Hello, Buddies!
Don't forget coment and vote^^~!
✦ . ⁺ . ✦ . ⁺ . ✦
Sudah terhitung 2 tahun Cassie bersekolah di Scoula Primaria. Hari ini adalah hari kelulusan, untuk mendapatkan selembar kertas yang biasa digunakan melanjutkan pendidikan sebelumnya. Ia berjalan santai menuju tempat sopir, yang mengantarkan-jemputnya. Dante sudah melanjutkan studi di sekolah yang berbeda dengan Cassie, kemungkinan besar juga Cassie akan bersekolah disana nanti.
Hidupnya berubah drastis, ia merasa kehilangan sesuatu namun tak tahu itu apa. Ingatannya seperti semakin mengabur, samar-samar. Hatinya hampa, jiwanya seperti memberontak tak terima.
"The Shadow?" Dan Cassie sering mendengarkan kalimat-kalimat aneh di kepalanya.
Mobil ada di sisi jalan, mengharuskan Cassie menyebrang. Saat akan menyebrang, mobil hitam berhenti tepat dihadapannya, orang berbadan kekar menariknya masuk. Ia belum sempat mencerna apa yang terjadi, sapu tangan sudah menutup hidungnya. Kesadarannya hilang begitu saja.
𖥔 ݁ ˖ִ ࣪⚝₊ ⊹˚
"Selena!" panggil seorang wanita cantik, menggema di ruangan kosong.
"Ya, Ibu?" Selena muncul dengan wajah pucat, berjalan sempoyongan untuk berlutut dihadapan wanita yang dipanggilnya Ibu.
"Hentikan perbuatan konyolmu itu. Takdir Serena memang seperti itu. Sedari awal ia hadir bukan untuk menetap di Nirvana. Serena merupakan kesalahan," tutur Ibu.
"Selena menyayanginya, Ibu. Selena tak ingin takdirnya semakin buruk," lirik Selena, tersirat keputusasaan yang begitu besar.
Ibu mengusap pelan rambut keemasan milik Selena. "Justru itu memperburuk takdirnya."
Selena terdiam, pikirannya semakin kacau.
"Hentikan semuanya, sayang. Biarkan Serena menjalani takdirnya."
𖥔 ݁ ˖ִ ࣪⚝₊ ⊹˚
Cassie membuka matanya, melihat sekeliling dengan pandangan bingung. Ia dimana? Gelap, sunyi, seperti tak ada tanda kehidupan manusia. Ia merasa asing dengan kejadian seperti ini, namun ada suara itu lagi yang berteriak di kepalanya. Ia merasa asing dan familiar disaat bersamaan. Aneh, Cassie tak menyukai situasi seperti ini.
"Hi, litle girl!" sapa pria dengan seringai di wajahnya, menatap Cassie remeh.
"Who are you?" tanya Cassie, membalas tatapan pria didepannya dengan berani.
"Wow-- calm down. Aku hanya pesuruh disini. Jangan marah padaku," jawab pria itu, terdengar menjengkelkan ditelinga Cassie.
"Latihanmu akan dimulai malam nanti, persiapkan diri."
"Ap--,"
"Makan dan biasakanlah dirimu."
"Tu--,"
"Ah, panggil aku Maxim. Aku pelatihmu disini."
Rasanya Cassie ingin berteriak dan menyumpal mulut pria yang mengaku bernama Maxim itu. Beri Cassie kesempatan bicara!
"Aku ingin bicara, pak tua!" sembur Cassie.
"Nanti saja. Aku sibuk," Maxim terlihat memandang datar Cassie, "Meskipun umurku dan umurmu terpaut sangat jauh, jangan panggil aku 'pak tua'. Memangnya aku terlihat setua itu, ha!?" lanjutnya dengan sedikit keras di akhir kalimat.
"Ya. Kau terlihat sudah beruban di mataku," balas Cassie, membuat Maxim reflek memegang rambutnya.
"Matamu yang bermasalah," sangkal Maxim. Pria itu sepertinya melupakan ucapannya beberapa detik lalu, yang katanya sibuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Redemption and Fate
Fantasy[warn: mature, harsh word, kissing scene, etc] Jiwanya diturunkan untuk menebus kesalahan, namun bukannya melakukan hal baik untuk kembali, ia malah melakukan hal sebaliknya. Hidupnya seperti opera tak berujung. Setiap kehidupan, ia gagal. Bagaima...