—
Ketegangan mulai terasa ketika Nata datang ke Taman Baca Asri kampus untuk membuat began BMC (Business Model Canvas). Sorot mata tajam Alfian sangat ketara, sementara Nata agak lebih tenang. Hanya aku dan Yovie yang mengentahui perang dingin itu, sanksi jika Gie juga tahu. Ia bahkan terlihat tidak peduli dan hanya fokus pada layar ponselnya saja.
Semalam di grup telah disepakati bahwa nama kelompok kami adalah GeMas yaitu kepanjangan Generasi Emas. Ide ini mucul dari Yovie, dan semua anggota setuju meskipun geli sendiri.
"Hari ini aku bawa contoh lomba BMC waktu SMA," ujar Yovie memecah keheningan. Ia mengeluarkan selembar kertas asturo putih, lalu menampilkan kerangka dengan font tulisan menarik menghiasi hampir seluruh permukaannya. Barulah kulihat Gie memasukan ponsel ke dalam saku celana. Ia serius memperhatikan.
Aku menghitung jumlah kerangka yang ada di kertas itu. "Jadi ini yang kamu maksud dengan sembilan elemen membuat BMC, Yov?"
"Yap bener banget. Elemen itu ada segmen konsumen, proposisi nilai konsumen, channel, sumber pendapatan, sumber daya, hubungan pelanggan, aktivitas, kerjasama, dan struktur biaya." Sebagai orang yang berpengalaman, Yovie menjelaskan satu per satu dari elemen tersebut.
Pembuatan BMC merupakan salah satu aspek penting untuk seseorang yang baru mau memulai bisnis. BMC akan membantu memvalidasi apakah bisnis seseorang itu berpotensial atau tidak untuk dilakukan. Blueprint bisnis jadi lebih detail sehingga ketika eksekusi nanti semuanya akan jelas.
Kami mempertimbangkan dengan hati-hati. Meskipun baru sebuah ide, kami juga ikut riset lebih lanjut, termasuk proses biodiesel tersebut.
"Bagian struktur biaya, menurut lo gimana?"
Struktur biaya adalah elemen yang paling akhir dari pembahasan kami. Alfian berkata pada Nata yang sejak tadi lebih banyak diam. Aku juga tahu bahwa Alfian mati-matian membunuh egonya sendiri agar bersikap profesional. Nata tertegun, kemudian mendelik berekspresi sewajarnya. "Sejauh ini kalau lihat bagan, kita perlu biaya operasional, karyawan, dan biaya pemasaran. Nanti gue kaji lagi. Kita bisa kan diskusi di grup?"
Alfian mengangguk pertanda setuju. Masih ada waktu dua minggu lagi sebelum jadwal pengumpulan BMC. Waktu yang cukup untuk pengerjaannya. Tetapi mengingat kesibukan masing-masing anggota, Alfian mengusulkan agar minggu depan kita sudah mulai membuat BMC. The sooner, the better, katanya.
"Font kayak begini menarik." Gie mengamati kerangka di kertas asturo itu. "Kalau bisa juga pakai visual penggambaran yang menarik. Since gue baca manusia adalah mahluk visual."
"Emangnya boleh, Gie?" tanyaku agak ragu.
"Temanya kan bebas, Ta. Kita bisa berkreasi sekreatif mungkin," jawabnya mendadak dengan nada yang lebut.
Pertemuan kelompok berakhir sebelum matahari terbenam. Ketika sedang membereskan kertas-kertas hasil diskusi untuk dimasukan ke dalam tas, aku dikagetkan dengan kedatangan seseorang.
"Sudah datang?" Gie bicara dengan suara berat, memandang Sita yang sudah berdiri tepat dibelakangku. Mendadak bulu kudukku merinding.
"Baru kok. Jadi kan?" katanya tanpa mempedulikan sekitar. Namun, ketika menyadari ada Alfian, ia langsung menyapa. Sementara Alfian hanya tersenyum simpul tanpa keterjutan semacamnya.
Ternyata bukan hanya aku saja yang terkejut, melainkan Nata yang duduk di seberangku. Mulutnya tergagap-gagap, mencoba mengingat sebuah nama. "Sita?"
Orang yang disebut menoleh ke sumber suara. Wajahnya juga terlihat seperti berusaha mengingat sesuatu, tetapi pupus sudah ketika Gie tidak mengizinkannya berlama-lama di sana. Ia pamit, lalu menarik tangan Sita yang masih mengenakan seragam SMA menjauh dari pandangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Sunshine (Selesai)
RomanceTidak ada yang spesial dalam hidup Lita sebelum akhirnya kuliah di Bandung, lalu bertemu lagi dengan Alfian, teman SD yang dulu pernah mencium pipinya di depan banyak orang. Alfian tumbuh menjadi pria berbeda, Lita tahu dari bagaimana Alfian menata...