Tubuh Jungwon bagai benda tiga dimensi bernyawa dengan pandangan menyorot hampa, lagi-lagi ia gagal memulihkan personalitas yang sudah di angan-angan hampir setiap detik guna menggapai rasionalitas dahulu. Setiap kemungkinan Jungwon semakin dekat dengan ketidakberesan baik secara fisik maupun mental, ia bahkan mengacuhkan berbagai kalimat yang kini terucap di lingkung sekitar sekencang apapun intonasi setiap tuturannya. Pusat saraf Jungwon betul-betul sudah berada di taraf genting.
Dentingan jarum jam yang kini menunjukkan pukul sembilan lebih dua belas menit mengiringi segala tuturan kalimat bualan, Jungwon ingin sekali meraung bahkan memukul apapun guna membawa diri jauh tak peduli dengan segala pesan terakhir mendiang papanya. Akan tetapi saat masa-masa perlawanannya sama sekali tak dihiraukan Jungwon putus akal. Ia seharusnya tak lupa bahwa pria berperawakan tinggi dan berkulit tan itu tak akan pernah melepaskan sebelum Jungwon bersemayam di panti sesuai amanat di pesan terakhir sang papa.
Masa-masa berkabung Jungwon tak pernah dianggap ada bahkan saat dirinya mencoba kembali datang ke kolumbarium untuk sekedar berdoa atau melimpahkan segala rasa sesak yang selalu membebat jiwa. Mungkin Jungwon memang harus pergi dari rumah yang kini meninggalkan terlalu banyak trauma tapi ia tak tahu jika jalan yang diambil harus begini.
Setidaknya biarkan Jungwon duduk di meja makan sembari merenung riang saat salah satu dari mereka saling melempar gurauan, biarkan Jungwon duduk di teras rumah sembari merenung puas saat sang mama tengah menyiram tanaman hias ditemani sang papa di sebelahnya yang tengah mencuci mobil, biarkan Jungwon bertahan barang sesaat hanya untuk beberapa alasan tertentu karena mau bagaimanapun juga Jungwon butuh waktu saat segala tragedi serempak berlangsung.
Saat ini pria di sampingnya tiada bosan merenteng kalimat manis sembari membeberkan segala hobi serta prestasi yang berhasil Jungwon raih, ia benar-benar berlagak sebagai manusia si paling tahu tiap sisi beluk kehidupan Jungwon. Bahkan jika dibanding dengan sang papa, Jungwon pasti akan merasa bingung karena orang lain lebih tahu cerita kehidupannya ketimbang papanya sendiri. Tak heran, semua dilakukan semata-mata hanya untuk menarik simpati. Jungwon tidak akan pernah melupakan setiap percekcokan yang selalu berakhir dimenangkan oleh pria itu berujung ia bisa berada di tempat ini.
"Jadi...namanya Jungwon ya?"
Yang ditanya hanya menarik kedua sudut bibir tanpa berniat menjawab. Tak lama kemudian kepalanya menengok ke arah lelaki yang namanya baru saja disebut sebelum menyenggol lengannya pelan karena menyadari bahwa sedari tadi Jungwon melamun.
"Perkenalkan dirimu." Suruhnya setelah Jungwon tersadar, kedua mata anak itu mengedip-ngedip bingung seperti baru saja kembali pada realita hayat setelah sebelumnya terperosok ilusi semata.
"Hah?"
Respons Jungwon sedikit mengobarkan jiwa-jiwa sentimen pria tersebut, ia berdecak pelan. Setelah beberapa Minggu mereka bersama seharusnya Jungwon tak lambat menyadari bahwa pria di sampingnya ini memiliki tempramen buruk karena mudah sekali terpancing emosi setenang apapun seri mukanya. Bersyukur Jungwon memiliki wajah imut bak kucing gemuk jadi tak heran amukan bisa terelakkan kendatipun semua sangat berbanding terbalik dengan segala sifatnya.
"Nama kamu."
"Namaku? Jungwon."
"Nama yang bagus." Sahut pria lain di sekitarnya, untuk beberapa saat Jungwon kembali mengingat kehadiran pria tersebut di ruangan ini.
"Nama saya Yeonjun. Mulai sekarang ini tempat tinggal baru kamu, selamat datang."
Jungwon tampak tak terima dengan perkataan Yeonjun yang menyebut bahwa tempat ini adalah tempat tinggal baru Jungwon, semua terbukti dengan bagaimana sorot matanya yang kini menyorot tak suka ke arah Yeonjun. Apakah semudah itu Yeonjun percaya pada ucapan pria di sampingnya? Tidak, Jungwon tidak akan pernah membiarkan dirinya berakhir di tempat ini bahkan sebelum keadilan untuk kedua orang tuanya terkabulkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Happy House
Mystery / Thriller【 ft. TXT 】 Kedua orang tuanya meninggal secara misterius membuat Jungwon harus terjebak di sebuah panti bersama segerombol manusia gila dengan berbagai peristiwanya. Orang bilang, panti ini biasa disebut " The Happy House" sama s...