Chapter 14; Ikatan Sihir

126 12 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

.

.

.

Renjun mengernyit saat menemukan Jisung menunggunya di depan kelas. Penyihir—-juga serigala—-itu tampak memandang lurus pada tembok sedang bahunya bersandar di salah satu kusen jendela. Ia melepas tas dan menaruhnya di samping kaki. Sepatu yang ia kenakan talinya sudah tidak terikat. Jisung terlihat normal, jika saja matanya tidak melebar panik saat bertemu dengan Renjun, dan remaja itu segera menarik sang empu menjauhi kerumunan orang sambil menyeret tasnya di lantai.

“Jisung, ada apa?” tanya Renjun tanpa mengurangi kecepatan kaki menyamai langkah yang termuda.

Jisung membawanya ke salah satu ruang kelas umum yang kosong. Dia menaruh tasnya agak keras di atas kursi dan sempat memutarkan tubuh sekali sembari menarik ujung pakaiannya. Entah mengapa. Jisung terlihat sedikit linglung. Ragu hilang-timbul di kedua matanya. Renjun menunggu Jisung berbicara—-menyimak dengan mata memicing di kursi berseberangan. Akan tetapi, Jisung tidak mengatakan apa pun melainkan duduk di atas kayu penampang kursi. Anak kursinya sampai berderit.

Renjun mendekatinya kemudian bersimpuh, tidak lebih menemukan Jisung tengah memejamkan kedua matanya dengan gusar. Deru napasnya kian berantakan.

Renjun lantas mengulurkan tangan dan menyentuh bahu anak lelaki itu untuk menyalurkan sihir penenang. Pergerakan Renjun membuat Jisung tergelonjak. Ia memandang cahaya keunguan pada bahunya sembari menggigit bibir sebelum melirik Renjun hampir memelas.

“Renjun, sepertinya aku telah dikutuk.”

Cahaya ungu pun padam. “Dikutuk? Apa maksudmu?”

Renjun tahu bahwa ada banyak penyihir di sekolah. Akan tetapi, selama eksistensinya sepanjang hari, ia tidak merasakan sihir kuat di sekitarnya, sedangkan “sihir kutukan” sendiri akan menarik perhatian penyihir lain. Apa pun itu, Jisung pasti telah salah mengartikan dan menjadi khawatir berlebihan.

“Apa ada penyihir lain yang berinteraksi denganmu?” Jisung mengangguk.

“Seperti apa rupanya? Apa warna sihirnya?”

“Seperti ini.”

Bukan Jisung, melainkan suara dari belakang mereka.

Renjun segera bangkit dan berbalik. Dahinya berkerut tatkala menemukan seorang pria berkacamata dengan tinggi tubuh yang tidak jauh dari Jaemin tengah mendekat. Wajahnya suprisingly tampak kecil untuk ukuran lelaki dan ia memiliki warna rambut cokelat madu yang tebal. Renjun mungkin tidak menemukan ancaman pada tamu mereka jika saja ia tidak memperhatikan bagaimana kedua telapak tangan sang empu yang bercahaya jingga.

ALPHA - Park JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang