Bab 13 - Mimpi Menjadi Kenyataan

37 10 0
                                    

Satu bulan kemudian, akhirnya tiba. Restoran mewah di area Hotel Fairmont, akan menjadi tempat pertama kalinya, Valerie akan bertemu dengan seorang Jazz Romario, sang idolanya.

Malam itu, Valerie mengenakan gaun terusan tanpa lengan berbahan satin yang panjangnya selutut, dan berwarna putih gading. Bibirnya dipoles dengan gincu berwarna merah bercampur peach. Rambutnya ia biarkan tergerai bebas, agar Jazz seketika terpukau dengan penampilannya. Parfum beraroma vanila pun, menguar dari tubuhnya.

Valerie sangat percaya diri, sebab malam ini, ia begitu menarik perhatian para pengunjung di area restoran tersebut.

Idiih, semua orang ngeliatin gue. Emang gue kenapa? Sebegitu cantiknya kah diri gue, sampai semuanya mandangin ke arah gue? gumam Valerie dengan percaya dirinya.

Valerie berjalan menuju ke meja bundar berukuran sedang, demi menemui Jazz, yang sudah tiba terlebih dulu di sana.

Jantung Valerie pun berdegup sangat cepat, kala ia menemukan sosok Jazz Romario, yang sudah mapan duduk di depan meja bundar itu. Valerie mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi kameranya. Ia hanya ingin memastikan sekali lagi, bahwa penampilannya, cukup cantik.

"Hai, welcome Valerie!" Sapa Jazz, saat Valerie sudah hadir, tepat di hadapannya.

Kemudian Jazz berjalan ke arah Valerie, untuk menggeser kursi, yang akan Valerie duduki berhadapan dengan dirinya.

"Silakan duduk, cantik!" kata Jazz, seraya memuji sang penggemarnya itu, dengan sopan.

Bagai sebuah mimpi, Valerie merasa seakan terbangun dari imajinasinya. Jazz, dengan ketampanan yang melekat pada wajahnya, menjadikan pria itu, seolah-olah seperti sebuah lukisan yang hidup.

Sementara Valerie duduk, seisi restoran menyaksikan pertemuan dua jiwa yang terhubung, melalui irama musik yang telah Jazz Romario request, spesial untuk pertemuan mereka pada malam ini. Alunan musik yang merdu, memeluk mereka dalam kesempurnaan malam yang penuh dengan bunga kebahagiaan.

Valerie gugup. Ini benar-benar terasa seperti mimpi. Semua perjuangannya untuk Jazz, rasanya terbayar lunas pada malam ini. Mimpi menjadi kenyataan. Valerie sungguh terharu. Bahkan bulir air matanya, hampir jatuh membasahi pipinya. Namun, dengan sekuat tenaga, Valerie mencoba menahannya.

Begitu pun dengan Jazz. Ia gugup sekali. Ini merupakan yang pertama kalinya, ia bertemu dengan seorang penggemar dari jarak yang cukup dekat. Ditambah, pesona Valerie yang begitu memukau, membuat Jazz seakan tersihir dengan segala kecantikan yang dimiliki oleh Valerie.

Cantik banget. Baru kali ini, gue lihat fans gue yang cantiknya nggak nanggung-nanggung. Sial! Kenapa daritadi gue nggak berani natap matanya ya? Kenapa gue malah buang muka terus? Jazz terus berperang melawan perasaannya sendiri.

Aduh! Jazz, ganteng banget! Gue rasanya mau salto sekarang juga! Gue mau nangis sejadi-jadinya. Mamaaaa, ini calon suami Valerie ganteng banget Ma. Gemeter banget, nggak bisa berkata apa-apa, di depan Jazz.

***

Sesi saling memandang pun sudah berakhir, kala Jazz akhirnya membuka percakapan diantara mereka berdua.

"Kamu, datang sendirian?" kata Jazz malu-malu.

"Iya, aku sendirian Jazz. Memangnya, aku boleh bawa teman?" balas Valerie, yang terus menampakkan senyuman bahagianya ke arah Jazz.

"Oh iya, maaf," Jazz jadi salah tingkah sendiri. Bahkan kini, ia menggaruk-garuk, pelipisnya yang tidak gatal.

"Jazz, aku mau nangis. Aku seneng banget, akhirnya bisa ngobrol dan makan malam romantis kayak begini sama kamu. I can't describe how happy I am tonight," Valerie mulai kehilangan kontrolnya. Gerakan tubuhnya tak bisa ditahan. Bahkan emosinya kini sudah meledak-ledak.

Valerie ingin sekali mencium Jazz dari jarak sedekat ini. Perasaannya sungguh menggebu-gebu, tatkala ia melihat Jazz yang sangat tampan, bak sebuah lukisan mahal atau pun sebuah pahatan patung Yunani. Di mata Valerie, Jazz selalu menjadi yang sempurna.

Suasana berubah menjadi canggung. Keduanya sama-sama salah tingkah, bahkan tidak tahu lagi, ingin berbicara apa.

