02 - With Family

145 67 112
                                    

Baskara melaju mobil dengan kecepatan sedang. Anin hanya bersandar bosan pada pundak kakak pertamanya setelah Izaz tidak lagi bersandar. Karena terus dilanda dengan kebosanan selama perjalanan yang Anin tidak tau tujuannya dengan jelas, Anin pun memainkan ponsel. Beralih menuju aplikasi kesukaannya, tetapi itu tidak berhasil menghilangkan rasa bosan.

Anin melihat kedua kakaknya secara bergantian yang fokus dengan layar ponsel masing-masing. "Main hape mulu, kalian gak bosen?" tanya Anin.

Bukannya menjawab Shindu dan Izaz menganggap pertanyaan Anin seperti angin lalu. Hal itu membuat Anin cemberut tidak lupa dengan jurus andalan, mengadu kepada ibu.

"Bu," panggil Anin dengan wajah cemberut.

"Ada apa?" Ibu langsung menoleh ke belakang mendapatkan anak bungsu menekuk wajahnya.

"Mas Shindu sama Kak Izaz, enggak jawab pertanyaan dari aku." Anin mengadu dengan wajah yang dibuat-buat agar terlihat sealami mungkin.

"Shindu! Izaz!" panggil Ibu dengan nada yang galak membuat si kembar langsung menyimpan ponsel lalu menatap wajah sang ibu. "Kalian kebiasaan banget, jahilin adeknya terus."

"Perasaan hari ini aku gak jahil loh, Bu. Kok jadi Shindu yang kena omel?" tanya Shindu menatap kearah Anin sekilas dengan sorot mata yang tajam. Anin melihat lirikan sangat kakak tidak dapat membuat nyalinya menciut.

"Anin aja yang bikin gara-gara, padahal kita sendiri asik main hape." tambah Izaz. Merasa tidak terima karena omelan dari sang ibu, Izaz pun mencubit lengan Anin dengan keras.

Anin meringis merasakan lengannya perih karena cubitan yang di berikan oleh Izaz. "Nah, kan, Bu. Kata siapa aku cari gara-gara, ini nih Kak Izaz cubit lengan aku sampai merah." Anin langsung memperlihatkan lengannya yang sudah memerah karena ulah Izaz.

"Sudahlah, Ibu pusing. Shindu, Izaz, sudah kalian jangan jahilin adiknya. Kalau Anin kalian tanya di jawab, jangan dicuekin." Ibu lantas kembali menatap depan.

"Lo kenapa sih, bikin gara-gara mulu," ucap Izaz kepada Anin dengan lirih agar tidak bisa di dengan oleh orang tuanya.

"Gue terus. Lo berdua duluan yang gak jawab pertanyaan gue, tinggal jawab apa susahnya sih. Ribet banget lo berdua, udah kaya cewek aja." Merasa malas berdebat dengan kakaknya itu, Anin lantas menyenderkan kepalanya pada kursi penumpang membiarkan Izaz mengoceh tidak jelas.

***

Melihat bangunan yang menjulang ke atas dan tampak begitu ramai oleh pengunjung membuat Ibu serta ketiga anaknya melongo seketika. Saat berada di parkiran ia juga tidak lepas menceramahi suaminya, padahal Yunita sedikit berharap akan berjalan-jalan ke Pantai, taman bunga dan sebagainya.

Namun harapan itu sirna begitu saja setelah mobil Baskara memasuki area mall yang tidak asing bagi mereka semua.

"Udah capek duduk di mobil hampir satu jam, eh malah tujuannya cuma ke sini," sindir Shindu menghela napas berat.

"Gak pa-pa dong, sekalian healing. Lagian pemandangan yang tadi kita lewati juga bikin mata adem, kan?" ucap kepala keluarga itu. Memang benar apa yang dikatakan olehnya, pemandangan yang tadi di lewati mampu membuat mata mereka betah untuk memandanginya setiap saat.

"Iya, sih, tapi gak begitu caranya. Kita harus hemat, udah tau bensin mahal." Yunita kini membalas ucapan suami dengan nada jengkel.

"Gak pa-pa kalo sesekali, lagian aku yang cari duit," ucap Baskara. "Karena Ayah lagi baik, kalian boleh beli apa aja yang penting barangnya berguna jangan cuma buat pajangan di kamar."

Sorot ketiga anak Baskara dan Yunita itu berbinar bagaikan orang yang baru saja mendapatkan hadiah. Senyum manis terbit di bibir Anin sesekali memikirkan barang-barang yang ingin dibeli.

Unspoken Traces (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang