Bab Tak Berharga di Mata Suami

17 1 0
                                    

Aku tahu resiko mencintainya adalah luka.

Azdan subuh berkumandang syahdu memanggil umat muslim yang masih terlelap untuk melaksanakan kewajibannya kepada Sang Pencipta. Begitu pun dengan Nafisha yang terbangun dari tidurnya untuk segera berwudhu dan melaksanakan 2 rakaat sebelum fajar menyingsing. Nafisha shalat dengan khusyu meskipun kepalanya berdenyut akibat kurang tidur memikirkan sang suami yang sedang bersama wanita lain.

"Ya Rabb, lindungilah suamiku dari marabahaya, jauhkan ia dari perbuatan-perbuatan maksiat, jaga selalu ia tetap berada di jalan-Mu. Tolong berikan hatinya untuk malaikat kecil yang berada di rahimku. Tak apa jika ia tak mencintaiku asalkan ia mencintai calon anaknya. Aku tahu resiko dari mencintainya adalah luka."

Nafisha menutup doanya diiringi isak tangis. Sebagai manusia biasa jelas Nafisha lelah dengan apa yang dijalaninya saat ini. Hidup bersama pria yang dicintainya, namun tak mencintainya sungguh menyakitkan. Tak ada timbal balik perasaan yang diberikan Rendra untuknya. Nasi sudah menjadi bubur. Ini adalah pilihannya saat itu, maka dirinya harus menerima segala resiko dari keputusannya dulu menerima permintaan seorang wanita tua untuk menikah dengan putranya.

Tepat setelah Nafisha menyelesaikan shalatnya pintu kamar terbuka menapilkan sosok pria berwajah tampan berdiri menjulang menatap nyalang ke arahnya. Nafisha mengidik ngeri entah apa lagi kesalahannya hari ini hingga membuat pria yang berstatus suaminya itu menatapnya dengan tatapan murka.

"Fisha!" Suara bariton itu menggema di seluruh penjuru kamar, terdengar menukik gendang telinga.

"Nafisha!" Nafisha hanya menatap sekilas ke arah Rendra. Ia tau ada nada amarah yang terdengar.

"Nafisha, selama saya tidak pulang kamu ngapain saja?" tanya Rendra menatap Nafisha yang masih menunduk tak berani menatap ke arahnya.

"Fisha tidak melakukan apa-apa, Mas. Fisha hanya melakukan kegiatan seperti biasanya," jawab Nafisha.

"Kenapa bisa sampe seceroboh itu, Nafisha?"

Nafisha menatap Rendra, menautkan kedua alisnya tak paham maksud dari ucapan suaminya.

"Maksudnya?" tanya Nafisha.

"Kalau nyawa kamu yang hilang sih tidak apa-apa. Tapi, kalau barang-barang di rumah saya yang hilang bagaimana? Kamu mau menggantinya?" ucap Rendra kentara masih dengan nada amarahnya kian menatap Nafisha nyalang.

Nafisha masih tak paham dengan ucapan Rendra yang entah mengarah kemana. Namun, satu hal yang mampu membuat relung hati Nafisha tertusuk 'kalau nyawa kamu yang hilang sih tidak apa-apa.' Sebegitu tak berhargakah dirinya di mata sang suami  yang lebih baik kehilangan barang dibandingkan nyawa Nafisha.

"Fisha tidak mengerti apa yang Mas ucapkan?" ucap Nafisha.

"Apakah semalam kamu lupa mengunci pintu?"

Nafisha menggeleng. Ia tak ingat semalam sudah mengunci pintu atau belum karena sibuk memikirkan sang suami.

"Dasar ceroboh!" umpat Rendra.

"Maaf," ucap Nafisha lirih.

"Saya sudah memberikan kamu tempat tinggal gratis. Kalau bukan karena ibu saya kamu tuh gelandangan!" ucap Rendra, ia tak peduli kalimat pedasnya akan menyakiti hati sang istri.

Rendra sangat tak menyukai seseorang yang ceroboh seperti Nafisha. Ia sudah mengetuk pintu rumah berulang kali. Memanggil Nafisha untuk dibukakan pintu, namun ternyata pintu tersebut tak terkunci. Ia tahu betul kebiasaan wanita yang dinikahi secara terpaksa dua tahun lalu itu tak akan membuka pintu dijam yang masih pagi buta. Nafisha akan menghabiskan waktunya untuk shalat dan memasak sarapan di dapur. Dan dugaan Rendra benar saja wanita itu lupa mengunci pintu.

Bersambung ...

Hai, hai jangan lupa komen, like, dan subcribe ya. Jangn lupa kritik dan sarannya buat aku agar tulisanku lebih baik lagi ke depannya.

Yuk bantu saling support😊 dan jangan lupa juga follow akun senjaa_2111 ya buat dapetin notif cerita ini ya. Thank you❤

Jakarta, 30 Januari 2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ISTRI CACAT PILIHAN IBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang