Hidup ialah perpaduan keniscayaan dan kemustahilan. Dengan kata lain, ia pencipta keajaiban. Kau bisa menemukannya pada Semut-semut yang beriringan atau Kucing yang menguap di kejauhan—semua yang bisa kau pikirkan hanya dengan membayangkan sekadar. Tapi ia juga bisa kau temukan di tempat-tempat paling samar. Di palung laut paling gulita atau di kawah vulkan paling membara, para keajaiban berdansa mengitari tiap rantai makanan, semuanya dimungkinkan oleh hidup yang meniupkan jiwa-jiwa bersemayam; jiwa-jiwa paling suci.
Seperti yang sudah kukerjakan sejak aku menyadari keajaiban kehidupan, aku sedang mengunjungi kebun Anggrek yang dibangun pemerintah Nusantara kurang lebih delapan tahun lalu. Yang kucari bukan hanya Anggrek semerbak, melainkan juga yang tertarik pada semerbak itu. Kuberi tahu satu hal, salah satu dari dua yang paling ajaib dari segala yang ajaib adalah Kupu-kupu. Maksudku, kau bisa terkesan pada kemegahan Paus Biru yang lebih besar dari apapun yang terbayangkan. Atau mungkin terpesona pada leher jenjang sang Jerapah yang bagaimanapun tak masuk di akal. Tapi di mana lagi kau bisa menemukan makhluk seperti Kupu-kupu? Mereka adalah fenomena surealis yang seharusnya menjadi penghuni kisah mitologi yang sama dengan yang menceritakan hikayat Kuda Sembrani, Yeti, dan Bison Terbang. Dan Naga.
Lalu, keajaiban paling ajaib kedua?
"Ibun!"
Oh, keajaiban itu langsung muncul tanpa aba-aba.
"Yang itu apa?"
Yang bertanya adalah Josephine. Ia baru saja menurunkan binokuler dari matanya setelah entah berapa lama. Aku mengikuti arah telunjuknya yang mengarah ke suatu titik di atas batang Anggrek Tebu. Selembar Kupu-kupu sepertinya sedang terbang perlahan. Aku segera mengangkat binokuler sebelum kehilangannya. Rupanya ia berhasil menarik perhatian Josephine dengan warna yang bercampur antara kuning dan jingga dengan bintik-bintik di sekujur tepi sayap; gejala khas penampakan Papilio demoleus, salah satu anggota keluarga Swallowtail.
"Itu Kupu-kupu Jeruk, Sayang," jawabku. "Dinamakan seperti itu karena mereka sering jahil kepada Pohon-pohon Jeruk."
Aku melirik Josephine. Binokulernya telah kembali tertancap di mata yang mengikuti jejak sang Kupu-kupu sementara kepalanya terangguk seolah paham. Di sebelahnya, di tempat seharusnya seorang anak lagi berdiri, kini hanya dilintasi angin yang bungkam.
"Jo, di mana kakakmu?"
Ia segera menoleh mengitari tubuhnya. "Tadi sepertinya ke arah gazebo, Bun."
Aku telah rutin mengajak Josephine dan kakak perempuannya, Seraphine, kemari sejak mereka belia hingga kini umur mereka delapan dan sebelas, untuk memperkenalkan keajaiban pada keajaiban lainnya. Mereka anak yang dititipasuhkan kepadaku oleh Mbak Daphine. Meski berstatus lulusan biologi, aku tak berpikir dua kali ketika Mbak Daphine menawariku pekerjaan sebagai pengasuh. Menurutku, itu kesempatan bagus untuk menghabiskan waktu dengan anak-anak, satu-satunya kegiatan yang sama menyenangkannya dengan mengamati Kupu-kupu. Di samping itu, aku berpikir bahwa itu sebuah simulasi realistis untuk skenario masa depan, ketika aku mengasuh darah dagingku sendiri. Sayangnya, sepuluh tahun telah berlalu dan skenario itu tak kunjung tiba.
Aku menarik tangan Josephine, mengajaknya mencari kakaknya. Sebenarnya aku selalu berpesan agar mereka tidak berkelana terlalu jauh, jadi aku yakin Seraphine baik-baik saja. Pun selalu ada Bu Pora, penjaga kebun, yang bisa diandalkan. Namun kekhawatiranku selalu meningkat jika berkenaan dengannya, karena Seraphine tidak dapat berteriak jika terancam bahaya.
Seraphine tuli sejak lahir, sebuah kemalangan yang terjadi bukan karena kesalahan siapapun, melainkan semata-mata hasil dadu yang dilempar Tuhan ke atas meja kuasa-Nya. Sindrom yang diderita Seraphine sepenuhnya disebabkan kesalahan acak genetik. Setidaknya itu penjelasan dokter kepada Mbak Daphine. Itu bisa terjadi pada siapa saja; anak pengaduk semen, anak presiden, bahkan anak Spider-man.
KAMU SEDANG MEMBACA
KRISALIS
Science FictionSahara mencintai kehidupan dan segala yang hidup di dalamnya, terutama kupu-kupu dan anak-anak. Lebih dari sepuluh tahun ia habiskan sebagai pengasuh anak, sementara ia menanti kesempatan untuk mengasuh anaknya sendiri. Di tahun 2045, ketika akhirny...