Lapangan basket SMA Eagle Stars sedang ramai. Siswa-siswi dan beberapa guru menonton tim basket sekolah yang tengah latihan mempersiapkan pertandingan tiga bulan ke depan. Sorak-sorai terdengar riuh, terutama dari para siswi yang bersahut-sahutan menyemangati pemain favorit mereka.
"Rere! Lihat, crush gue ganteng banget!" seru Dayra sambil memukul-mukul bahu sahabatnya.
"Harusnya nih anak dibawa ke psikolog biar nggak stres berkepanjangan," gumam sahabatnya yang berhijab putih,
"Kok dia ganteng banget, sih?! Gue meleleh liatnya!" Dayra semakin histeris, tangannya masih sibuk memukul sahabatnya yang pasrah seperti samsak hidup.
Sahabatnya hanya memutar bola mata, merasa kesal tapi malas menanggapi. “Capek deh...” batinnya.
Latihan akhirnya berakhir, dan seperti biasa, fans-fans langsung mendekati pemain basket. Mereka membawa hadiah berupa air minum, cokelat, dan berbagai macam bingkisan.
"Re, tolong kasihin ini ke dia!" pinta Dayra sambil menyodorkan sebotol minuman.
"Gak mau. Yang punya crush siapa, coba?" balas sahabatnya.
"Please, tolongin gue kali ini!"
"Gak."
"Plis banget, Re!"
Sahabatnya menarik napas panjang. "Oke, aku temenin. Tapi kamu yang kasih sendiri."
"Eh, nggak mau! Lo aja yang kasih."
"Aku temenin doang. Atau kamu mau nyelip di antara kerumunan cewek-cewek gila cogan itu sendirian?" sindir sahabatnya.
Akhirnya, dengan wajah merajuk, Dayra pasrah. "Yaudah deh..."
Mereka berdua berjalan menuju pinggir kerumunan. Sahabatnya meminta salah satu anggota tim basket untuk memanggil sang kapten keluar dari lautan fans.
"Kapten, ada yang mau kasih minuman nih," kata pemain itu sambil meninggalkan mereka.
Kapten basket itu mendekat, menatap teduh ke arah Dayra. Dengan rambut cokelat bergelombang dan tubuh mungil yang hanya setinggi dadanya, Dayra memberanikan diri menyodorkan botol minuman. Lelaki itu tersenyum ramah dan menerimanya.
Mampus, senyum aja cakep. Gimana kalau aku pingsan sekarang juga? batin Dayra.
"Udah kan, yok ke kelas! Udah mau masuk!" tegas sahabatnya sambil menarik lengan Dayra yang masih terpaku.
"Ma-makasih..." ucap sang kapten, menatap dua gadis yang kini beranjak menjauh.
---
Lonceng berbunyi, tanda jam pelajaran pertama segera dimulai. Siswa-siswi yang masih di luar kelas berlari terburu-buru seperti orang dikejar debt collector. Sekolah kembali sunyi.
Seorang guru masuk ke kelas, langkah sepatunya menggema di lantai keramik. Semua mata tertuju padanya. Wanita paruh baya itu mengenakan seragam PNS dan membawa beberapa buku di tangannya.
"Selamat pagi, anak-anak!" sapa guru itu.
"Selamat pagi, Bu Tika!" jawab mereka serempak.
Bu Tika, guru prakarya, mempersilakan murid-murid duduk dan memulai doa sesuai keyakinan masing-masing sebelum pelajaran dimulai.
"Kalian ada tugas, kan?" tanya Bu Tika.
"Ada, Bu. Jawab tiga soal esai!" jawab seorang siswa.
"Yang belum selesai, segera selesaikan. Kalau sudah, kalian boleh mengobrol, tapi jangan ribut. Ibu mau keluar sebentar, ada urusan mendadak."
"Iya, Bu!" jawab mereka serempak.
"Jangan ada yang keluar kelas!" titah Bu Tika sebelum meninggalkan ruangan.
Begitu guru itu pergi, kelas langsung ramai seperti pasar malam. 10 menit berlalu, Bu Tika kembali—tapi kali ini ia membawa selembar kulit jagung, membuat para siswa penasaran.