Beruntung, hidangan makanan ala restoran mewah di hotel itu pun, tiba. Dua orang pelayan pun menaruh makanan dan minuman yang sudah Jazz pesan, ke atas meja. Menjadikan suasana di sana, sedikit mencair.

"Jazz, I love you," ucap Valerie tiba-tiba.

Sebenarnya, Jazz sudah sering mendengarkan kalimat itu, dari para penggemarnya di seluruh dunia. Namun entah mengapa, kini jantungnya berdegup sangat cepat, saat Valerie yang mengucapkan hal itu, kepadanya.

"I-I love you too, V-Valerie," balas Jazz terbata-bata. Sebab tak ada pilihan kalimat lain, selain membalas kalimat cinta, yang telah Valerie lontarkan kepadanya.

"Aaaaa ... aku seneng banget Jazz! Iih, ini kita kayak lagi pacaran nggak sih? Romantis banget, huhu," Valerie benar-benar hilang kendali.

"Valerie, sekali lagi, thanks for supporting me, all the time. I really appreciate everything you do," ujar Jazz mengungkapkan rasa terima kasihnya yang mendalam, untuk Valerie.

Jazz tahu, bahwa Valerie sudah banyak mendukung karirnya, sejak awal mula ia debut. Rasanya memang tak adil, jika hanya Valerie yang menang dalam undian event dinner romantis, pada malam ini. Inginnya sih, Jazz mengajak seluruh penggemarnya, tetapi rasanya mustahil. Jazz harus memilih salah satu penggemar saja, yang memang menjadi fokus pada daya tariknya.

"Jazz, I will always support you. Please work harder and never give up!" ucap Valerie, memberikan semangat yang tinggi kepada Jazz.

Jazz tersenyum. Ia merasa, ia tidak salah memilih Valerie, sebagai pemenang undian makan malam romantis, bersama dirinya. Valerie sungguh menawan dan menampakkan aura yang sangat ceria. Jazz sungguh terpukau.

Namun, seketika Jazz disadarkan oleh ulah Valerie beberapa waktu yang lalu, saat konsernya sedang berlangsung. Sudah tiga kali, Valerie membuat Jazz geram.

Kini, saatnya Jazz untuk memberikan nasehat-nasehatnya, agar Valerie, tak lagi membuatnya resah, di acara konsernya, di waktu mendatang.

"Valerie, aku cuma mau ingatkan kamu, please, jangan pakai atribut atau kostum aneh lagi di acara konserku. You're already beautiful, you don't need to wear silly costumes to get my attention. You're beautiful, just the way you are," kata Jazz dengan jujur.

Mampus deh, makin salting gue, digituin sama Jazz!

Valerie tak berani menatap wajah Jazz. Ia menundukkan kepalanya. Sebenarnya, bukan karena takut dengan Jazz, melainkan Valerie begitu tak sanggup menatap wajah dan rahang Jazz yang cukup tegas. Sebab Jazz yang seperti itu, selalu menjadi bahan fantasinya, saat ia sedang merindukan sosok kesayangannya itu.

Anjirrrr ganteng banget kamu Jazz! Valerie kini kembali tak dapat mengontrol ekspresinya lagi.

"M-maafin aku Jazz. Aku cuma mau dilihat dan dinotis sama kamu. Aku cuma–" Valerie menghentikan kalimatnya, saat Jazz tiba-tiba saja mengelus punggung telapak tangannya, yang sedang ditaruh di atas meja bundar, dengan halus.

"It's okay. Kamu nggak salah. Jadi, kamu nggak usah minta maaf," kata Jazz berusaha untuk tak menjadi pria yang galak dan menakutkan, di depan Valerie.

"Jazz, makasih ya, kamu udah ngertiin aku," Valerie bersyukur, sebab Jazz bisa memahami dirinya, yang sangat ingin mendapatkan perhatian darinya.

Entahlah, mengapa Jazz tiba-tiba menjadi selemah ini di depan Valerie. Inginnya bertindak lebih tegas lagi, namun ia tak tega.

Malam itu, tak banyak percakapan yang terjadi diantara mereka berdua. Valerie begitu canggung, begitu pun dengan Jazz.

Namun, ada dua hal yang menarik perhatian Jazz.

Pertama, Valerie ternyata mengenakan sepasang sepatu yang berbeda motif dan warnanya. Kedua, Jazz cukup tercengang, saat ia melihat liontin emas berinisial huruf J, yang Valerie kenakan, sebagai aksesoris pada lehernya.

Jazz benar-benar tak menyangka, mengapa Valerie bisa memiliki liontin emas itu? Bahkan liontin emas itu, belum juga dirilis secara resmi, melalui agensinya.

Kok Valerie bisa dapat liontin emas itu? Dari siapa? Kok bisa? Semua pertanyaan itu muncul seketika dan mengoyak isi di kepala Jazz. 

Fangirl's UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang