17. Gadis Pemeran Novel

2K 141 0
                                    

Beberapa bulan telah berlalu sejak kasus penculikan itu.
Raymond dan Larisa telah memutuskan untuk melangsungkan pernikahan.

Dan saat ini Larisa yang telah selesai dirias tengah didatangi oleh adiknya.

"Kakak sangat cantik"

"Selamat ya, akhirnya kakak menikah dengan Raymond"

"Terimakasih" jawab Larisa dengan datar.

Harusnya hari ini adalah hari yang paling membahagiakan bagi Larisa, ia akhirnya bisa menikahi sang pujaan hatinya.
Tapi entah kenapa, hatinya sedikit merasa hampa.

Larisa menatap adiknya yang tengah tersenyum melihatnya.
Larisa bisa merasakan jika adiknya itu memang tulus turut berbahagia untuknya.
Hanya saja tiba-tiba perasaannya menjadi sangat rumit dan wajahnya berubah muram.

Ia merasa seharusnya tidak seperti ini.
Seharusnya adiknya menangis meraung-raung dihari pernikahannya dan ia akan menertawakan adiknya itu, bukannya malah tersenyum tulus seperti itu.

Larisa termenung dengan perasaan yang begitu buruk.

"Kenapa kakak terlihat murung begitu?!"

"Ini hari pernikahan kakak, kakak harus senyum dong"

Larisa segera tersadar dan dengan ketus menjawab ucapan adiknya.

"Tidak apa, aku hanya gugup saja"

"Benarkah?!"

"Iya"

"Mau aku ambilkan minuman untuk kakak?!"

Larisa kembali memandang adiknya ini dengan tajam, semakin ia memandangnya semakin jengkel rasanya.

"Kenapa kakak memandangku seperti itu, aku tidak membuat kesalahan kan?!"

Percakapan antara adik kakak itu segera menarik perhatian ibu mereka.

"Letta, Risa, ada apa?!"

"Tidak tahu bu, kakak tiba-tiba memelototi ku, padahal aku hanya menawarinya air"

Ibunya tak yakin dengan ucapan Aletta.
Tapi melihat ekspresi buruk Larisa, ibunya hanya mengajak Aletta untuk pergi tanpa bertanya pada Larisa.

Untungnya meskipun suasana hati Larisa buruk itu tidak mempengaruhi prosesi pernikahannya.
Dan acara pernikahan hingga resepsinya berlangsung dengan sangat lancar.

* * *
"Risa, kenapa kamu muram terus sepanjang hari ini?!"

"Tidak apa, aku hanya merasa lelah"

Sejujurnya Larisa ingin menceritakan rasa tidak nyaman dihatinya, tapi itu terlalu tidak masuk akal jika ia memilih untuk menyembunyikannya.

Saat Larisa sedang lengah, tiba-tiba Raymond menarik tubuhnya kedalam pelukannya.

"Jika kamu lelah, bagaimana jika aku memijat mu?!" ucap Raymond dengan sedikit menggoda.

"Tidak perlu, bukankah kamu juga lelah sekarang dan tolong lepaskan pelukanmu, tubuhku sangat bau sekarang"

"Tidak apa, asalkan itu kamu"

"Dih, gombal banget kamu"

Setelah beberapa saat asyik bermesraan, Larisa akhirnya pergi untuk mandi.

Dan betapa terkejutnya ia.
Setelah keluar dari kamar mandi, ditempat tidurnya telah tersedia meja kecil berisi makanan favoritnya.

"Makanlah, kamu pasti kelaparan sekarang"

"Iya, tapi aku mau mengeringkan rambutku dulu"

"Makan saja, biar aku bantu mengeringkannya"

"Terimakasih Rei"

"Untuk apa berterima kasih, aku adalah suamimu, sudah kewajibanku untuk membuatmu nyaman dan bahagia bersamaku"

Mendengar perkataan Raymond hati Larisa menghangat dan perasaan tidak menyenangkan sebelumnya telah perlahan sirna.

"Aku mencintaimu Rei"
.
.
.
Terimakasih sudah membaca..☺️☺️

Si Batu Loncatan Dan SistemnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang