Ambil Langkah

28 7 2
                                    

Meja makan telah berisi berbagai makanan yang sudah disiapkan oleh Ami, baru Heana yang menyusui Scorpius dan Astoria yang sedang memakan sandwich sambil memerhatikan bayi yang tak jauh dari tempatnya.

"Bayimu tampan sekali," pujinya.

Heana tersenyum tipis dan mengangguk. "Tentu saja dia tampan, karena dia putraku .... hanya putraku."

Astoria melihat kekecewaan dan amarah yang mendominasi Heana. Wanita cantik berambut pirang yang dikepang satu itu begitu memesona dengan gincu merah yang kontras dengan pakaian hitamnya. Astoria meletakan sisa sandwich di piringnya dan menatap lekat Heana. "Kau menyelamatkanku pasti ingin sesuatu dariku?"

"Tentu saja, jika kau bersedia mengatakan yang sebenarnya, jika tidak juga tidak masalah, kau tinggal aku singkirkan karena tidak berguna." Heana menyahut datar.

"Tentu aku ingin! setidaknya di sisa usiaku, aku bisa membantumu, Heana."

"Kemana Daphne dan orang tuamu saat kau diculik?" Heana bertanya.

"Mereka pindah ke Prancis sebelum masalah itu tiba, saat Deepika mengumpulkan kami dan meminta bantuan aku menolaknya, di antara kami hanya Daphne yang bersikap netral serta aku yang memberontak, berkoar-koar akan menggagalkan rencana mereka, tapi setelah satu Minggu kepergian orang tuaku dan kakakku ke Prancis, Pansy dan Blaise datang menyekapku," jelasnya.

"Kenapa kau begitu ingin membocorkan rencana mereka sampai kau rela diperlakukan seperti itu?" Heana kembali bertanya sambil menimang Scorpius yang mulai merengek.

"Karena aku tidak ingin ketidakadilan terjadi di depan mataku, aku tidak bisa membayangkan jadi dirimu, membawa kandungan dan ditikam sana sini, aku yang mengetahui rencana mereka jika diam saja aku merasa seperti orang jahat, lagipula, meskipun dulu kita pernah bersaing perihal Draco, aku lebih rela dia denganmu daripada dengan Deepika, apalagi saat mengetahui wanita itu sengaja menyusun rencana untuk menjebak suamimu waktu itu, ia hamil dengan pria asing di bar bukan dengan suamimu." Astoria menggeram.

"Kurang ajar," desis Heana.

***

Pansy dan Blaise berada dalam ruangan yang sama, berhadapan dengan empat orang pria dan satu wanita, tatapan mereka begitu mencekam menusuk sampai terasa menguliti seluruh tubuhnya.

Napas tercekat ketika jemari lentik Heana mulai bergesek dengan kulit wajahnya. "Pansy Parkinson," ia bergumam. "Darah murni yang jijik dengan Muggle, tapi tidak jijik memakan uang milik Muggle?"

Heana kini menarik keluar pisau kecil dari saku celana, memposisikan ujung lancip itu dipelipis Pansy. "kau ingat tidak, pernah melukai pipi kanan dan kiriku saat kita masih bersekolah di Hogwarts? .... kau ingat tidak, kau pernah hampir membunuhku ditoilet sekolah waktu itu? kau ingat tidak .... melukai tubuhku saat aku menolak mengerjakan perintahmu?"

"T-tidak!" Pansy memberontak dengan napas panjang yang tak beraturan.

"Maka biar aku bantu ingatkan," sahut Heana sambil menggerakkan tangannya menggores pelipis yang mulus itu.

"Kau belum mengingatnya? kau pernah menyiramku dengan air dingin saat musim salju, kau ingat tidak? apa kau belum mengingat semuanya?"

"Ya! A-aku mengingatnya!" Pansy mulai berteriak merasakan pedih pelipisnya.

"Dulu, di sini bibirku sobek setelah kau menyuruh Milicent menamparku, kau mau tahu bagaimana rasanya?" Heana beralih pada sudut bibir Pansy membuat gadis itu menangis memberontak.

I'm Heana| D.M|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang