Tak ada kata yang bisa menggambarkan apa yang mereka lihat selain kata indah.
Sam, Chris, dan Jonathan dapat melihat pulau-pulau yang melayang di udara. Pulau itu terlihat kokoh di tempatnya, seolah ada tangan tak kasat mata yang menyangga tanah itu untuk tetap di atas sana. Sulur tanaman saling bersinggungan membentuk tangga dan jembatan yang menghubungkan tiap pulau satu sama lain. Bangunan dari batu yang membetuk rumah yang terlihat sederhana dan elegan. Air terjun yang mengalir hingga ke permukaan tanah tempat keempatnya berdiri, begitu jernih dan terlihat dapat memuaskan dahaga meski hanya meminumnya seteguk saja. Ditambah hamparan langit biru dan kabut tipis menambahkan kesan misterius, membuat manusia manapun merasa bak dimakan ilusi melihat semua itu.
Berbeda dengan manusia biasa, elf terlahir sebagai elementalist. Mereka dapat mengendalikan elemen. Tanah, air, api, udara, cahaya, kayu, logam, dan petir, delapan elemen penting yang menjaga keseimbangan dunia. Alasan itu pula kehidupan elf tidak boleh tak boleh bersinggungan dengan manusia, mereka dapat merusak keseimbangan.
Dari kejauhan mereka dapat melihat para elf berterbangan dari satu pulau dengan pulau lain menggunakan elemen yang mereka miliki. Pilar air tiba-tiba muncul mendorong seseorang naik ke pulau di atasnya dengan mudah, pusaran angin kecil yang membuat guguran daun terkumpul menjadi satu, dan banyak hal menakjubkan lain yang dapat mereka lihat.
"Nah, perjalanan dari sini akan sedikit sulit. Kita akan menuju ke puncak sana," jari telunjuk Hazel menunjuk ke arah sebuah pulau terbesar yang berada di tengah, "Hanya saja, karena kalian manusia biasa, kalian memerlukan sedikit tumpangan."
Setelah mengatakan hal itu, Hazel sedikit menjauhkan tubuhnya dari ketiga manusia itu. Ia kemudian bersiul dengan keras seperti memanggil sesuatu.
Tak terjadi apa apa. Sam mengernyitkan dahi kebingungan. Ia bertukar pandang dengan Chris dan Jonathan yang sama bingungnya.
Tiba-tiba suara auman keras terdengar hingga membuat burung-burung berterbangan. Suara gemuruh menyusul auman tersebut yang terdengar kian mendekat. Dari kejauhan mereka dapat melihat sesuatu seperti berlari ke arah mereka. Hazel tertawa keras melihatnya.
"NALU!!!!"
Hazel membuka kedua tangannya untuk menyambut terjangan hewan itu. Seekor singa putih yang berukuran lima kali lipat lebih besar dari ukuran biasanya, seolah menyambut kembalinya Hazel singa itu menjilati wajah Hazel dengan lidah besarnya.
"Auh, berhenti Nalu, kau membuat pakaianku basah," sang elf kecil mendorong taring besar singa itu untuk menjauhkan diri. Ia lalu menoleh ke arah Sam, Chris, dan Jonathan yang berada di belakangnya.
"Naiklah ke atas Nalu. Mulai dari sini kita akan menerobos masuk!"
"Kau dengar suara auman tadi?" Ucap salah satu elf penjaga desa pada kawannya. Mereka mengumpulkan tim jaga di gerbang masuk desa.
"Apakah ada singa yang mengamuk? Jarang sekali mereka berperilaku seperti ini."
"Sepertinya kita harus mengirim beberapa orang untuk mengeceknya."
Baru saja mereka hendak memilih elf yang akan mengecek, suara gemuruh mengalihkan perhatian mereka.
"Paman!!"
Mereka terkejut ketika melihat Hazel, salah satu elf yang menghilang beberapa waktu lalu terbang ke arah mereka dengan kecepatan tinggi, bersebelahan dengan singa putih peliharaannya yang berlari dengan cepat di sisinya.
"Oh! Hazel! Kemana saja kau! Kepala desa telah mencarimu sepanjang waktu!"
Mereka tersenyum melihat kepulangan Hazel. Namun, senyuman mereka luntur ketika melihat sesuatu yang asing turut muncul di penglihatan mereka. Mata mereka membulat karena terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Crown (Chanjin)✔️
Ficción históricaSamuel tak pernah inginkan tahta. Ia hanya ingin hidup tenang seperti saat dirinya masih hidup di luar istana bersama ibunya yang merupakan rakyat biasa. Namun darah kerajaan yang mengalir dalam tubuhnya membuat dirinya tetap jadi ancaman bagi tahta...