part 4

47 6 1
                                    

Kali ini semuanya sedang bersantai, diruang keluarga, tentu saja Ano masih bersama dengan Sean, dengan mencocoki adiknya itu cemilan, hei menunggu respon darinya itu tidak mungkin, jadi ya inisiatif saja, jika makanan yang disodorkan tak dimakan ya Ano pasti tak suka bukan, jika dia memakakany artinya ia suka, oke gitu aja kan simple.

Deta anak itu mendengus, jika begitu caranya tadi, ia tak usah menanyakan makanan apa yang akan dimakan oleh adiknya itu.

"Pembunuh"

Suasan hening yang tiba tiba melanda, bahkan semua menghentikan aktifitasnya saat ini.

Prank

Brak

Beberapa orang menjatuhkan sendok  dengan tidak sengaja, bahkan ada yang mengebrak meja.

Siapa, siapa yang mengatakan itu, hei mereka semua bahkan tak pernah membunuh siapapun, jadi siapa yang dimaksud dengan pembunuh.

Sean kaget tentu saja, adiknya yang belakangan ini tak pernah ia dengar suaranya kini mengatakan kata kata yang err, hei dia mengenali suara adiknya walau jarang mendengar suaranya, ada apa dengan adiknya dan siapa pembunuh yang ia katakan itu, sedangkan adiknya itu kini masih memeluknya.

Semua orang mendengarnya tadi, entah pendengaran mereka yang terlalu tajam atau bagaimana, sampai sampai suara pelan Ano saja bisa di dengar oleh semuanya.

Deta anak itu menghampiri Ano, mengangnam tangan Ano, ingin merebut Ano dari Sean tapi Ano sepertinya akan memeluknya, terbukti dari tanganya yang tak lagi memeluk sean.

Kesempatan tentu saja, menarik Ano kepelukanya namun detik itu ia terkejut bukan hanya dirinya bahkan semua orang juga terkejut, Ano pingsan, hei Ano pingsan bagaimana ini, bukan bukan tapi darah, darah mengalir dari hidungnya itu yang membuat mereka semua panik, denga cepat Deta mengambil tisu yang ada dimeja membersihkan kan darah yang terus saja mengalir.

Belum selesai dengan keterkejutan tadi, mereka kembali terkejut dengan kondisi Ano.

"Sean bawa kekamarnya." Pemimpin keluarga itu berseru tegas, mengapa bisa seperti ini, tidak bisa seperti ini, ia harus menyelediki semuanya.

Sean membawa Ano kekamarnya dengan Deta yang mengikutinya di belakang.

Sampailah mereka dikamar Ano dengan Deta yang membersihkan sisa darah yang ada di hidung Ano.

"Reno kerumah sekarang." Sean berbicara pada Rena memalui sambungan telpon.

"Ngk bisa, lagi dikampus," balas Reno ingin mematikan telpon.

"Kesini atau gua bunuh Lo," desis Sean dan segera mematikan telponya itu.

"Kak," Deta berbalik saat mendengar ucapan kakaknya itu.

"Dia sedang tidur," ia mengerti maksud adiknya itu, ia juga tak akan mengeluarkan kata kata itu dihadapan adiknya.

Setengah jam akhirnya sampailah Reno di kamar Ano dengan ngos ngosan tentu saja, hei perkataan Sean itu selalu terjadi ia tak boleh di bantah, jika ia mengatakan akan dibunuh maka detik itu juga ia akan membunuh.

"Apa?" Reno memandang kesal kearah Sean, untuk apa ia dipanggil kesini, malam malam pula.

"Mimisan," Sean menunjunjuk Ano yang sedang berbaring itu.

Reno? Dia cengo, mendadak jadi dungu, apa katanya tadi? Mimisan? dia menyuruhnya memeriksa keadaan adiknya itu? Tolong diingat Reno bukan dokter, ingat itu bukan dokter apan apaan ini, ia mendengus melihat Sean yang seenaknya saja memerintahnya.

"gue bukan dokter asal Lo tau," dengus Reno namun dirinya menghampiri Ano, mungkin saja ia bisa beralih profesi jadi dokter dadakan.

Hmm?

Reno mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar, okee sepertinya aman.

Mata itu perlahan terbuka, meliarkan pandanganya kesegela arah, seperti sedang mencari sesuatu.

Berjalan ke arah Sean, Sean agak kaget adiknya itu baru bangun dan langsung berdiri apa tidak pusing, ia menatap tajam Reno mengapa temanya itu tak memberitahunya.

Sean bersiap akan memeluk Ano, mungkin saja kan Ano minta dipeluk karena dirinya sedang berjalan kearahnya

Prank

Kembali lagi mereka dikejutkan dengan tingkah Ano.

"Sialan," Reno melupakan cermin itu, ia tak menyangka Ano akan memukul cermin itu dengan keras.

Bruk

Sudah berapa kali mereka terkejut hari ini, dengan tubuh Ano yang tiba tiba terjatuh, mungkin ada beberapa luka Gores yang ia dapatkan bekas dari pecahan kaca itu.

Sean segera mengangkat adiknya kembali membaringkannya pada tempat tidur itu.

Helaaan nafas itu kembali terdengar, siapapun tolong jelaskan, mengapa adiknya bisa seperti ini.

Reno yang kebetulan membawa kotak p3k itu segera mengobati luka Ano, luka ringan seperti ini dirinya juga bisa mengobati jangan salah, dia itu anak KSR.

"Bisa jelasin?" Tanya Sean frustasi ia harus segera tahu keadaan adiknya.

"Gue baru semester 3 asal Lo tau," ucap Reno lagi lagi mendengus, heh apa apan dirinya memang berkuliah dijurusan psikolog tapi hei dia sampai sekarang belum praktek, sekedar teori saja apakah bisa?tentu saja tidak!

"Pulang sana," usir Sean, mendorong keluar Reno dari kamar Ano.

Hah, Reno hanya mendengus, emang teman sialan, ingatkan dia untuk menjual temanya nanti.

Suasana pagi ini terlihat agak suram yah tak seperti sebelum sebelumnya, yah walau sebelum sebelumnya memang seperti ini, tapi ini lebih Suram lagi, semuanya masih masih memikirkan kejadian tadi malam mungkin, entahlah.

Yah kalian mencari si patung hidup itu bukan, tentu saja dia sekarang ada di pangkuan Sean, yah sekarang ia menempel pada Sean layaknya perangko, tak ingin lepas, sean? dia malah senang adiknya itu menempelinya, Deta? Oh jangan tanya anak itu sedang mendumel kesal, cemburu mungkin, bisa bisanya adiknya dekat dengan kakanya, padahal kemarin kemarin juga menempel padanya.

"Ano tak usah sekolah dulu," si pemimpin keluarga mengelus kepala Ano lalu setelahnya pergi entah kemana.

Ano? Anak itu penurut tentu saja, jadi saat ini iya sedang berada dikamarnya, dengan pakaian santai, dan rebahan tentu saja, apalagi yang harus ia lakukan jika tidak rebahan, bener kan? Tak sekolah, ia juga malas main hp tak ada yang menarik, baca novel pun juga sama, jadi ya sudah.

Ceklek

Pintu kamarnya terbuka, entah siapa yang masuk, Ano tentu saja tak peduli, si manusia batu itu tak peduli pada semuanya terserah, bahkan jika sekarang orang yang masuk itu membunuhnya, ia akan terima justru ia akan senang sekali.

"Siapa yang kau maksud dengan pembunuh?" Orang itu menghampiri Ano, dengan tubuh ano yang sepenuhnya terbungkus selimut, dia kedinginan asal kalian tahu, tak tahu dimana remot AC itu berada, ia malas mencarinya.

Ano, anak itu tentu saja tak menjawab, sudah dibilang bukan dia itu batu hidup, jadi akan seperti itu terus, tapi entahlah mungkin saja nanti ia akan berubah jadi Ultramen, kan bisa jadi.

"Kau tuli." Meninggikan sedikit volume suaranya, ia kesal, mengapa anak ini tak meresponnya.

"Kau dengar tidak sih." Dengan kesal orang itu mengambil selimut Ano dan melemparnya entah kemana.

Menarik tangan Ano, dan dengan terpaksa anak itu bangun dari tidurnya dengan memandang kosong manusia yang ada dihadapannya ini.

Alien dari mana lagi ini, hei tolonglah, ia hanya ingin tidur, perasaan ia tak pernah menganggu orang, tapi sekarang mengapa mereka terus saja mengganggunya.

"Jawab sialan," habis sudah kesabarannya, hei jangan sampai seseorang mendapatinya mengumpat disini.

Ano anak itu masih dengan tatapan kosongnya, melihat dari atas sampai bawah, siapa alien ini, ia tak mengenalnya, hei walau seperti ini ia juga masih mengenali keluarganya, entah datang dari mana alien ini.

Plak

Brakkk







See you next time :v

AnoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang