13. Belajar Melepaskan

798 23 0
                                    

🌷🌷🌷

'Sayang, kamu di mana? Kenapa baru angkat telfon aku?' tanya Atlas ketika Alina telah menjawab panggilan telepon darinya.

Dari tadi siang, Atlas sudah berusaha untuk terus menghubungi Alina namun kekasihnya itu tidak memberikan respon apa-apa. Bahkan dia sama sekali tidak datang ke restoran tempat janjian mereka yang biasanya.

'Sayang, kok kamu diem?

'Atlas, kayaknya kita emang nggak bisa lanjutin hubungan kita lagi.'

Pernyataan Alina tentu membuat Atlas terkejut.

'Apa? Maksud kamu gimana? Kamu kecewa karena aku belum ambil tindakan buat menceraikan, Anin? Tapi aku udah bilang 'kan, alasannya? Kamu cuma perlu menunggu sebentar, Al ...'

'Nggak bisa, Atlas. Sekarang aku tahu kenapa mama kamu begitu menginginkan Anin menjadi istri kamu. Karena dia memang perempuan yang baik. Aku nggak mau kamu dibenci sama mama kamu karena harus memaksakan kehendak kita untuk bersama.'

Atlas menggelengkan kepalanya panik. Kenapa Alina tiba-tiba begini? Apa yang telah terjadi?

'Kamu kenapa begini sih, Al? Apa ada seseorang yang menekan kamu? Kamu diancam?'

'No, nggak ada yang mengancam aku, Atlas. Tapi kalau dipikir-pikir buat apa kita melanjutkan hubungan kita kalau aku sendiri nggak diterima di keluarga kamu. Aku juga gak mungkin bikin kamu terpisah sama mama kamu. Gimana pun dia itu perempuan yang udah melahirkan kamu. Dia jauh lebih berhak memiliki kamu ketimbang aku.'

'Kamu pasti lagi ngelantur, sekarang jangan bicara apa-apa dulu. Aku bakal ke sana. Kita harus bicara, ya.'

'Nggak bisa, Atlas. Untuk saat ini kita belum bisa ketemu. Aku mohon biarin aku pergi untuk menenangkan diri.'

Setelah mengatakan itu, Alina memutuskan sambungan telepon. Atlas kembali mencoba menghubungi nomor Alina, tapi layanan operator mengatakan bahwa nomor Alina sudah tidak aktif lagi.

"Nggak, Al. Kamu nggak boleh lakuin ini ke aku. Kamu udah janji sama aku kalau kita bakal sama-sama." Kata Atlas. Terus terus mencoba menghubungi nomor Alina lagi, tapi tetap saja hasilnya nihil, nomor Alina tetap tidak bisa dihubungi

Atlas membanting ponselnya dan menjambak rambutnya frustrasi, Anin yang saat itu datang membawa secangkir kopi pun terkejut ketika Atlas melempar ponselnya secara asal hingga hancur.

Buru-buru perempuan itu melangkahkan kakinya mendekati Atlas. Dia berjongkok untuk bisa berhadapan dengan Atlas yang duduk di atas sofa.

"Mas, kamu kenapa?"

Atlas tidak menjawab. Namun Anin bisa mendengarkan suara tangisan dari mulut Atlas.

Anin meletakkan kopi di tas meja dan kembali fokus pada Atlas

"Mas, kamu kenapa? Ada apa?" tanya Anin lagi, tetap sama. Atlas tidak menjawab sama sekali.

Melihat Atlas yang menangis, membuat Anin merasa tidak tega. Dia membawa Atlas ke dalam dekapan dan mengusap pundak Atlas dengan lembut.

"Kenapa dia begini, Anin. Kenapa tiba-tiba dia ninggalin aku lagi."

Kening Anin mengernyit bingung. Masih belum paham dengan apa yang dikatakan oleh Atlas.

"Maksud, Mas, apa?"

"Alina, Nin. Alina, Alina tiba-tiba bilang ke aku kalau dia nggak yakin untuk melanjutkan hubungan ini. Dia bilang ke aku percuma melanjutkan hubungan kalau nggak ada restu dari mama. Aku harus gimana, Nin. Apa yang harus aku lakuin? Aku gak mau kehilangan Alina lagi."

Dear Atlas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang