Begitu pelayan tadi pergi, makanan yang mereka pesan datang. Lea kembali memesan minuman pada pelayan yang tampaknya lebih berpengalaman dari yang tadi.
"Menurutmu, kenapa mereka membiarkan pegawai baru melayani kita hingga membuat kekacauan? Padahal mereka punya pegawai yang lebih berpengalaman?" Pangeran Azzam bertanya.
"Bully," jawab Lea singkat. "Seseorang pasti tidak menyukai pegawai tadi, jadi dia ingin mempermalukan dan menyingkirkan pelayan muda tadi"
Pangeran Azzam mengangguk mengerti. Tentu saja alasan itu masuk akal, karena sebelum ini, Pangeran Azzam hanya mendapat pelayanan terbaik. Jika terjadi kekacauan, sekecil apapun, maka perlu di cari tau penyebabnya.
"Dan mengenai pertanyaanmu, apa hanya itu yang ingin kamu tau?" Tanya Pangeran Azzam lagi, mengembalikan topik pembicaraan mereka. "Atau ada yang kamu inginkan untuk acara pertunangan maupun pernikahan?"
"Tidak," jawab Lea. "Tapi!" Katanya melanjutkan. "Bisakah kita melakukannya sesederhana mungkin? Seperti, hanya di datangi oleh sanak keluarga? Saya juga tidak ingin wajah saya dipublikasikan untuk beberapa waktu."
"Kenapa?" Tanya Pangeran Azzam heran. Sungguh! Bukankah orang-orang biasanya akan menyombongkan hal seperti itu? Memamerkan kedekatan mereka dengan anggota kerajaan?
"Saya hanya merasa tidak nyaman dan aman jika wajah saya tersebar. Saya butuh waktu untuk itu. Terlebih, pasti akan ada orang yang melakukan sesuatu, bukan?" Dan Pangeran Azzam pun langsung mengerti.
Posisi Lea memang sangat rawan untuk menjadi sasaran para pengkhianat negara. Orang-orang yang haus kekuasaan, pasti tidak ingin seorang rakyat biasa menjadi ratu mereka. Mereka akan berusaha menyingkirkan Lea dan merebut posisi perempuan itu.
"Kami benar. Aku akan melakukannya sesuai kemauanmu," ucap Pangeran Azzam. "Apakah ada yang lain lagi?"
"Ya... Emmm... Tapi lebih baik kalau kita makan dulu," sahut Lea, tampak canggung.
"Karena makanannya sudah disini, kita bisa makan dulu," balas Pangeran Azzam setuju. "Bagaimana dengan kuliahmu?"
"Berjalan seperti biasa," sahut Lea. "Tapi, hari ini saya mengambil libur untuk meluruskan hal ini."
Pangeran Azzam mengangguk lagi, lalu mengulurkan ponselnya pada Lea.
"Masukkan nomermu, supaya kita bisa saling memberi kabar untuk kedepannya," katanya.Lea tampak ragu, tapi Pangeran Azzam meyakinkannya untuk mengotak-atik barang pribadinya itu. Lea akhirnya menerima ponsel Pangeran Azzam, mengetikkan nomer ponselnya sendiri dan mencoba mengabaikan berapa banyak pesan yang belum lelaki itu baca.
Pelayan yang tadi Lea mintai tolong untuk membelikan baju akhirnya datang setelah acara makan siang itu selesai. Dia meminta maaf atas waktu yang harus Lea lewati selama dia membeli baju ganti.
"Abaya dan niqab?" Lea menatap pelayan itu heran.
"Uh, saya tidak tau apa yang harus saya pilih. Semua baju tampaknya cocok dengan anda, tapi saya tidak yakin apakah anda akan menyukainya," katanya gugup.
"Tapi, kenapa ada niqab?" Pangeran Azzam juga tampaknya ingin tau, melirik kain hitam yang dipegang Lea saat ini.
"Itu..." Gumam Pelayan tersebut, ragu. "Saya pikir, itu adalah pilihan terbaik. Nona terlalu cantik dengan model pakaian yang lain, dan saya takut itu akan membuat Nona menjadi pusat perhatian. Saya takut, akan membuat anda berdua dalam kesulitan"
"Maksudmu paparazi, ya?" Pangeran Azzam tersenyum penuh apresiasi pada pelayan itu.
"Memangnya saya secantik itu, ya?" Tanya Lea, heran. Pelayan itu mengangguk kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Princess
Fiksi UmumBuku ke dua The Crown Prince, My Husband. Menjawab segala pertanyaan 'kenapa?' dari buku pertama. In Sha Allah 🙈 "Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Meng...