4. Mimpi Kematian

2.4K 303 15
                                    

Inget cuman fiksi, Happy Reading!

*

Pintu kamarnya dibuka paksa, suasana tenang di jadwal minum tehnya berubah drastis. Entah apa yang terjadi, tapi Rheas rasanya ini akan menjadi sesuatu yang buruk.

"RHEAS!!" teriakan itu tetap tidak menghilangkan ketenangan milik Rheas, meski seisi ruangan penuh ketegangan. Rheas masih mampu mempertahankan ketenangan miliknya.

"Apa anda melupakan tata krama sekarang, yang mulia putra mahkota?" pertanyaan itu dilayangkan dengan dingin meski wajah Rheas terlihat tersenyum.

"Kau pikir aku akan menggunakan tata kramaku di depan penjahat? Haha, yang benar saja.." Bocah 15 tahun itu tertawa sarkas. "Padahal, aku sangat mempercayai, Rheas.." lirihnya kemudian.

Rheas menyeruput tehnya. "Langsung saja pada hal yang hendak anda sampaikan, Yang mulia.." ujar Rheas sambil meletakan cangkir tehnya. "Anda masih punya kelas setelah ini.."

"Apa kau sungguh melakukan itu? Kau meracuni Selir Shermine hingga dia sakit sakitan lalu meninggal dan kau juga dalang dari kecelakaan pamanku.. Kau juga hampir membunuh Duke dan Duchess Garviil.."

"Apa jangan jangan kau juga yang membunuh ibu dan ayahku?" tanya Jishan, sungguh hatinya terasa berat sekarang.

"Yang mulia Putra Mahkota, harap perhatikan cara dan apa yang anda ucapkan pada Permaisuri Kekaisaran..." tegur Selena. JIshan mengabaikannya, fokus menatap wajah Rheas yang tidak menunjukkan perubahan ekspresi meski sedikit.

"Kau punya buktinya, Jishan?" Senyum lembut milik Rheas hampir menggoyahkan hatinya.

Jishan segera melempar bukti itu ke meja, membuat kue dan teh yang ada di sana berantakan. "Itu hanya salinannya, aku juga punya saksi yang sekarang berada di penjara. Bukti yang bukan?"

Rheas masih belum menjawab, dia membawa kertas kertas itu lalu membacanya perlahan. Senyum kecilnya terkembang di wajahnya. "Kau sudah tumbuh dengan baik, sangat baik ternyata.." katanya setelah meletakan bukti bukti itu kembali ke atas meja.

"Jadi, kau mengakuinya?" tanya Jishan menatap Rheas tidak percaya.

Rheas memejamkan matanya, jarinya mengetuk ngetuk permukaan meja dengan teratur. "Itu semua tidak akan terjadi jika Jedrick bersikap adil. Yah, sebenarnya itu masuk akal karena dia tidak mendapatkan pelajaran sempurna tentang menjadi kaisar.."

"JADI, KAU YANG MELAKUKANNYA? KAU MENGAKUINYA? AKU BERTANYA PADAMU SEKARANG" teriak Jishan frustasi, sungguh hatinya terasa sakit sekarang.

"Yang mulia! Jaga bicara anda!" sela Selena lagi.

"Berisik." Jishan mengayukan pedangnya dan setelahnya Selena ambruk, merintih sakit. Kini, dia bisa merasakan perubahan raut wajah Rheas.

"Apa yang barusan anda lakukan? Mengayunkan pedang adalah hal yang terlarang di dalam istana!" tegur Rheas tegas.

Jishan tertawa. "Astaga, lucu sekali.. padahal kau sudah biasa membunuh, kini Rheas mengguruiku soal pedang. Oh, apa karena Rheas tidak pernah membunuh manusia dengan pedangnya ya?"

"Jishan!" bentak Rheas. Jishan sedikit berjengit, Rheas tidak pernah membentaknya. Itu membuatnya sedikit terkejut.

"Kau bahkan mengetahui ketidakadilan itu tapi kau tetap diam.." geram Rheas.

Jishan terdiam.

"Kau tahu sejak awal aku unggul dan layak untuk menjadi permaisuri tapi apa? Jedrick lebih memilih Shermine hanya karena cinta? Cinta? Dia bahkan tetap akan menaikkan Shermine meski sakit dan mandul. Apa kalian gila?" cecar Rheas. "Aku memenuhi semua kualifikasi menjadi permaisuri. Takhta permaisuri memang seharusnya milikku. Aku hanya mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku, Jishan.."

I'm not the Original Anti Villain | NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang