010. musibah, emosi, dan perkara lainnya

92 16 25
                                    

--

"Baiklah kalau keputusanmu begitu ... malam ini juga kita langsung ke Solo," ujar Pakdhe Muk ketika mendengar keputusanku.

Keadaan ayah yang kritis tidak memungkinkan membawanya ke rumah sakit daerah Cirebon. Setelah kecelakaan tersebut, ayah langsung dilarikan ke RSUD Fatmawati Soekarno untuk mendapatkan pertolongan pertama. Pakdhe memberikan dua pilihan; langsung pergi ke Solo, atau besok setelah aku beristirahat. Seumur hidup aku tak pernah diberikan dua pilihan dalam kodisi genting seperti ini. Meskipun belum benar-benar dewasa, predikiat anak pertama membuatku bertanggung jawab penuh.

"Apa pun yang terjadi, malam ini kita tetap harus ke sana."

Pakdhe Muk dan Budhe Rini mengharagi keputusanku. Mungkin ikatan keluarga yang membuatnya ingin membantu. Pakdhe mengantarkan kami dengan mobil pribadinya. Sepanjang perjalanan ibu hanya bisa menangis tersedu-sedu. Tatapan matanya lurus ke depan, seolah-olah ia tidak bisa berpikir selain keadaan ayah. Tubuhnya sudah dipenuhi oleh kekhawatiran tak berujung.

Sesampainya kami di rumah sakit, dokter Ali langsung menyambut kami. Beliau masih mengenakan pakaian rapih, yaitu perpaduan jas dan kemeja biru muda. Wajahnya terlihat lelah, tetapi ia berusaha tenang untuk menjelaskan kronologi kejadian serta kondisi ayah sekarang.

"Saya ada jadwal seminar kesehatan di salah satu universitas kedokteran swasta. Setelah mengantarkan saya ke kampus ... Pak Muhsin izin untuk mengambil uang di ATM terdekat. Kecelakaan ini disebabkan oleh bus yang melaju kencang dari arah berlawanan. Menurut saksi mata yang melihat kejadian itu ... beliau berusaha menghindar dengan membanting stir lalu menabrak pembatas jalan sehingga mobilnya berguling keluar jalur. Kecelakaan tunggal ini tidak bisa terhindarkan." dokter Ali menjelaskan secara terpercinci dan sabar, khas dokter yang bisa melihat situasi psikologis dari sisi keluarga korban.

"Lalu--" suaraku serak seperti ada sesuatu tersangkut dalam tenggorokan. "Ba-bagaimana keadaan ayah saya?"

"Pak Muhsin sedang ditangani oleh doker yang juga sahabat saya. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, Pak Mushin mengalami patah tulang tangan dan pendarahan otak serius karena terbentur benda keras." Dengan rasa iba beliau menundukan wajahnya. Mendengar penuturan dokter Ali membuat tubuh ibu kehilangan keseimbangannya. Aku refleks memapah tubuhnya, sembari menahan bulir putih itu agar tidak keluar di depan banyak orang. "Ibu, Lita, dan keluarga yang tabah, ya!"

Seperti ada hal serius yang ingin dikatakan, dokter Ali ingin bicara empat mata saja pada Pakdhe Muk. Budhe Rini yang mengerti kondisinya pun langsung sigap menenangkan ibu yang nyaris tak sadarkan diri. Dari kejauhan aku bisa melihat perubahan ekspresi wajah dokter Ali. Wajahnya yang tenang berubah serius. Di sisi lain, Pakdhe Muk berusaha kerasa memahami seberapa serius luka yang dialami adik bungsunya itu.

Tak lama, suara suster tempat ayah dirawat memperbolehkan kami masuk ke dalam ruangan. Meskipun posisi kami terhalang kaca bening yang lebar, aku, ibu, dan Pakdhe Muk masih bisa melihat tubuh ayah dari sini. Ibu tak kuasa menahan rasa kesedihannya. Lagi-lagi, meskipun dadaku sesak, tubuhku terguncang, aku harus tetap kuat. Karena dibandingkan aku, mungkin ibu jauh lebih membutuhkan pelukan agar bisa lebih tenang.

"Operasi akan dilakukan pukul tujuh pagi ya, Pak. Keluarga pasien dipersilakan menandatangani beberapa berkas terlebih duhulu," ujar perawat yang baru saja keluar dari ruangan pintu putih di samping.

"Nur, mari saya antar ke ruangan sebelah. Ada berkas yang harus ditanda tangani sebelum tindakan." Pakdhe Muk berbisik ke ibu. Aku tahu Pakdhe bukan tak berperasaan. Hanya saja, lebih cepat dilakukan akan lebih baik.

Dengan tubuh lemas layaknya kaki tak berpijak ke bumi, ibu berjalan lemah mengikuti arah Pakdhe Muk. Sementara pikiranku tertuju pada seseorang. Sita. Apakah dia tahu kabar ayah mengalami kecelakaan? Rasa penasaran itu menghancurkan pertahananku untuk tak menghubunginya lagi. Aku segera keluar dari ruangan, lalu meneleponnya.

Eternal Sunshine (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang