Chapter 06

3.5K 314 9
                                    

[ Yohan ]

________×

   Setelah di tegur oleh sang kepala keluarga, Yohan langsung berlari menuju kamarnya karena seseorang sudah berjanji akan memberitahu banyak hal tentang kehidupannya sekarang.

ia membuka pintu, dan menemukan nenek Ara sudah duduk di atas kursi dengan beberapa kue kering di atas meja belajar juga segelas susu dan air mineral.

Yohan duduk di lantai, membuat nenek itu panik dan meminta anak itu untuk duduk bergantian tempat namun Yohan kekeh untuk duduk di lantai sambil mendongak, dan berkata bahwa harusnya yang lebih tua duduk di kursi.

ia mengambil kue kering dan menggigitnya, "Ayo nek, cerita."

"Nenek bingung juga mulai dari mana, yang nenek tau kalo Johan itu anak yang baik dan manis. Selalu pulang tepat waktu dan selalu dapat nilai tinggi di kelas, kamu adalah anak yang benar benar berbakti dan bersifat lembut, selalu tersenyum dan suka bantu nenek kalau tuan marah karena nenek gak sengaja numpahin minuman atau makanan."

"Buset, kejam banget tuh bapak bapak."

nenek Ara tertawa dan mengusak rambut halus milik anak yang duduk di bawahnya, "Tapi ayahmu selalu abai sama kamu, Sabiru juga terlalu cuek dan tidak pernah tersenyum kalau kamu menunjukan nilai mu, Ezra kadang nenek lihat gak pernah peduli sama kamu. Kamu selalu nangis ke nenek, mohon buat ayah memperhatikan kamu."

Yohan terdiam saat nenek Ara bersimpuh dan langsung memeluk kepalanya, menangis pelan dan mengusap lembut punggungnya.

"Lalu?"

"Kamu dapat kekerasan kalau berlaku tak sesuai keinginan mereka atau membantah, kamu pernah cerita punya banyak teman di sekolah, tapi tuan tidak suka, nenek dengar mereka anak nakal."

Yohan tak begitu peduli soal ia dan keluarganya atau teman atau sekolah, ia menepuk nepuk bahu nenek Ara yang masih memeluk kepalanya.

"Kenapa aku bisa mati?"

pelukan itu terlepas, mata wanita itu meliar dan memandang dengan tidak fokus lalu buru buru berdiri dan mengusak rambutnya sebentar, wanita itu berjalan menuju pintu.

"Nenek gabisa cerita soal itu, lebih baik dek Johan tanya tuan saja."

kemudian pintu itu tertutup, dan meninggalkan Yohan dengan kesendirian di dalam ruangan yang begitu luas. Ia menghela nafas, berjalan lunglai menuju kasur dan merebahkan dirinya.

ia berfokus pada langit langit kamar, menjadikan kedua tangannya bantalan.

"Mereka gamau jawab soal emak dan soal kenapa gua bisa mati, Ernes bilang 'di dorong seseorang' terus siapa orang ini?"

ia menggaruk pipinya lalu menengkurapkan tubuhnya dan menarik bantal, bibirnya sedikit maju karena tertekan lalu menggerutu.

"Bosen, kenapa coba nih bocah kagak punya handphone?"

kembali, ruangan itu hening.

Yohan hanya diam menatap dinding kemudian ia langsung terduduk dan turun dari kasur, kakinya ia bawa berlari keluar dari kamar menuju sebuah pintu pintar yang sebelumnya ia temui.

YohanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang