Chapter Twelve: One of the Girls - 4

307 41 13
                                    

"Tentang caramu memperlakukanku sekarang. Kenapa kau tidak bisa berhenti juga?"

Yerim menyadari bahwa dia mungkin akan melukai pemuda yang berdiri terpaku di hadapannya itu, namun dia telah yakin. Dia tidak akan mundur. 

"Aku tidak bisa menuruti apa yang kau inginkan. Aku juga sudah katakan kalau aku tidak ingin kau ikut campur dengan apa yang aku lakukan. Aku tahu akibatnya, aku tahu resikonya, aku juga tahu apa yang akan terjadi. Aku tidak masalah terluka. Aku juga tidak masalah kalau harus tidur dengan mereka. Jadi, aku mohon padamu, jangan lakukan itu lagi."

Jay berubah murung dalam sekejap. Kepalanya tertunduk dalam. Aura gelap mengelilinginya. Bahunya turun sangat rendah. Dia bernapas sangat pelan, sampai mungkin tidak terlihat melakukannya. 

"Aku pikir ...."

Setelah diam selama beberapa saat, pemuda itu akhirnya bicara. Dia memberikan terlalu banyak jeda untuk Yerim menjadi tak menentu. Gadis yang duduk masih dengan plester demam di kepalanya itu terdiam dan gemetar. 

"Aku pikir kau setuju."

Lagi, dia membuat jeda yang panjang bagi Yerim menjadi semakin tak menentu. Pemuda itu seperti kehabisan tenaga saat dia akhirnya kembali duduk tepat di sebelah si gadis yang sakit. Dia memilih sisi terjauh sofa, membiarkan beban tubuhnya jatuh pada benda empuk yang nyaman.

"Jadi, malam itu ... bukan apa-apa, ya? Aku kira, setelah semuanya kau setuju untuk berhenti."

Pemuda itu semakin membuat kepala Yerim berdenyut. Siapa yang mungkin mengira akan seperti itu? Tidakkah dia seorang bajingan yang suka bertemu dan bercinta satu malam dengan orang asing? 

"Kenapa kau pikir begitu? Kukira one night stand bukan hal sulit bagimu."

Seketika Jay mengangkat kepala dengan wajahnya yang dipenuhi rasa heran.

"Aku tidak pernah menganggapmu begitu."

"Tapi aku menganggapmu begitu, Jay."

"Kau bukan sekedar one night stand--"

"--TAPI BAGIKU KAU TIDAK LEBIH DARI ITU! Kau--"

Segera setelahnya, Yerim tidak bisa menahan sakit. Kepalanya berdenyut begitu keras sampai dia terpaksa berhenti bicara. Sial, penyakit datang di saat yang tidak tepat. Ketidakstabilannya mencuri perhatian pemuda yang baru saja ia cerca, tanpa ragu dia langsung mendekat.

"Kau baik?" 

Yerim yakin bahwa dirinya mampu menjawab dan menolak pertanyaan itu, namun tidak ada apapun yang keluar dari mulutnya. Justru dia semakin tidak mampu mengendalikan diri. Tepat setelahnya, hal yang terakhir kali ia ingat adalah dia yang terjatuh pada bahu Jay.

"Yerim-a? Yerim?!"

.

.

.

.

.

Setelah dipikirkan lagi, hubungan romantis antara dirinya dan Jay memang tidak akan pernah berhasil. Mereka tidak memulainya dengan benar, dan selama proses pun tidak pernah baik. Hanya pelarian, pembalasan atas rasa malu, dan ketidakpuasan terhadap hasil yang tak sesuai harapan. Keduanya mendustakan gemercik sementara sebagai perasaan tak bertanggung jawab. Yerim cepat sadar bahwa ia tak punya waktu mengurusi cinta, namun si pemuda berlesung pipi tidak tahu kapan harus berhenti.

Sama seperti saat ini, ketika Yerim membuka mata dan menemukan pemuda itu duduk di sebelah dirinya yang terbaring di kasur--entah sejak kapan.

"Kau sudah bangun? Bagaimana kepalamu? Demammu cukup tinggi, kau harus segera makan dan minum obat. Kalau tidak, kita terpaksa harus ke rumah sakit."

THE GAMBLER 2: Big League🔞 | TXT & EN-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang