"Eh si ganteng udah bangun." Sapa sebuah suara dari depan pintu yang terbuka tadi.
Haikal menoleh dan melihat siluet seseorang di sana. Dengan tangan kirinya, siluet itu mengangkat obor tinggi di atas kepalanya dan berjalan mendekati Haikal.
Ketika sampai di depan Haikal, sosok itu menurunkan obornya untuk menerangi dirinya dan Haikal. Haikal kini dapat melihat dengan jelas sosok itu. Perempuan bermata nyalang dengan pupil berupa garis vertikal seperti ular, wajah kehijauan dan rambut panjang yang kusut. Ia tersenyum lebar dan menampakkan gigi-giginya yang runcing. Di kedua ujung bibirnya mencuat sepasang taring.
Haikal yang ketakutan langsung memejamkan matanya dan memalingkan mukanya. Tapi perempuan bermata ular itu meraih dagu Haikal dan menariknya.
Plak!
Perempuan itu mendaratkan tamparan di pipi Haikal.
"Manusia nggak diajarin tata krama kah? Kalau ada yang ngajak bicara itu ditatap!" Bentak perempuan itu. Suaranya parau.
Haikal terpaksa membuka matanya dan menatap perempuan itu. Perempuan itu tersenyum dan memamerkan deretan gigi-giginya yang tajam. Haikal menatapnya dengan penuh ketakutan. "Mmh! Mmh!"
"Sepertinya mereka memang nggak tahu tata krama, Nyi." Sekarang terdengar suara berat seorang pria.
Haikal seperti mengenali suara itu. Ia melihat ke arah sumber suara. Seorang berpakaian serba hitam dengan rambut putih tergerai. Wajahnya tidak terlihat karena pria itu membelakangi Haikal dan perempuan yang disebut "Nyi" itu.
"Dua orang ini berbuat mesum di keratonmu." Si empunya suara sekarang menoleh. Haikal langsung mengenali sosok itu. Itu Kakek yang tadi menjual bakpau padanya dan Aldi. Si Kakek juga membawa obor yang sedang diarahkan untuk menerangi seseorang di belakangnya.
Jantung Haikal terasa mau copot.
Aldi?!
"Baiknya kita apakan, Ki Upas?" tanya perempuan itu. Mata ularnya masih terus menatap Haikal dengan nyalang.
"Mereka harus mati!" Seru Ki Upas itu dengan suara parau yang tak kalah mengerikan.
"Mhh! Mhh! Mhh!" Haikal dan Aldi serentak menjerit.
"Tapi Ki," Kata perempuan ular itu sambil mengusap pipi Haikal. "...sayang sekali kalau pemuda rupawan seperti mereka ini langsung dihukum mati."
"Lalu akan kita apakan, Nyi?"
"Kita buat pertunjukan hiburan saja untuk rakyat kita," Tangan perempuan itu sekarang menyusuri dada Haikal lalu turun ke abs di perutnya.
Haikal menelan ludah. Matanya tidak dapat lepas dari tangan perempuan itu yang terus menelusuri perutnya ke bawah. Rasa geli mau tidak mau membuatnya terangsang, hingga Joninya mengembang. Sambil tersenyum, si perempuan terus menerus mengusap bagian bawah perut Haikal, membuat Haikal meronta-ronta kegelian. Joninya sudah memancang tegak. Haikal bersiap jika tiba-tiba tangan perempuan itu menyentuh kemaluannya.
Namun kini perempuan itu sudah menarik tangannya dari perut Haikal. Haikal bernafas lega.
"...dan kedua pemuda ini yang harus menjadi penghiburnya." Pungkas perempuan itu.
Perempuan itu lalu tertawa terkikik dengan suara melengking yang mengerikan. Tawa itu mengingatkan Haikal dengan suara Mak Lampir dalam sinetron yang pernah mereka tonton saat kecil.
"Ki Upas, minta Ni Loroh dan Ni Kurah untuk bersiap merajah. Lalu suruh punggawa-punggawa untuk memindahkan dua pemuda ini ke alun-alun. Undang semua gadis kerajaan untuk menonton pertunjukan yang akan kita lakukan malam ini juga!"
Perempuan itu melanjutkan, "Ingsun Nyi Sarpa, Rani ing Sarpaloka. Titah ingsun kudu kasembadan!" Aku Nyi Sarpa, ratu di kerajaan Sarpa. Perintahku harus terlaksana!
"Sendika dhawuh, Nyi." Laksanakan, Nyi. Ujar Ki Upas.
Bersambung
***
Terima kasih sudah membaca.
Jika berkenan, bagikan juga kritik dan saranmu untuk karya2 saya sejauh ini dengan menambahkan komentar pada kalimat2 di cerita saya atau fitur komentar di bawah.
Saya masih pemula nih, ajarin dong puh sepuh :DDukung juga karya ini dan beri semangat bagi penulis dengan memberi vote, ya!
Danke!
KAMU SEDANG MEMBACA
Buaian Tubuh Perkasa
De TodoDisclaimer: 18++, LGBT if this disturbs you, skip it! Kumpulan cerita individu-individu sesama jenis yang menyelami erotika tubuh atletis dalam pergumulan yang panas dan menantang.