EPISODE 4

15 6 0
                                    

Terhitung 5 hari sejak percakapanku dengan pangeran mengenai pohon kehidupan. Selama itu aku menghabiskan hari dengan makan, tidur, dan belajar etika kerajaan bersama Bibi Kal. Hanya pelajaran dasar seperti etika makan atau memberi salam.

Semakin rendah status seseorang maka semakin rendah pula ia menundukkan kepala. Umumnya rakyat biasa akan bersujud untuk memberi salam kepada para bangsawan terlebih lagi kepada keturunan kekaisaran, sangat penting untuk memujinya terlebih dahulu.

Aku tersentak kecil mendengar suara ketukan pintu, berapa lama aku melamun?

"Waktunya makan siang, nona Lir," seperti biasa suara Bibi Kal menjemput ku untuk makan malam.

Ku torehkan kepalaku menatap Bibi Kal yang masih setia menundukkan kepalanya, "Makan malam seorang diri lagi, Bibi Kal?."

Melihatnya membuka mulut hendak menjawab segera ku dahului, "yah.. yah.. aku sudah tau jawabannya."

Ku langkahkan kaki melewati Bibi Kal, menyeret gaun indah nan berat yang menyapu lantai istana. Mungkin inilah alasan istana yang begitu luas selalu terlihat bersih, aku harus mencobanya saat berhasil pulang. Entah kapan.

Mengenai pangeran, aku sudah tidak melihat batang hidungnya sejak percakapan kami.

'Beliau sedang mengerjakan beberapa urusan istana untuk mengantikan Yang Mulia Raja yang sedang tidak berada di istana',  itulah yang kudengar dari Bibi Kal.

Akhirnya kakiku memasuki ruang makan, dua pengawal setia berdiri didepan pintu, para pelayan dapur berjejer siap menyajikan makanan, meja panjang dengan beberapa kursi disekelilingnya dipenuhi berbagai macam makanan. Berlebihan sekali memberi makan satu orang saja, aku bahkan tidak akan bisa menghabiskan setengahnya.

"PANGERAN MUDA KEKAISARAN AYRUS MEMASUKI RUANGAN" Teriakan dari salah seorang pengawal menggema diruang makan.

Seorang yang diteriakkan namanya itu menghampiriku dengan senyum khasnya. Tak ada yang berubah, jubah putih, wibawa seorang bangsawan, dan jangan lupakan tatapan memikat itu. Definisi pemimpin yang sempurna.

Mengerti apa yang harus dilakukan, sedikit menekuk kedua lututku dan menundukkan kepala sebagai salam penghormatan, "Lir, tamu kehormatan Kekaisaran Ayrus memberi salam kepada Pangeran Muda. Cahaya matahari selalu menyertai yang mulia."

Aku bisa mendengarnya terkekeh, apa ada yang salah? Padahal aku sudah berlatih dan bersiap untuk ini. "Baiklah. Aku menerima salam mu, Lir. Aku yakin Pelayan Kal pasti sudah sangat bersusah payah mengajarimu dalam waktu singkat."

Kutatap nyalang lelaki tampan didepanku ini, kenapa selalu ada unsur mengejek disetiap kalimatnya? Menyebalkan.

Saat akan menjawab, ia menyelaku. "Tunda dulu perdebatan ini, makanannya sudah mulai dingin."

***

"Sudah menemukan solusi untuk kembali ketempat asalmu, Lir?" Pangeran memulai percakapan.

"Belum, Pangeran"

Dimalam yang damai, kami berjalan beriringan melewati lorong istana.

"Aku berharap bisa membantumu"

"Apa yang anda berikan pada saya sudah lebih dari cukup, yang mulia."

"Aku lupa mengatakannya, besok Ayahku akan kembali ke istana. Mungkin beliau akan mengajukan beberapa pertanyaan jadi persiapkan dirimu."

Tubuhku menegang. Kenapa mendadak?

"Baik, Pangeran."

Kualihkan pandanganku pada langit malam. Indah sekali, ada beberapa lampion terbang dengan anggun.

"Mungkin karena hari ini adalah festival matahari." Pangeran menghentikan langkahnya memberiku kesempatan menikmati keindahan yang ada.

"Festival matahari?"

"Setiap tahun ibu kota Kekaisaran Ayrus akan mengadakan festival sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Matahari yang telah memberikan kemakmuran untuk Kekaisaran Ayrus."

"Anda tidak pergi ke festival, Pangeran?"

"Tidak"

"Kenapa?" aku sempat melihatnya menghela nafas sejenak, apa aku terlalu banyak bertanya?

"Aturan Istana tidak mengizinkan seorang keturunan Raja menginjakkan kakinya keluar istana sebelum pelantikan mahkota. Untuk sekedar informasi apabila kau bertanya 'kenapa' lagi, Aturan ini dibuat oleh leluhur Kekaisaran Ayrus dengan tujuan keamanan."

Aku menatapnya terkejut, "jadi, seumur hidup anda tidak pernah melihat hal selain tembok besar dan manusia kaku disini?"

"Memang 'hal' seperti apa yang harus kulihat? Istana ini adalah duniaku. Mengabdi kepada Kekaisaran Ayrus sudah menjadi takdirku."

"Ada banyak hal indah diluar sana dan anda memiliki hak yang sama untuk bisa menikmati keindahannya, Pangeran." Entah kenapa aku ingin mengatakan ini, meski sudah jelas bukan urusanku.

"Untuk bisa mengepakkan sayap, mungkin tak apa sekali saja melanggar aturan dan meninggalkan sangkar." lanjutku.

"Meski ingin aku tidak akan bisa keluar dari sangkar maupun mengepakkan sayap, Lir. Seumur hidup rantai ini memgikat hidupku dengan kuat." Untuk pertama kalinya aku melihat tatapan yang berbeda dari matanya, tatapan sendu yang menutup rapat goresan yang telah lama dibiarkan hingga membusuk.

"Anda bisa, Pangeran. Jika tidak untuk diri anda sendiri setidaknya percayalah kepada saya yang memiliki kepercayaan kuat."

Keadaan menjadi hening untuk beberapa menit. Kami kembali menatap langit dengan fokus pada fikiran masing-masing.

"Anda ingin bermain, pangeran?". aku bisa melihatnya keheranan dengan ajakanku yang tiba-tiba.

"Tidakkah terlalu dewasa untuk bermain seperti anak kecil."

"Itu tidak menjadi masalah, lagi pula tak ada yang tau."

Ia berfikir sejenak sebelum berkata, "baiklah, permainan seperti apa yang ingin kau mainkan?"

"Permainan ini disebut 'suit', ibu jari adalah gajah, jari telunjuk adalah manusia, sedangkan jari kelingking artinya semut. Jika saya menunjukkan mamusia maka pangeran harus menunjukkan  gajah, jika saya menunjukkan semut maka pangeran harus menunjukkan manusia untuk bisa menang."

"Itu mudah saja." Aku bisa mendengar kepercayaan diri pada nadanya.

"Yang kalah harus mengabulkan permintaan pemenang."

"Baiklah, lagi pula aku tidak akan kalah begitu saja."

Perkataannya sangat berbanding terbalik dengan yang terjadi. Bagaimana tidak? Ini sudah lebih dari sepuluh kali kami mengulangi permainan dan sebamyak itu juga ia tidak mengakui kekalahannya. Ini menjadi sangat menyebalkan.

"Ini yang terakhir pangeran, atau selamanya kita akan memainkan permainan ini."

"Baiklah, ini yang terakhir."

'suit'

Semut melawan gajah, akulah pemenangnya.

"Ini tidak bisa terjadi, bagaimana mungkin gajah dikalahkan oleh semut?"

"Bisa saja yang mulia, bahkan nyamukpun bisa sangat berbahaya bagi manusia. Pada intinya saya pemenangnya dan sesuai perjanjian anda harus mengabulkan permintaan saya."





Miracle4714, 03/02/24

AYRUS {The Legend Of Last Stone}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang