Bab 2 - tidak biasa

79 6 0
                                    

2 – Tidak Biasa

Ketakutan hati terkadang selalu memberikan efek yang luar biasa nyeri

"Renja sayang, ini kan udah mau magrib, kamu mau kemana?" Shinta bertanya pada putrinya. Mama Renjani itu tengah membuat kopi untuk sang suami di counter dapur. Melihat Renjani turun dari tangga dengan tas selempang di bahu membuat wajah Shinta menoleh ke sana.

"Ma, aku mau jalan sama Inggit, boleh ya." Ia meminta izin. Dengan ekspresi menggemaskan agar Mama mengijinkannya keluar malam ini.

"Sayang, tapi bentar lagi magrib loh." Shinta berjalan ke ruang tengah, dimana suaminya berada disana. Diikuti Renjani di belakangnya.

"Aku janji pulangnya gak bakal malam-malam kok. Ya, Maaa..." Renjani membuntuti sang Mama sampai ruang tengah. Ruangan besar yang selalu dijadikan tempat keluarga berkumpul demi menikmati waktu kebersamaan yang hangat.

"Kenapa, sayang?" Fabian bertanya disaat Shinta menyimpan kopi di atas meja.

"Itu anak kamu, katanya mau keluar bareng Inggit, Pa," katanya sembari duduk di samping sang suami tercinta.

Fabian mengganti saluran tv ke saluran lain. Lalu muncul berita kejahatan yang akhir-akhir ini sedang ramai diperbincangkan di dunia online yang naik ke berita pertelevisian. Seorang gadis remaja meninggal dunia setelah mendapatkan kekesaran fisik bersama pacarnya oleh segerombolan anak-anak geng motor.

Diduga korban seorang remaja laki-laki ini melawan saat melihat pacarnya hendak mendapatkan pelecehan.

Bukan hanya fokus Fabian yang tertarik pada berita yang sedang tayang itu. Tetapi Shinta bahkan Renjani juga ikut fokus ke layar televisi. Lalu dari layar persegi itu muncul foto dua orang korban. Diduga mereka adalah sepasang kekasih yang dua minggu lagi akan melangsungkan pernikahan.

"Berita sekarang udah aneh-aneh terus. Harusnya pihak berwajib membasmi anak-anak geng motor yang suka meresahkan itu. Papa jadi ikutan kesel gini, kan?!"

Renjani menggaruk lehernya. Ia melihat jam besar di dinding. Sebentar lagi jam tujuh. Renjani harus sampai ke Raffles Hotel sebelum jam tujuh, agar ia bisa memergoki siapa yang datang kesana. Tapi waktunya sangat mepet. Apa Renjani akan sampai dengan cepat, sedangkan di jam-jam sore seperti ini biasanya jalanan macet oleh orang-orang yang baru keluar dari pekerjaannya. Apalagi ini malam minggu. Malam akhir pekan yang selalu menjadi kesempatan bagi anak-anak remaja berkencan.

"Ma, Pa, aku berangkat ya?!" Renjani mengalihkan fokus Fabian dan Shinta yang sedang menonton berita viral tersebut.

"Mau kemana, sayang?" Barulah Fabian bertanya. Renjani memutar bola mata. Kenapa gak dari tadi, sih nanyanya? Gumam Renjani dalam hati.

"Aku mau jalan sama Inggit, boleh ya, Pa?" Gadis itu berharap banyak soal ini. Yeah, ia tidak biasa keluyuran malam-malam, atau lebih tepatnya Renjani tipe cewek malas keluar jika bukan ada hal yang sangat penting. Ia lebih suka berdiam di dalam kamar, membaca novel atau menonton drama favoritnya.

Namun, malam ini berbeda.

"Tumben banget. Biasanya lewat jam enam kamu nggak suka keluar buat jalan-jalan." Fabian berujar setengah meledek. "Wah, jangan-jangan jalan sama Inggit alasan kamu aja, Ja. Aslinya mau jalan sama cowok, kan?" Fabian tertawa sampai kepalanya terlempar ke sandaran kursi. "Coba sini, kenalin dulu pacarnya sama Papa dan Mama," lanjut pria yang sudah berumur namun tetap bugar itu.

"Bener kamu udah ada pacar, sayang?" Shinta bertanya. Air muka itu berubah serius.

"Pacar apaan sih, Ma? Aku gak ada pacar. Jangan dengerin omongannya Papa. Papa tuh cuma ngada-ngada aja." Wajah cantik itu memberengut. "Udah ah, aku berangkat dulu, ya."

Raga Renjani (Terbit Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang