5

3 1 0
                                    

.
Seusai pulang dari tadarus masjid, Ghina kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur hello kitty kesayangan miliknya.


Sepulang dari masjid Al-mutaqin, Ghina merebahkan dirinya di kasur sejenak.

"Ahmad, kita bisa berjodoh enggak ya?" Monolog Ghina.

G

hina kemudian pergi menemui ibunya yang kini sedang memilah beras di depan rumah.

"Bu, udah malam loh, kenapa belum tidur?"

Ibu Ghina hanya tersenyum, lalu menatap anak semata wayangnya mengelus hijab pashmina Ghina dan merapihkan sedikit rambut yang keluar dari hijabnya.

"Ibu, minta maaf ya, dulu udah ninggalin Ghina di sini sendirian. Kasian, Ghina kalau ada perlu apa-apa cuma bisa nanganin sendirian. Ibu ngerasa bersalah."

Ghina memeluk erat ibunya. "Ibu, udah, karena Ibu sekarang Ghina bisa jadi anak yang mandiri. Ghina, bangga sama Ibu. Lagian kan Ibu gini juga demi kebahagiaan Ghina. Makannya ya Ghina gak apa-apa kalau harus tanpa Ibu Ayah sebentar."

Ibu Ghina memeluk erat Ghina, lalu mengecup keningnya lembut.

"Itu, si Ahmad gimana Ghin?"

Ghina tersipu malu. "Ih kok jadi bahas Ahmad sih."

"Ihh dengerin dulu, Ghina masih suka sama dia?"

Ia menjawab. "Cinta Bu, selamanya sampai kapanpun tetap cinta."

Ibunya terkekeh pelan lalu kembali menatap anaknya dengan tatapan sendu. "Jangan terlalu cinta, takutnya nanti dia bukan jodoh kamu."

•••••

Di tengah terik panas matahari, Bunga datang menghampiri Ghina sembari mengucapkan salam.
Ghina menjawab salamnya.

"Ghin, kamu sendirian aja?"
Bunga memulai pembicaraan.

"Iya bener. Emang kenapa ya Bunga?"

"Engga apa-apa. Kamu tau kan, si Ahmad mondok. "

Ghina terkejut bukan main. "Hah? Serius? Ahmad mondok? Kok gak bilang sih!"

"Ya maaf Ghin, ini juga aku tau dari Naya."
Bunga merangkul Ghina. "Gak bisa ngucapin salam perpisahan dulu yaa?"

Wajahnya memerah. "Ih apaan sih. Enggak loh ya. Tapi kenapa gak bilang sih."

"Naya juga tau dari ustadz Iqbal. Makannya ini aku ngasih tau ke kamu."

Ghina menundukkan kepalanya. "Yah, mau gimana lagi. Dia udah pergi juga kan? Ustadz Iqbal tau dari mana?"

"Dia yang masukin Ahmad ke pondok." Jawabannya sungguh membuat hati Ghina bergilir. Susah ternyata mengikhlaskannya dengan mudah. Akhirnya, Ghina hanya bisa meratapi nasibnya.

•••••
Hari berganti malam, Ghina hanya memandang masjid almuttaqin dengan tatapan kosong.

"Mad, aku kangen kita pesantren kilat kayak dulu." Monolog Ghina.

Naya mendekat kearah Ghina dengan bahunya yang dirangkul oleh tangan kanannya.

"Ghin, Ahmad itu gak akan pernah kemana-mana. Dia bakalan tetep ada di sini," ujarnya dengan suara lembut khas dirinya seperti penceramah islami.

Ghina menengok ke arah Naya. "Dimana?"

"Di hati kamu," balas Naya.
Naya sangat perhatian kali ini, tak ada kata menyerah untuk menenangkan sahabat mungilnya.

"Hati aku? Akh kamu lucu banget Naya." Ia menepuk pelan pundak temennya.
Ghina memang sangat menggemaskan ketika seperti ini.

"Udah Ghin, jangan terlalu di pikirin si Ahmad-nya." Naya menjeda ucapannya.
"Aku minta maaf yah, gak ngabarin kamu pas Ahmad berangkat supaya kamu bisa salam perpisahan dulu sama Ahmad."

Ghina terkekeh. "Ah udah gak apa-apa. Udah biasa itumah lagian ngapain juga salam perpisahan."

Tentunya, Naya pun terkekeh juga. "Ya biar so sweet."

Pipi Ghina kembali memerah. "Ih apaan sih Nay, udah abis ini kita ngaji nih."
.

.
.
.
.
TBC

AHMAAADD MONDOK GA BILANG BILANG😭
SEDIH BGTT

Ahmad:"author jangan kangen sama aku yang ganteng ini ya😘"

Mad sumpah Mad ngakak 😭

Salam hangat dari Rerileymttw

Akasa 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang