya.
Mimpi buruk yang selama ini menghantui dirinya selama kurang lebih satu minggu, akhirnya telah menjadi kenyataan. Papanya sudah sampai di Surabaya, bahkan mungkin sudah berleha-leha di rumah Tantenya, menunggunya untuk pulang.
Shania menarik napasnya gusar. Apapun yang terjadi nanti, mungkin itulah yang terbaik untuknya. Kalau Papanya ingin membunuhnya, itu urusan nanti. Yang penting, sekarang dia harus pulang dan berhenti menerka-nerka apa yang akan terjadi nanti.
---
Shania memarkirkan mobil Omnya di garasi. Lalu, gadis itu masuk melewati pintu depan rumah Om Fauzan. Bahkan, saat pintunya masih tertutup seperti ini, suara gelak tawa milik Devha dan Calvin sudah terdengar.
Ya, Devha pasti sudah sampai di rumah duluan. Karna tadi, Shania terdiam di bangku kelasnya selama kurang lebih lima belas menit. Dirinya masih belum siap bertemu dengan Papanya. Selain karna dirinya yang telat pulang, dia juga sudah melihat motor Devha nangkring di garasi.
Shania membuka pintu di depannya dengan sangat pelan agar tidak menimbulkan suara yang terlalu keras. Namun, sepertinya Dewi Fortuna tidak berpihak kepadanya hari ini. Karna, sepelan apapun dia membuka pintu, tetap saja Papanya tau dia sudah datang. Papa, Om fauzan, dan Tante Fero ternyata sedang duduk di bangku ruang tamu.
Seketika darah Shania berhenti mengalir. Dirinya bahkan langsung beku di tempat, tanpa sempat menutup kembali pintu yang berada di belakangnya. Tatapan mata Shania langsung bertemu dengan mata Papanya. Membuat Shania seperti tersengat, dan cepat-cepat memalingkan wajahnya.
"Gimana UNnya? Lancar?" sahut Papanya tanpa disangka-sangka. Shania bahkan meringis dalam hati. Biasanya, Papanya paling anti dengan basa-basi.
Shania hanya mengangguk dengan kikuk sebagai jawabannya. Lalu meminta ijin untuk berganti baju di kamarnya yang berada di lantai dua.
Shania langsung bergegas menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Terlihatlah Devha dan Calvin yang sedang bermain PS. Shania bahkan merasa ini hanya mimpi. Sudah kurang lebih empat bulan dirinya tidak bertatap muka dengan Calvin. Namun, walaupun begitu, Shania tidak mau mengganggu kegiatan yang sedang dilakukan Adik dan sepupunya itu. Dirinya memilih masuk ke kamar dan bergegas mengganti baju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Mask
Ficțiune adolescențiHidup Shania sudah hancur. Berawal dari kematian Ibunya, Papanya yang tidak berharap dia dilahirkan di muka bumi, hingga dibenci oleh Adiknya sendiri, Calvin. Shania yang hilang arah, akhirnya berubah menjadi bad girl. Menutup kenangan yang bisa mel...