XXI. Aqua Fortis

1.5K 294 45
                                    

⠀⠀"Seharusnya tidak jauh," Georgie bergumam, sesekali mengintip kejauhan lewat binokular. Gunnar bersiul-siul di sebelahnya, mengemudikan Windrider dengan mulus.

⠀⠀Hawk bersandar pada jendela ruang navigasi, melipat lengan. Badai abadi memang menyimpangkan mereka ke arah yang salah, sehingga mereka harus sedikit memutar untuk mencapai Atol Pergussa. Meskipun begitu, Georgie telah menghitung jaraknya dengan detail dan menyatakan bahwa hanya perlu beberapa putaran jam pasir lagi untuk sampai.

⠀⠀Sesungguhnya, Hawk masih tidak terlalu yakin untuk melanjutkan perjalanan secepat ini. Ia memandang sekeliling—pada para juru kelat yang mengatur tali-temali, hingga kru lain yang sibuk memperbaiki kerusakan. Bukan hanya Windrider yang gompal di sana-sini karena badai abadi, tapi awaknya pun masih tampak kelelahan. Sebagian besar energi mereka sudah terkuras, tapi tak ada waktu untuk beristirahat.

⠀⠀Altan berpijar lagi segera setelah mereka lolos dari badai, membuat semua orang panik. Melihat ekspresi kalut di wajah sahabatnya, Hawk tak punya hati untuk menunda-nunda. Hanya satu langkah lagi, dan mereka dapat menemukan Penyihir Laut.

⠀⠀Tapi jika Penyihir Laut pun tak bisa membantu…

⠀⠀Kegelapan di dalam dada Hawk berpuntir, membawa rasa putus asa. Sang kapten memutuskan untuk abai, dan menuruni tangga geladak demi mencari pengalih kekhawatiran.

⠀⠀Seolah kakinya memiliki pikiran sendiri, secara otomatis langkah Hawk membawanya masuk ke bagian dalam kapal. Menuruni tangga lagi, melewati lorong sempit, hingga akhirnya ia berhenti di depan sebuah pintu. Sudah jelas, inilah yang dituju kaki-kakinya—dan mungkin, hatinya.

⠀⠀Hawk mendorong pintu dapur perlahan, menampakkan Carina yang duduk di meja dengan wajah serius. Kerutan muncul di keningnya, sementara kedua mata fokus pada mangkuk air laut. Cakar-cakarnya mencabik potongan jamur, bibir bernyanyi lirih.

⠀⠀Berusaha tidak mengganggu konsentrasi sang Diviner, Hawk melangkah masuk tanpa suara. Ia duduk di ujung meja yang satu lagi, menunggu Carina selesai dengan pekerjaannya…

⠀⠀Sebelum tersadar sesuatu.

⠀⠀Tepatnya, pada nyanyian kecil yang terdengar serak, juga bulir-bulir keringat di dahi gadis itu. Begitu pula dengan kerutan di antara alisnya—Carina bukan hanya sedang berkonsentrasi, ia juga menahan sakit.

⠀⠀"Car?" panggil Hawk akhirnya.

⠀⠀Si siren menyahut tanpa sedikitpun mengangkat kepala, "Ya?"

⠀⠀"Apakah kau baik-baik saja?"

⠀⠀Gadis itu membuka mulut untuk menjawab, sebelum membatalkan niat. Ia tampak berpikir sejenak, sebelum menggeleng.

⠀⠀"Kau tidak baik-baik saja?" Hawk memastikan sekali lagi.

⠀⠀Carina hanya melirik, lalu melanjutkan pekerjaannya. Melanjutkan mantra dengan suara serak yang aneh itu—Hawk tidak pernah tahu bahwa siren bisa serak juga—hingga semua ramuan sudah masuk ke dalam botol-botol kaca kecil. Kemudian, barulah tatapan Carina kembali pada sang kapten yang menunggu dengan tidak sabar.

⠀⠀"Hanya lelah," ucap Carina.

⠀⠀Oh, benar juga. Kedua siren tak henti bernyanyi dan berenang melawan ombak saat mereka melewati badai abadi, jadi tidak heran kalau Carina kelelahan.

⠀⠀Refleks, Hawk mencondongkan tubuh untuk meraih tangan gadis itu. Sayangnya, begitu kulit kasar Hawk bertemu dengan cakar berselaput si siren, kegelapan mengalir begitu saja. Mengerjap bingung, sang kapten baru menyadari bahwa dia tak hanya merasakan bayang-bayang di dalam dadanya, tapi juga di diri Carina.

Of Sand and ShadowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang