012. diskusi bersama lima kepala

88 16 22
                                    


--

Pertemuan pertama yang rencananya akan membahas ide bisnis business plan batal dilakukan. Nata berhalangan hadir karena mendadak harus ikut rapat BEM fakultasnya. Kabar tentang acara FEB Fest memang sudah santer terdengar sejak akhir tahun lalu. Acara itu akan diadakan dua pekan lagi dengan mengundang band dan artis papan atas ibu kota. Nata-yang yang merupakan waketu acara FEB Fest-mau tidak mau harus ikut.

"Gini nih resiko ngajak orang sibuk organisasi." Setelah pertemuan itu dibubarkan, Yovie ingin numpang tidur di kosanku sampai sore nanti. Hampir sepanjang jalan ia menggerutu tentang Alfian, sementara aku hanya menanggapinya dengan senyum tipis sebab pikiranku telah melayang jauh ke perkenalan itu.

Alfian memperkenalkan pacarnya yang bernama Marisa. Perempuan cantik berambut panjang bergelombang itu adalah seniornya saat SMA, sekaligus anak Fakultas Ekonomi di universitas yang sama. Begitu mendengar nama 'Nata' disebut oleh kami, tidak heran jika ia terkejut. "Aku kenal baik lho sama Nata. Aku juga panitia FEB Fest!" ujar Marisa tanpa diminta. "By, anterin aku ke sekre BEM Fakultas, ya!"

Alfian membubarkan pertemuan hari ini dan menggantinya lusa mendatang setelah acara technical meeting yang dilakukan secara online. Aku melihat punggung Alfian dari menjauh. Lelaki itu berjalan bergandengan tangan dengan pacar barunya. Mereka asyik berbincang, ia menatapnya penuh kekaguman. Berbeda ketika bersamaku. Ia selalu jahil, meskipun terkadang aku bisa melihat sisinya yang dewasa.

"Ta! Ih, kok ngelamun sih? Ini pasti gara-gara si Alfian redflag deh." Padahal baru beberapa lalu Yovie mendukung hubunganku dengan Alfian. Ia langsung berubah pikiran dan menobatkan Alfian sebagai cowok ter-redflag tahun ini. "Bisa-bisanya dia punya pacar setelah ngasih kamu harapan."

Langkah kakiku berhenti sejenak, untuk bagian itu, aku tidak setuju. "Alfian gak pernah ngasih aku harapan. Masalahnya ada di aku kok."

Yovie mendengkus kesal. "Secara tertulis sih memang gak. Tetapi perlakuan dan perhatian dia ke kamu itu kayak ada something gitu Kayak orang yang naksir. Kamu gatau sih betapa khawatirnya dia pas kamu gak ada kabar waktu itu. Ya wajar aja sih kalau kamu berakhir baper."

Aku kembali mensejajarkan langkahku dengan Yovie. Sebenarnya batasan seperti apa yang menjadi tolak ukur perhatian seorang teman lelaki pada teman perempuannya? Atau kah Alfian ia memang hanya "orang baik" yang perhatian pada semua orang. Entahlah, aku tidak tahu.

**

Setelah mencocokan jadwal, akhirnya pertemuan pertama bisa terlaksana. Sama seperti sebelumnya, kami berkumpul di perpustakaan umum khusus diskusi setelah jam makan siang. Aku dan Yovie datang lebih awal, disusul oleh Nata, Alfian, dan yang terakhir Gie.

Aura Gie benar-benar seperti bintang. Kakinya jenjang, wajah kecil yang tegas, serta mata yang tajam. Wangi parfumnya yang mewah dan menenangkan menyeruak ke seluruh ruangan perpustakaan, membuat orang-orang yang berada di sana mengalihkan pandangan mereka. Sikap Gie dingin, ia bahkan tidak peduli dengan tatapan itu."Sorry telat dikit," ujarnya dengan suara berat, lalu duduk persis di sampingku.

"Oke kalau sudah kumpul semua. Biar afdol ... ya meskipun kita udah saling kenalan di grup chat, tetapi gak ada salahnya untuk memperkenalkan diri lagi biar makin akrab." Alfian sebagai leader memandu kami untuk memperkenalkan nama dan saling berkenalan secara resmi.

Ketika tanganku berjabat tangan dengan Gie, sorot matanya mempu membuat nyaliku menciut. Seumur hidupku, rasanya tak pernah berteman dengan orang sedingin Gie. Ia cukup lama menjabat tanganku, lalu ketika suara Alfian kembali terdengar, ia langsung buru-buru melepasnya.

"Sesuai sama apa yang gue bilang di grup, masing-masing anggota diwajibkan untuk memberikan ide inovatif ... silakan, siapa yang mau duluan mengemukakan."

Eternal Sunshine (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang