16. Secret
Se-tidak pernah nya kamu berbuat kesalahan, kebencian dari manusia pasti tetap ada. Jadi, jangan terlalu di ambil pusing, terus jalan saja.
•••
Dua manusia yang sedari tadi bungkam, diam dan berkecamuk pada fikiran masing-masing. Hembusan angin yang menerpa kulit keduanya membuat beberapa bulu kuduk menjadi merinding, bukan karena dingin, melainkan karena rindu. Pemandangan yang ada di depan hanya memperlihatkan beberapa orang yang berlalu lalang mendorong brangkar yang berisikan manusia tidak berdaya di atasnya.
Aroma pekat yang berasal dari obat-obatan menghunus indra penciuman pada setiap sudut ruangan. Hanya suara derap langkah kaki yang menyelimuti keheningan. Di temani beberapa suara isak tangis dari beberapa keluarga pasien yang tengah berduka cita.
"Than..." Suara bariton itu membuyarkan lamunan Thanisa. Gadis itu menoleh dan mendapati sesosok laki-laki tampan dengan mata bengkak berjalan ke arahnya.
Thanisa tak berkata sepatah katapun. Ia memalingkan lagi wajahnya ke arah lain dengan derai air mata yang terus membasahi pipinya. Saat laki-laki tadi sudah duduk di sampingnya, Thanisa hendak beranjak pergi namun, pergelangan tangannya langsung di tahan oleh laki-laki itu.
"Kenapa?" Thanisa bertanya dengan suara yang bergetar, menghempaskan tangan laki-laki tadi dari pergelangan tangannya.
"Lo percaya sama gue, kan?"
Thanisa hanya diam, hanya diam dengan mulutnya yang terus tertutup tanpa terbuka untuk mengeluarkan sepatah kata lagi. Ia memandang tajam manik hazel milik laki-laki tampan di hadapannya.
"Than? Lo percaya gue kan?"laki-laki tadi kembali bertanya saat Thanisa tak kunjung menjawab pertanyaannya.
"Gue berani sumpah, Than. Lo harus percaya sama gue." Ucap laki-laki itu lagi dengan derai air mata yang terus membasahi wajahnya.
"Rahasia apa lagi yang kamu sembunyikan dari kita? Aku tau, aku orang baru di kehidupan kamu, aku bukan siapa-siapa di keluarga kamu, tapi aku ikut terluka denger ini semua."
"Gue gak seburuk itu, Than. Gue gak mungkin ngehancurin kepercayaan orang tua gue, abang gue, orang terdekat gue. Lo harus percaya sama gue, gue terpuruk di situasi ini, Than."
Thanisa mengangguk, berjalan mendekat ke arah laki-laki itu untuk mengikis jarak di antara keduanya. Tangannya terulur untuk menghapus buliran bening yang baru jatuh dari mata indah milik laki-laki tampan di hadapannya. "Jangan nangis, aku gak mau." Hanya itu yang Thanisa katakan sebelum ia pergi menjauh dari hadapan laki-laki tadi.
Tidak ada pencegahan dari laki-laki itu, ia hanya memperhatikan Thanisa yang kian semakin menjauh dan menghilang dari pandangannya. Laki-laki itu terduduk di lantai dingin rumah sakit, memukuli dadanya yang terasa begitu sesak. Seperti tidak ada kesempatan untuk menghirup udara segar esok hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thanisa melampaui nestapa
Werewolf"Semua orang yang menyakiti maka akan tersakiti. Tapi semua orang yang membahagiakan belum tentu dapat kebahagiaan" LUKA ITU TERLALU BANYAK TAPI TIDAK SATU PUN ADA YANG BERDARAH. TRAUMA ITU MELEKAT, MENCARI OBAT DI MANA DAN SIAPA YANG DAPAT MENYEM...