"Sudah selesai tugasnya?" tanya Bu Tika.
"Sudah, Bu!" jawab mereka kompak.
"Bagus. Kumpulkan buku kalian sekarang."
Siswa-siswi bergegas mengumpulkan tugas, kemudian kembali ke tempat masing-masing.
"Anak-anak, tahu apa yang ibu bawa ini?" tanya Bu Tika sambil mengangkat kulit jagung di tangannya.
"Itu kulit jagung, Bu!" jawab seorang siswa di pojok depan.
"Betul. Tahukah kalian, kulit jagung bisa dijadikan kerajinan tangan, seperti figura foto, kotak tisu, atau gantungan kunci?"
Murid-murid mengangguk.
"Tugas kalian adalah membuat kerajinan dari kulit jagung. Silakan bentuk kelompok berisi tiga orang atau lebih. Temanya bebas, tapi jangan aneh-aneh. Waktu kalian seminggu, dan kerjakan dengan serius ya."
"Baik, Bu!"
Setelah memberi instruksi, Bu Tika tersenyum. "Karena tugas sudah jelas, saya kasih jam kosong kali ini. Silakan gunakan waktu dengan baik."
Sorak-sorai terdengar. Bu Tika tertawa kecil melihat antusiasme murid-murid sebelum akhirnya meninggalkan kelas.
---
Sementara itu, Rhea dan Dayra melirik ke arah seorang gadis keturunan Tionghoa bernama Yu Jie.
"Yu Jie, kelompok kami kurang anggota. Kamu mau gabung?" tanya Rhea.
Yu Jie tersenyum. "Mau, tapi kerja kelompoknya di rumah aku aja, ya. Malas keluar rumah, hehe."
"Siap. Sabtu kita bisa, kan?" Dayra menimpali.
"Sabtu, ya? Oke, aku share alamat nanti."
"Thanks, Yu Jie!" Mereka melambaikan tangan dan kembali ke tempat duduk masing-masing.
Saat Rhea duduk, seorang gadis dengan makeup mencolok mendekatinya. Dia Mika, siswi yang terkenal malas dan sering berurusan dengan guru BK.
"Rhea, boleh dong nyontek tugas Bahasa Indonesia kamu. Kamu kan si paling pinter di kelas," pinta Mika dengan nada meremehkan.
Rhea tersenyum tipis, hampir sinis. "Kemarin udah nyontek, sekarang nyontek lagi. Otaknya kentang banget," pikirnya.
"Nyontek sama yang lain aja, Mika."
"Bilang aja, kamu pelit!"
"Ya, terus kenapa? Aku bebas dong mau ngasih jawaban atau nggak."
"Pinter tapi pelit. Nggak guna!" Mika mengumpat dengan kesal.
Rhea hanya terkekeh. "Daripada kamu punya otak tapi nggak dipakai buat mikir, malah sibuk nyontek."
Mika menggerutu dalam hati. "Kalau bukan anak bela diri, udah gue cekik nih anak." Tanpa berkata apa-apa, Mika kembali ke tempat duduknya.
Dayra mendekati Rhea sambil tertawa. "Kenapa tuh Mika? Mukanya kusut banget."
"Biasa, minta contekan. Aku tolak, makanya kusut kayak baju nggak disetrika setahun," jawab Rhea santai.
"Haha, setahun doang? Kurang, harusnya 95 abad biar maksimal kusutnya!" balas Dayra sambil tertawa.
Mereka berdua tertawa puas, sementara Mika masih sibuk mencari korban lain untuk menyontek.
---
Bel istirahat berbunyi, menandakan waktu makan siang tiba. Suasana kelas mulai riuh lagi saat para siswa bergegas keluar menuju kantin.
^Bersyambung...^
See you next chapter,readers...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear best friend
Teen Fiction"kita harus jadi besti selamanya, janji!" dua gadis kecil itu mengaitkan jari kelingking mereka membentuk sebuah ikatan janji sederhana. Namanya Addina Rhea Alifa dan Dayra Keanu Lyoza putri. mereka adalah dua sahabat yang selalu bersama sejak merek...