LF 15: RINDU

45 37 4
                                    

Happy reading all!🦋💞

.

.

*****

Malam itu, tepat pada pukul 8, Arshilla masih duduk di teras rumahnya. Rumahnya itu memang cukup besar, dan cukup menampung banyak orang, tapi kenyataannya dia sekarang sendiri.

"Nyonya sama tuan besar, lama amat baliknya. Kangen juga gue," monolog gadis itu sambil memainkan jari-jarinya.

"Ini juga bocah satu, pulang dari London nya lama amat kaya mau tinggal disana aja." sudah sangat lama kakaknya itu menghilang dari pandangan, jika diingat-ingat mungkin terakhir kali dirinya dan Mia bertemu adalah 8 hari yang lalu.

Tanpa berpikir panjang, Arshilla membuka ponselnya dan menekan satu nama di jajaran kontak tersebut.

"Wehh wehh, halooo!" Ujar orang di sebelah sana heboh.

"Hai juga," sapa gadis itu, kentara tampak diwajahnya kebahagiaan yang amat kental.

"Ngapain tuh? Sendirian yaaa?" Goda Mia di sebrang sana, tampak gadis itu kini sedang berada di salah satu restoran kota London.

"Biasalah," balas Shilla.

"Nggak mau balik, lo? Betah amat disana," Sindir gadis itu terang-terangan pada kakaknya.

"Maless, enak disini ajaa ademmm,"balas Mia seraya tertawa.

"Emangnya disini nggak adem?" Ujar Shilla balik bertanya.

"Enggak!"

"Pala lo!"

Setalah lama berbincang, akhirnya sambungan telepon itu terputus, Arshilla tidak tau apa yang harus dia lakukan sekarang, sendirian di rumah sebesar ini memang membuatnya sangat-sangat kesunyian.

"Andai aja waktu itu mama ngasih gue adik, pasti gak sepi-sepi amat kaya gini," ujar gadis itu.

Setelah melahirkannya, Nezza tidak berencana untuk menambah keturunan lagi, dikarenakan ingin sibuk berkarir.

Saat hendak berjalan masuk kedalam pintu rumah, gadis itu menangkap cahaya terang yang berasal dari mobil pribadi milik orang tuanya, dia tersenyum tipis lalu memilih tetap berdiri disana.

Aldifto keluar dari mobilnya disusul Nezza dari belakang, tidak ada kesan ramah sama sekali terhadap anak perempuannya itu.

"Mama udah pulang?" Tanya gadis itu ramah, sedangkan Nezza masih sibuk memainkan ponselnya.

"Belum, ntar mau pergi lagi," meskipun nadanya terkesan ketus dan jutek, namun shilla tidak mempermasalahkan itu semua sebab sudah biasa.

"Pa," ujarnya pelan mengulurkan tangan berharap menyalami tangan besar papanya itu, sedangkan Difto hanya melirik tak minat.

"Minggir, saya capek." ujar Difto lalu berlalu pergi begitu saja.

Nezza yang melihat tangan anak perempuannya itu masih tergantung di udara itu pun tiba-tiba merasakan iba di hatinya, bagaimana pun juga shilla tetap anaknya, putri bungsu keluarga byantara yang cantik itu memang kurang dalam bidang akademik, tapi Arshilla memiliki banyak kelebihan lainnya. Namun entah kenapa hati nezza dan suaminya itu sangat keras.

Last ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang