11

8 3 0
                                    

"Gapapa, punya temen satu
tapi bisa dipercaya daripada punya
temen banyak tapi munafik."

- Keyla Safira



Dikamar, Keyla memilih untuk membuka ponsel miliknya. Banyak rentetan notifikasi yang masuk secara terus-menerus, hingga membuat Keyla penasaran. Pasalnya nomor itu tidak dikenal, jadi dirinya sedikit ragu untuk membuka pesan tersebut.

+6285xxxxxxxx
|Hai Key
|Lo masuk SMA mna?
|Gw berharapnya sih kita bisa bareng² lgi 🥺

Setelah membaca isi pesan tersebut, Keyla sedikit menaikkan alisnya. Keyla berpikir bahwa yang mengiriminya pesan tersebut tentu mengenal dirinya, tapi sungguh ia lupa siapa pemilik nomor tak dikenal itu. Mungkinkah teman atau sahabatnya dahulu? Entahlah dia lupa.

Walaupun begitu, ia tetap membalas pesan tersebut, jari jemarinya mulai mengetik di papan keyboard layar hpnya.

|Hai too
|Lo siapa?

Begitulah singkat balasan Keyla, bukan bermaksud menyinggung sang pemilik nomor, tapi memang benar adanya ia lupa.

"NON, MAKANANNYA SUDAH SIAP!"

Tak butuh waktu lama, sang pemilik nomor mengetik, namun Keyla sudah terlebih dahulu mendengar teriakan Bi Lastri dari bawah yang menyuruhnya ke dapur untuk makan malam. Handphonenya ia cas, sebab baterai miliknya hanya tersisa 15% saja.

Keyla menuruni anak tangga, menggunakan baju piyama tidurnya sekaligus dengan rambut terurai yang membuatnya semakin cantik, Bi Lastri yang menatap itu pun jadi tersenyum.

"Bibi kenapa senyum-senyum gitu ih." cerca Keyla yang mendapat pandangan aneh dari Bi Lastri.

"Cantik non." jawab Bi Lastri tersipu malu sambil membawa piring beserta lauk pauk ke atas meja makan.

"Bibi bisa aja deh, semua perempuan itu cantik kok termasuk bibi juga." balasnya santai, ia menarik kursi dan mendudukinya. Aroma chicken katsu menggugah selera makan dirinya, kebetulan perutnya sudah sangat lapar sekarang.

"Terimakasih non, bibi ambilin nasinya ya." suruh Bi Lastri sambil menuangkan nasi ke piring anak majikannya itu, namun dengan cepat dicegah oleh Keyla.

"Aku bisa ambil nasi sendiri bi."

"Baiklah non, kalo kurang tambah lagi yo, jangan sungkan."

"Nggeh bi."

***
Disisi lain Arsen, ia menepikan mobilnya di sebuah warung angkringan pinggir jalan. Kepala mendadak berat dan pusing seketika, jika ia memaksakan menuju apartemen pribadi miliknya tentu ia tidak akan kuat. Arsen sengaja memilih berhenti sejenak, ia tidak ingin keadaan membahayakan dirinya sendiri.

Arsen pun masuk ke dalam angkringan tersebut, ia duduk dikursi kayu bersama dua buah orang bapak tua yang sedang mengopi saat itu juga. Kedua bapak-bapak tersebut saling berbisik satu sama lain, setelah melihat keadaan Arsen setengah mabuk itu.

"Liat deh anak itu"

"Dasar anak muda zaman sekarang, hobinya minum-minuman keras."

"Bahaya yo pak, semoga anak-anak kita di adohi teko hal-hal koyo ngono."

"Wes jelas kuwi pak, saya ndak mau anak saya jadi berandalan."

Meskipun dengan keadaan setengah sadar, ia masih bisa mendengar percakapan kedua orang tua itu. Walaupun dengan bahasa yang sedikit ia tak bisa mengerti, tapi mendengar kata "berandalan" tentu saja mereka sedang membahas tentang dirinya. "Dasar tua bangka, tingkahnya udah kaya cewek." gerutu Arsen dalam hati namun ia cuek saja.

CARAPHERNELIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang