45
[Trauma Talk]***
Elisa terbangun dengan kepala pening dan tubuh yang begitu lemas. Ia berusaha keras menggerakkan tangan dan kaki yang terasa kebas. Napasnya memburu dengan keringat membanjiri tubuh. Ia seketika terduduk kala menyadari apa saja yang sebelumnya terjadi tepat sebelum dirinya tak sadarkan diri.
"Bagus, Elisa. Semenjak datang ke dunia ini, sepertinya pingsan sudah menjadi jadwal wajib yang rutin kau rasakan." Elisa hendak melangkah ke kamar mandi, saat sesuatu yang berat terasa bersandar di lutut kanannya.
"Ya tuhan?!" Elisa memekik tertahan saat menyadari siapa sosok yang jatuh tertidur dengan posisi duduk dan kepala yang menopang diatas lututnya itu.
"Hei, bangun." Ucapnya lirih. Sebenarnya Elisa tak sampai hati membangunkan Almer yang tengah terlelap. Ia memang masih sakit hati dengan perlakuan lelaki itu padanya. Namun kebutuhan saat ini begitu mendesak. Ia butuh segera ke kamar mandi demi menuntaskan gejolak dalam perutnya itu.
"Elisa, apa yang terjadi? Apa ada yang sakit? Mana yang sakit? Katakan padaku." Almer terlonjak penuh keterkejutan saat menyadari yang mengganggu tidurnya adalah Elisa dengan kedua mata yang telah terbuka lebar.
"Tidak. Lepaskan aku." Elisa menghempaskan tangan Almer yang melingkar di kedua lengannya. Ia bersikukuh untuk mengabaikan tatapan khawatir lelaki itu dan memilih melangkah dengan langkah kaki terseok-seok menuju kamar mandi.
"Akhh, Almer. Apa yang kau lakukan?!"
Elisa merasakan tubuhnya melayang untuk beberapa detik sebelum akhirnya ia berada dalam gendongan Almer. Lelaki itu dengan ekspresi datar andalannya membopong Elisa menuju kamar mandi. Mengabaikan segala rontaan dan jeritan yang wanita itu berikan.
"Keluar!" Elisa berteriak hendak melayangkan kalimat cercaan lain sebelum suara dalam Almer kembali terdengar.
"Lakukan apapun yang kau inginkan didalam kamar mandi ini, Elisa. Aku tidak akan keluar apapun alasannya."
"Almer, kau-"
Elisa dengan muka merah menahan amarah dan rasa malu, berusaha keras mengabaikan tatapan Almer yang terus menghunus tajam padanya. Ia sudah tak tahan lagi dan berakhir mengeluarkan air kencing dihadapan Almer.
Lelaki itu sudah gila. Teramat sangat gila. Bagaimana bisa membiarkan Elisa tersiksa dengan memaksa melakukan sesuatu hal yang memalukan dihadapannya itu.
Jika tak mengingat bahwa tubuhnya memang masih begitu lemah untuk hanya sekedar berdiri dan mengangkat selang infus miliknya, mungkin saja Elisa sudah memilih untuk menahan saja rasa kebelet itu. Mengabaikan kemungkinan penyakit yang bisa timbul dalam dirinya.
"Sudah?" Ucap Almer kala melihat Elisa yang telah selesai menuntaskan kebutuhannya. Tanpa menunggu jawaban lagi, ia mengangkat tubuh kecil Elisa kembali dalam gendongannya. Keluar dari kamar mandi dan membaringkannya diatas ranjang tempatnya semula beristirahat.
"Jangan harap aku akan berterima kasih, sebab aku masih sangat marah padamu!" Ucapan bernada sindiran itu hanya dibalas kekehan ringan oleh Almar. Lelaki itu lebih memilih menelpon seseorang. Tak lama, datanglah pelayan dengan baki penuh makanan memasuki kamarnya.
Elisa berpikir Almer akan kembali keluar dan membiarkannya sendirian dalam ruangan. Ternyata Almer justru menghampiri Elisa dengan Bali makanan itu. Mengambil duduk tepat disamping ranjang. Tangannya mengambil suapan makanan dan mengarahkannya pada Elisa.
"Jika kau melakukan ini untuk memohon maaf dariku, maka aku tak akan sudi memakannya."
"Tentu tidak. Aku tak menyuapimu untuk mengharapkan maaf, Elisa. Aku justru hendak memaksamu untuk memakan makanan ini. Suka atau tak suka, kau harus makan. Tak ada toleransi lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Obsession (Tamat)
RomanceJika orang lain menganggap obsesi adalah hal negatif, maka jauh berbeda untuk Almer. Ia terobsesi dengan Elisa. Dan melalui cerita ini, akan ia tunjukkan sebuah obsesi baru yang penuh cinta dan ketulusan. _____ Elisa Jasmine selalu berharap bahwa ke...