Nafas yang menderu, keringat yang bercampur darah, menjadi bukti isi labirin itu memang bukan sekedar teka-teki.
"kita masih bisa kembali jika mau" ungkap Alfred.
Lelaki itu mengusap keringat nya.
Kiran hanya terdiam, mengatur nafas, dengan posisi terduduk.
Keduanya telah menjadi target anak panah yang di arahkan secara acak sebelum nya.
Tidak ada yang menancap pada keduanya, hanya goresan-goresan pada bagian tertentu.
"tidak beracun saja sudah untung" gumam Alfred.
Sapuan angin dan langit yang terlihat lebih gelap membuat keduanya menjadi lebih rileks.
"sudah setengah, kembali pun tidak memungkinkan kita selamat"
Alfred tertawa, Kiran mengatakan kebenaran nya.
Gadis itu berdiri dari posisi nya dan keduanya pun kembali melanjutkan.
Alfred melirik pada Kiran.
"beneran cuman mau cari Ameera doang? gak ada hal lain?"
Kini Kiran yang melirik pada Alfred.
Gadis menghela nafas.
"kalau udah tau ngapain ditanya"
"ya..., maksudnya jangan ngajak-ngajak kalau mau mati"
"Kayak nya selamet"
Alfred menatap malas Kiran.
"Kayak nya Kiran..."
Kiran menghela nafas.
"Kayak gak pernah aja"
"Yang ini agak lain"
Kiran tak menanggapi ucapan Alfred dan memilih untuk mulai berjalan.
Dan Alfred pun mau tak mau mengikuti Kiran.
Namun baru saja beberapa langkah, tanah yang di pijak terasa bergetar.
Keduanya kembali memasang kuda-kuda.
Ditempat keduanya berdiri secara cepat berubah menjadi sebuah ruangan yang terpisah.
"benar-benar tembok pembunuhan" gumam Alfred.
Kiran mengeraskan rahang nya, merasa kali ini mereka akan benar-benar ditekankan untuk mati.
suara ketukan tongkat terdengar.
Seorang pria yang dikenal kedua saudara itu.
"Kalian pikir labirin seperti itu benar-benar ada? gila saja, dana akan terbuangan dengan sia-sia"
Pria itu kemudian tertawa membuat Kiran mengepalkan tangan nya dengan erat.
Berbeda dengan Alfred, pria itu memandang Abinawa dengan santai.
"dimana Ameera" tanya Kiran dengan nafas memburu.
"Ameera? kalian memang bodoh, dia sudah mati!"
Kiran melempar buku yang ditemui nya di dalam rumah itu.
"Lalu jelaskan ini! Ini buku yang ditulis nya dan itu masih beberapa hari lalu!"
Kiran mengeluarkan senjata api nya dan akan menarik pelatuk nya.
Namun sebelum itu, sebuah peluru sudah menembus kulit bahu pria tua itu.
Kiran menoleh pada Alfred dengan terkejut.
"jelaskan semua nya Sialan!"
Abinawa menatap Alfred sembari tersenyum dengan lebar.
"Menjelaskan apalagi? semua nya sudah jelas, Ameera jelas wafat, buku itu palsu! dan anaknya yang bodoh itu akan memberikan tanda tangan nya"
"tanda tangan?!"
Abinawa menatap Kiran lalu menyeringai.
"untuk saham Ameera sepenuh nya" Abinawa menjawab.
Kiran menghela nafas lalu memandang Abinawa dengan wajah yang memberikan kesan dipenuhi dengan kebingungan.
"saham? kamu melakukan semua ini hanya saham?"
Abinawa membalas tatapan Kiran.
Raut wajah nya seketika berubah menjadi tegas.
"kamu ingin tahu? oke, mari kita bicarakan ini, saya rela melakukan apapun agar ibu mu dan semua keturunan nya mati di tangan saya! dengan cara apapun! Pelacur itu mencuri Stevanny, mencuri wanita kesayangan saya!"
"lalu mengapa membiarkan Ave terluka?! dia putri anda!"
"Dia bukan putri kandung saya, dia hanya anak yang di angkat oleh Stevanny, dia bukan siapa-siapa"
Kiran terdiam dengan fakta yang terucap dari Abinawa.
"Me-"
"sudahi urusan kalian dengan saya atau kalian benar-benar menyesal"
"menyesal? lucu sekali orang ini" sanggah Alfred dengan remeh.
"Jika keputusan kalian tetap disini maka inilah yang akan terjadi"
Abinawa menekan tombol yang berada pada jam tangan nya.
Suara detik jam terdengar.
"Anda tidak ragu memberikan nyawa anda demi balas dendam?"
"sudah saya katakan sebelum nya, apapun akan saya lakukan"
Alfred langsung menarik pelatuk nya dan peluru itu menembus kepala Abinawa.
"seharusnya sedaritadi kulakukan itu"
Kiran terdiam lalu menatap ringan pada Alfred.
"maaf membuat mu mempertaruhkan nyawa"
Alfred tersenyum dan menatap adik nya itu.
"tidak masalah, memang seperti ini tugas seorang kakak, tapi daripada kita benar-benar mati, lebih kita coba mematikan bom itu"
"kita cari dulu, kamu ke kanan, aku ke kiri" lanjut Alfred.
Alfred Segera berbalik mencari bom dan dengan cepat ia menghampiri Bom itu.
"Kemari, aku menemukan nya!" ucap Alfred cukup keras.
Namun Pria itu tidak mendengar jawaban dari Kiran.
"ck, kemana dia"
Keadaan membuat Alfred merasa kesal.
Pria memilih untuk langsung mengatik Bom.
Dan dengan cepat ia berhasil mematikan nya.
Barulah ia mencari Kiran.
Kedua mata nya membola ketika melihat Kiran tergeletak dengan wajah pucat.
*-*
Seorang wanita yang terduduk di atas kursi kebanggaan nya, menatap keluar jendela.
Ave sudah tidak bisa melakukan apapun untuk menemukan Kiran.
Dirinya merasa menjadi seorang yang gagal dan buruk bagi pasangan nya.
Hingga ketukan pintu terdengar terburu.
"pergi, saya ingin sendiri"
Orang itu menghiraukan ucapan Ave dan memilih untuk masuk.
"Ms, Nona Kiran!"
*-*
Halo, terima kasih yang sudah membaca dan memberikan vote.
Sehat-sehat kalian.