2.2 Pelayan

2 1 0
                                    

Sekolah bubar. Tidak ada istirahat kedua di hari pertama masuk sekolah. Belajar pun terbilang tidak, hanya perkenalan antara murid-guru serta teman-teman satu kelas, karena pembagian kelas murid yang diacak kembali setiap tahunnya dan memungkinkan memiliki pengalaman memperkenalkan nama setiap tahunnya pula. Sudah seperti pemandangan terbiasa bagi para sekolah bila banyak murid-murid yang bersorak bising di sisi gerbang. Entah untuk mengobrol keras-keras bersama satu geng-nya atau hal lainnya

"Ly, pulang bareng gue, yuk?" Kaze mengusulkan daripada perempuan berkacamata itu pulang naik bus, yang pasti banyak penumpang cowok nakal. Lebih baik ikut dengannya naik motor meski panas-panasan.

Lily tersenyum simpul. "Gue lagi mood naik bus, sori, Ze."

"Seharusnya lo ngomong 'iya' kalau gue ngajak sekarang. Oke?" Kaze tidak mau menyerah. "Biasanya juga lo mau pulang bareng gue, dulu."

'Dulu' yang dikata Kaze adalah waktu SMP, dan semenjak SMA waktunya akan terkuras bila mengantar Lily karena Kaze memiliki kepentingan di kost. Sekarang juga begitu, tapi dia merasa bukan sahabat sejati bila membiarkan Lily menunggu bus yang pasti banyak penumpang cowok usil di dalam.

Lily tetap pada pendiriannya. "Mending ajak Linda aja, Ze. Lo cocok kok sama dia," tukasnya sambil terkekeh.

"Halah, palingan sekarang dia mah lagi eskul basket. Dasar cewek bola."

Lily tertawa ringan. "Gitu-gitu juga dia cantik."

"Najis!"

Lily kembali melihat arlojinya, seperti menunggu sesuatu. "Udah sana. Gue mau naik bus. Oke?" ia mengembalikan topik.

Kaze akhirnya menyerah. "Mau digusur juga kayaknya gak mempan. Ya udah deh, jaga diri, ya?"

Setelah kepergian Kaze bersama motor kinclongnya, Lily meraih ponselnya. Mengetikkan sesuatu. 

***

Rumah dengan dinding warna putih yang luntur. Di sisi dinding banyak rerumputan hijau dan lantai putih berlumur tanah, terdapat beberapa telapak kaki sepatu yang mempola di sana dan sepertinya sulit untuk dibersihkan. Hal itu sudah jelas membuktikan rumah itu kosong, tak ada yang mengurus.

Lily menarik handel pintu. Tidak dikunci. Ia membuka pintu berbahan kayu itu. Bau tak sedap langsung menusuk indra penciumannya. Ruangannya lebih buruk dari pendugaannya. Banyak tanah dan batu berserakan di mana-mana. Menurutnya, ruangan itu cukup luas, mengalahkan luas kosnya. Belum ada benda-benda seperti sofa atau apa pun itu, termasuk lampu.

Lily membuka pintu lebar-lebar. Mengusir gelap ruangan oleh cahaya luar.

Matanya tertuju pada segagang sapu, pel, dan kemoceng di sudut ruangan. Masih baru. Lily berencana membersihkan ruangan dengan gesit, dan ingin cepat-cepat pulang.

Namun, Lily menelan ludahnya ketika menatap ruangan itu lagi. Sepertinya akan berjam-jam ia diam di sini. Di tempat busuk ini. Jikalau Lily punya nyali besar, ia akan mengetikkan pesan pada si iblis yang menyuruhnya datang kemari untuk membersihkan ruangan seperti ini sendiri.

Mungkin seperti ini bentuk ketikannya: Dia gila dan pasti merasa bangga.

***

Lily Kacamata [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang