1O. memories

23 6 0
                                    

Hujan tak henti-hentinya menguyur di bulan Desember, udara dingin membuat Laras semakin merapatkan selimut yang melindunginya. Gadis itu masih terpejam ketika matahari mulai malu-malu memancarkan sinarnya, mengintip dari balik awan perlahan menembus tirai kamarnya, dia masih ingin terlelap sedikit lebih lama.

Liburan akhir tahun telah tiba, sehari setelah semua urusan perkuliahannya usai, Laras segera mengabari Tirta untuk menjemputnya dari kosan. Esok harinya, Laras pulang ke rumah. Seminggu penuh berada di rumah sama sekali bukan hal buruk, Laras menikmatinya. Berhari-hari menjadi seorang pengangguran yang kerjaannya hanya makan, tidur, mandi, nonton tv, main hp, dan sesekali memalak Tirta untuk mentraktirnya minuman boba kesukaannya.

Namun, acara santainya di rumah kerap kali terganggu oleh pikirannya tentang hasil dari ujian akhir yang telah dia lalui. Laras merasa sudah melakukan yang terbaik, tapi entah dengan hasilnya.

Semalam dia tidur agak terlambat, dia ingin tidur sedikit lebih lama tapi acara tidur Laras terganggu. Segala hal yang Laras inginkan tak pernah sejalan dengan kenyataan, pintu kamarnya dibuka cukup keras hingga menimbulkan suara tabrakan antara dinding dan pintu kayu kamarnya. Tirai di kamarnya pun disibak oleh si penyusup membuat sinar matahari langsung menerpa wajahnya.

Gadis itu mengerutkan dahi, lalu menarik selimut semakin tinggi hingga menutupi wajahnya. "Laras masih ngantuk," gumamnya tak jelas.

"Anak gadis jam segini masih molor! Bangun! Anterin, Adam ke sekolah!" Suara mama yang keras menusuk gendang telinga Laras, membuat gadis itu mengerang apalagi ketika selimutnya ditarik dengan paksa.

"Mama, iiiihh!" Protesnya sambil merubah posisi menjadi duduk, masih dengan mata yang terpejam. Lipatan di dahinya mengisyaratkan bahwa dia sedang sangat kesal karena tidurnya diganggu.

"Anterin, Adam!"

"Kan, biasanya dianterin bapak."

"Bapak ada udah ke toko dari subuh tadi. Mama mau nyusul ke toko sekarang, cuma kamu yang nganggur."

"Kak Tirta?"

"Sibuk. Lembur dia. Sekarang aja belum pulang."

Pada akhirnya Laras pasrah mengantar Adam ke sekolah. Dengan raut yang masih kesal, gadis itu membonceng Adam di belakang. Dia mengayuh sepeda dengan susah payah di jalan memanjak karena Adam sudah semakin besar dan berat. Usai mengantarnya, Laras memutuskan untuk bersepeda mumpung hari masih pagi dan cuaca tak terlalu terik.

Gadis itu sempat pulang ke rumah, lalu dilanda bosan menjelang pukul sepuluh pagi karena tak ada orang di rumah. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengeluarkan sepedanya dari garasi dan mengayuhnya dengan perlahan menuju minimarket dekar rumah.  Cuaca hari itu mendung, matahari hanya menunjukkan eksistensinya beberapa kali tapi tak terlalu menyengat. Cuaca yang cocok untuk bersepeda santai. 

Tibanya di minimarket, Laras membeli satu susu kotak untuk menemaninya. Tak tau harus melakukan apa, dia hanya memainkan ponselnya sambil sesekali menyedot susu kotaknya. Dia sedang fokus memandang ponselnya ketika seseorang datang dan duduk di kursi sebelahnya.

"Ras!" Laras mendongak ketika mendengar suara itu. "Ngapain di sini sendirian kayak anak hilang?"

Laras mengalihkan fokusnya kepada lawan bicaranya, meletakan susu kotaknya di atas meja yang menjadi penghalang mereka. "Di rumah lagi gak ada orang. Tadi aku habis sepedaan. Muter-muter, tau-tau udah jauh. Terus pulang, bosen di rumah jadinya ke sini. Lama gak sepedaan ngos-ngosan banget. Nanti malam kakiku bakalan sakit kayaknya." Gadis itu jadi menjelaskan panjang lebar tanpa perlu ditanyai dengan detail. Kahill yang baik hati senantiasa menyimaknya dengan tatapan fokus. "Kamu? Mau ngapain ke sini? Ada yang mau dibeli?"

I'll Be Friend's With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang