Entah waktu sudah menunjukkan pukul berapa sekarang. Dan apakah matahari sudah terbit atau justru kembali tenggelam dari singgasananya di atas sana? Yuta tidak tahu. Karena tempatnya berada saat ini sangat gelap sejak pertama kali ia sadar dari pingsannya. Tidak ada pencahayaan sama sekali. Satu hal yang ia ketahui, bahwa dirinya diculik.
Sudah beberapa menit berlalu sejak ia berhenti berteriak. Percuma, tidak akan ada yang datang meski hanya sekadar membukakan pintu atau memberikannya sedikit pencahayaan. Kaki kanannya dirantai dengan kuat, tidak bisa membuatnya melangkah jauh meski untuk mencari saklar. Mungkin hanya sekitar dua atau tiga langkah yang bisa diambilnya.
Menghubungi Taeyong?
Hah! Ponselnya saja entah berada di mana. Pasti penculiknya yang mengambil dan menyembunyikan di suatu tempat. Atau kemungkinan terburuk, dihancurkan dan dibuang. Yang bisa dilakukannya saat ini hanya pasrah pada keadaan. Tenggorokkannya sudah sakit karena lama berteriak tadi.
Kedua kakinya ia dekap di depan dada, menunduk dan menyembunyikan wajahnya pada lutut. Memejamkan kedua mata sambil merapalkan doa agar ada yang datang. Sejujurnya, Yuta memilikki phobia terhadap kegelapan. Saat tidur saja, lampu tidur di atas meja kecil dalam kamarnya harus tetap dalam keadaan menyala. Tapi sekarang sebisa mungkin ia menenangkan diri agar tidak terkena serangan panik.
Yuta mengontrol nafasnya sebaik mungkin. Ada bau aneh yang menyapa indera penciumannya kala ia mengambil nafas. Seperti bau besi berkarat dan bensin? Hal itu membuat kepalanya sedikit pusing. Ia tak suka! Namun apa daya? Ia tetap harus dalam keadaan tenang bukan?
Ditengah keheningan itu, Yuta mendengar suara sepatu menggema. Langkah kaki mendekat ke arah ruangannya kini berada. Suara 'klik' sebanyak dua kali terdengar sebelum pintu dibuka dari luar. Yuta mendongak, melihat bayangan seorang pria yang kini berdiri di ambang pintu. Wajahnya tak terlihat karena pria itu membelakangi cahaya remang dari luar.
Barulah ketika salah satu orang di belakang pria tersebut menekan saklar lampu di sisi kiri pintu bagian luar, ruangan itu terang benderang. Yuta sampai harus menutup matanya beberapa saat sebelum mengerjap pelan untuk menyesuaikan penglihatan.
Tapi belum sempat ia sepenuhnya melihat pada pria itu, seseorang sudah lebih dulu mencengkeram kedua pipinya dengan satu tangan. Yuta mendesis pelan.
"Hm! Sebagai seorang laki-laki, wajahmu cantik juga heh?"
Kedua mata bulatnya menatap pria yang kini sedang menyeringai di depannya. Seorang pria dengan raut wajah angkuh menatap remeh padanya. Siapa dia? Yuta tidak pernah melihatnya. Apakah-
"Pantas saja Lee Taeyong bajingan itu begitu tergila-gila padamu, ckckck!"
Yuta mengernyit bingung, "Siapa kau?" ia bertanya.
Pria itu menaikkan kedua alisnya, "Aku? Ah aku lupa mengenalkan diriku ya? Maaf, kau terlalu mengalihkan perhatianku."
Pemuda manis itu mengernyit jijik mendengar perkataan tersebut. Cengkeraman pada pipinya terlepas, tapi pria itu tidak beranjak dari hadapannya. Justru semakin mendekatkan wajahnya pada Yuta, yang mana membuat si manis sebisa mungkin menjauhkan diri meski hasilnya nihil.
"Perkenalkan, namaku Kohei Amagai."
"Kohei... Amagai?" Yuta bergumam, raut kebingungan tak terlepas.
"Hm! Ah, tunanganmu itu tidak memberitahu ya?"
Yuta menggeleng pelan. Pria bernama Kohei itu tertawa kecil. Ah, baru sebentar ia bertemu dengan tunangan dari rivalnya itu, tapi sepertinya hatinya mulai tertarik. Yap! Tidak ada orang dari dunia 'bawah tanah' yang waras. Salah satunya si Amagai ini. Ia menginginkan Yuta!
KAMU SEDANG MEMBACA
Monster 🔞
Fanfiction_ 4th TaeYu Fanfiction _ Yuta menyerah dengan hatinya bermaksud untuk membuat orang yang ia cintai selain keluarganya, merasa bebas dan bahagia. Tapi, justru keputusan itu menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Yuta tidak mengerti. --- * WARNING...