BERTEMU

2K 23 7
                                    

Hei, Kak. Aku Qila, salam kenal...” Pesan singkat itu masuk di DM-ku, sebuah pesan yang tidak pernah kuperkirakan akan datang. Setelah lulus kuliah, kehidupan menjadi lebih sibuk, apalagi setelah berhasil mendapatkan pekerjaan yang cukup mapan di sebuah perusahaan terkemuka. Aku sekarang tinggal di apartemen dekat kampus "B," tempat di mana aku dulu menimba ilmu.

Aku membaca pesan itu sekali lagi sebelum membalas. “Salam kenal, Qila. Terima kasih sudah membaca ceritaku,” balasku dengan ringan.

“Boleh nggak aku jadi slave Kakak?” lanjutnya tanpa ragu.

Aku tersenyum kecil, lalu mengetik balasan. “Kamu yakin mau jadi slave? Ini bukan hal yang mudah, lho,” balasku sambil menambahkan emoji bercanda.

“Iya, Kak. Aku kuliah di (Univ bla bla bla), dekat kampus Kakak, kan?” balasnya cepat.

Jantungku berdegup sedikit lebih kencang. “Kok kamu bisa tahu?” tanyaku, sedikit terkejut bahwa dia mengetahui lokasiku, padahal aku tidak pernah membeberkan identitas asliku di cerita-ceritaku.

“Hihi, bener ya? Qila cuma nebak aja, Kak. Soalnya ceritamu terlalu detail sih,” jawabnya, terdengar santai.

Aku jadi penasaran. “Detail gimana?” tanyaku lebih lanjut.

“Kakak ada sebutin tempat nongkrong sama asrama yang kayaknya nggak asing buat Qila,” jelasnya, membuatku semakin curiga.

“Hmm, oke... Jadi kamu tinggal di mana? Ngekos atau sama orang tua?” tanyaku, mencoba menggali lebih dalam.

“Sewa kontrakan sama teman-teman di belakang (bla bla bla plaza),” jawabnya.

“Kalau kamu memang tahu tempat nongkrong yang ada di ceritaku, kita ketemu di sana Sabtu sore, gimana?” tantangku.

“Bisa, Kak. Yey, akhirnya bisa ketemu sama author favorit Qila. Jam berapa, Kak?” jawabnya penuh semangat.

“Jam 17.00, ya,” balasku singkat.

“Siap, Kak!” balasnya.

Aku duduk termenung sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Rasanya aneh, tapi juga sedikit menggairahkan, mengetahui bahwa seseorang bisa mengenali diriku hanya dari tulisan-tulisanku. Tapi, di sisi lain, ada rasa penasaran yang muncul—bagaimana rasanya memiliki seorang slave? Sebuah ide liar mulai muncul di kepalaku, membayangkan bagaimana kalau aku benar-benar menjalani peran itu. Mungkin ini yang dirasakan oleh mereka yang dulu dekat denganku, seperti Kak Intan atau Ica. Apa kabar mereka sekarang, ya? Sudah lama kami tak berkomunikasi sejak lulus.

Sabtu, 16.30 WIB, aku sudah tiba lebih awal di kafe yang kami sepakati. Sengaja memilih meja di sudut yang tenang, agar bisa lebih leluasa.

“Qil, nanti kalau sudah sampai, Kakak pakai hoodie putih di meja no 12,” pesanku singkat.

“Oke siap, Kak. Kakak sudah sampai?” balasnya.

“Iya, aku sambil menyelesaikan kerjaan kantor,” balasku, mencoba menenangkan diriku sendiri.

“Oh, oke, Kak,” jawabnya singkat.

Pukul 17.15, dan belum ada tanda-tanda kedatangannya. Rasa kesal mulai muncul. “Fix ini Qila nggak datang,” gumamku pelan. Tapi, entah mengapa, aku merasa harus menunggu sedikit lebih lama. Mungkin setengah jam lagi, dan jika dia tidak muncul, berarti ini hanya tebakan belaka.

Tepat saat aku mulai kehilangan harapan, seorang perempuan dengan hijab hitam, sweater cokelat, dan rok hitam memasuki kafe. Dia terlihat mencari-cari, hingga matanya bertemu dengan pandanganku. Dengan senyum kecil, dia melambaikan tangan dan berjalan ke arahku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

my pet qilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang