____________________
2014.
Pakaian sekolah nya lusuh, keringat nya berkumpul di dahi dan seluruh bagian tubuh. Dasi sekolah nya entah kemana, sehingga kerah baju nya simpang siur tak tahu arah. Dia menenteng sepasang sepatu nya, mendukung tas sekolah nya yang sedikit robek di bagian atas dengan pernak pernik stiker yang tertempel di sana, lalu tangan kanan nya memegang selembar kertas formulir pendaftaran sekolah menengah pertama.
Dia berlari kecil, dari sekolah hingga sampai dirumah. Menutup pagar dengan cepat, menaruh sepatu di tempat nya, lalu segera masuk ke dalam rumah. Sebelum itu.. dia mengambil tas nya yang ia letakkan di atas rak sepatu sewaktu menaruh sepatu nya disana.
Enam tahun sekolah dasar, kini lelaki kecil yang berproses menjadi remaja itu, sudah ingin menginjak kaki pada sekolah menengah pertama. Selama sekolah, dia bahkan lupa apa saja yang ia lalui, hanya saja dia selalu mengingat permainan apa yang ia lakukan setiap tahun kenaikan kelas. Dia bukan lah siswa teladan, perkelahian selalu saja terjadi, membuat ibu di panggil ke sekolah selalu saja terjadi. Meski begitu, di setiap pembagian raport, ia selalu membuat ibu dipanggil maju kedepan karena prestasi yang ia dapat. Nama nya selalu menggema ketika seorang guru menyebutkan peringkat pertama.
"Hei kenapa, sih? Kok lari-lari, hah?"
"Ci.. ibu dimana?" Dia bukan nya menjawab pertanyaan kakak pertama nya, malah kembali bertanya dimana keberadaan sang ibu.
Shani indira bhanuresmi-Kakak pertama Azizi, dia lima tahun lebih tua dari sang adik. Tapi, kalau dengan adik nya yang pertama, ia hanya satu tahun lebih tua. Dia saat ini duduk di bangku sekolah menengah atas kelas dua. Sama seperti Azizi, shani juga merupakan siswi pintar di sekolah nya, bahkan paling pintar karena selalu berhasil membawa piala juara umum dan mendapat bebas pembayaran sekolah hingga lima bulan.
"Di dapur." Dia menatap tubuh kotor Azizi."Kamu ini loh, sekolah atau apa sih.. kok ya kotor semua gini." Dia menggelengkan kepala nya.
Sedang sang adik sedikit pun tak peduli, malah dia sekarang sudah melenggang pergi dari hadapan shani. Azizi segera berlari kecil ke arah dapur untuk menemui sang ibu. Tapi begitu sampai, ia hanya menemukan kakak kedua nya yang terlihat tengah menggoreng tempe.
"Kenapa lari-lari, sih dek?" Gracia lebih dulu menegur Azizi yang seperti orang mencari sesuatu yang hilang.
Shania gracia bhanuresmi-Dia anak tengah tapi seperti anak bungsu. Kakak kedua Azizi, kakak tapi rasa nya seperti teman sebaya. Berbeda dengan Shani dan Azizi, gracia ini bukan lah murid yang pintar dan teladan di sekolah. Beberapa kali ibu dan bapak di panggil ke sekolah karena gracia ikut serta dalam geng geng-an yang selalu berkelahi ketika pulang sekolah. Dan beberapa kali juga ibu dan bapak di panggil oleh wali kelas karena gracia selalu membawa lipstik ke sekolah. Bahkan beberapa kali juga gracia ketahuan minggat dari sekolah saat pelajaran masih berlangsung. Namun meski begitu, ia cukup rajin ketika di rumah. Jarang membantah, karena kalau berani, kepala nya bisa miring karena di tempeleng oleh bapak.
"Ibu dimana? Lihat enggak?"
"Tuh." Gracia menunjuk ibu yang sedang membakar sampah di halaman belakang.
Tanpa babibu, Azizi kembali melangkah kan kaki nya untuk menemui ibu. Kertas formulir yang ia bawa sudah sedikit kusut dan bagian ujung atas kertas sedikit ada sobekan.
"Bu, aku mau sekolah disini, ya?" Kata nya sambil menyodorkan selembar kertas itu pada ibu.
Ibu mengambil nya lalu membaca bagian atas formulir, lalu alis nya bertaut kemudian menghela nafas panjang."Smp garda jaya, mahal lho, dek.. uang nya dari mana coba, perbulan aja tiga ratus ribu." Jawab ibu sembari berjalan untuk kembali masuk ke dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewasa Itu Sepi, Ya
Fiksi PenggemarSekitarku ramai, mereka ramai, namun aku tetap kesepian.