3 – Hotel Raffles
Sebuah kesalahan fatal tidak akan menjadikan wujud seseorang utuh seperti dulu lagi
**
Renjani menguatkan diri tetap berjalan sambil mencari kamar nomor 102. Meski matanya nampak sayu dan kepalanya terasa berputar, ia tidak menyerah. Setelah menemukan kamar yang dituju, Renjani menarik nafas. Mencari kekuatan sendiri. Ia akan mengetuk pintu di hadapannya, namun yang ada justru pintu itu bercelah. Entah si misterius itu sengaja atau tidak membiarkan pintunya tidak tertutup sempurna. Yang pasti, tanpa berpikir panjang, Renjani mendorong pintu itu hingga terbuka, membiarkan dirinya masuk ke dalam sana.
Kepalanya sudah tidak berputar lagi. Hanya menyisakan rasa pening disana. Pandangannya juga sudah kembali jelas ketika tadi sempat buram. Langkah Renjani tidak bersuara. Sepatu ternyata dapat membantu meredamkan suara langkah kakinya.
Renjani tahu ini tipe suite mewah. Di bagian pintu ada lorong pendek yang menghubungkan dengan ruangan luas. Di sana ada dua sofa panjang berwarna coklat muda. Karpet yang langsung didatangkan dari luar negeri menunjang kesan mewah di ruangan itu. Di samping yang disekat ada counter dapur dan mini bar. Di mejanya mesin pembuat kopi tersedia.
Jantung Renjani semakin bertalu-talu. Ia mengusap tengkuk yang mendadak hangat. Di kamar ini sepertinya tidak ada siapa pun. Lantas kaki indahnya itu melangkah pelan menuju sebuah kamar yang ada di sebelah kiri ruangan. Tidak berpintu, hanya sekat dinding saja. Sayangnya, disitu juga tidak ada orang sama sekali.
Renjani berdecak, sadar bahwa ia telah dikerjai oleh si pengirim surat misterius itu. "Sialan," umpatnya sambil memegangi kepala.
Ia memutar tubuh hendak pergi dari suite mewah ini, akan tetapi suara pintu kamar mandi yang ada di dalam kamar terbuka. Membuat Renjani kembali berputar.
Seorang cowok nampak baru selesai mandi keluar. Ia melihat Renjani berdiri di sisi sekat pembatas ruangan, terkejut. Untung saja dia keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap, bukan hanya handuk yang melilit di pinggang.
"Kok lo ada disini?" Renjani mencecarnya dengan pertanyaan. Wajahnya kesal bukan kepalang. Kemarahannya sudah mencapai ubun-ubun. Ia tidak yakin bahwa dirinya telah salah masuk kamar. Tapi tidak, Renjani tidak mungkin salah. Dan gadis itu tidak pernah salah. Menurutnya.
"Lo nga—"
"Ini suite lo?" tanya Renjani sambil menghampiri Raga.
Dia adalah cowok berandal di sekolah. Tukang berantem, bikin onar, tukang ribut, hobinya masuk ruang bk, paling banyak mengumpulkan rekor terlambat sekolah. Pokoknya, si Raga ini tidak ada bagus-bagusnya di mata Renjani.
Raga nampak santai melempar handuk ke kasur. "Lo pikir aja, gue yang ada di kamar ini. Ya berarti suite ini punya gue."
Renjani berdecih. "Lo pasti abis jajan, kan?" tuduhan Renjani yang belum tentu benar itu membuat dahi raga mengerut. Cowok dengan rambut berantakan itu mengerti kemana arah pertanyaan Renjani.
Ketika Raga sudah membuka mulut untuk menjawab, Renjani kembali bicara sambil menggelengkan kepala. "Tapi, gue gak peduli soal lo. Yang mau gue tanya..., apa maksud lo nyuruh gue datang ke sini? Heuh?"
Kening lebar dengan rambut poni menempel di sana itu nampak mengerut. Renjani memang tidak melihat kerutan itu. "Gue nyuruh lo?" Raga terkekeh geli. Cowok itu bertanya balik. "Buat apa?"
"Lo gak usah pura-pura bego." Renjani merogoh tas selempang. "Ini dari lo, kan?" Kemudian gadis itu menempelkan post It pemberian Dika ke dada Raga. "Stop, ya ngirimin gue surat-surat sama cokelat lagi. Gue gak suka asal lo tahu. Gue ke ganggu banget. Dan gue lebih gak suka jika itu dari lo." Renjani melipat kedua tangan di dada. Ia menggigit bibir. Ada sesuatu yang tidak enak dalam tubuhnya tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raga Renjani (Terbit Cetak)
Teen FictionDi tengah kehidupan remaja yang penuh dengan harapan dan impian, Renjani Senja seorang gadis berusia 17 tahun, dirinya harus di hadapkan pada satu kehidupan yang sulit. Ia hamil di saat dirinya masih status siswi Tunas Bangsa. Siswi yang enam bulan...