Bagian 05

26.8K 1.3K 127
                                    

Sudah tiga hari berlalu sejak kejadian dimana Jendral membantu sang adik untuk merasakan orgasme pertamanya.

Dan selama itu pula, keadaan jadi terasa berbeda.

Bukannya Jendral tak sadar, ia teramat sadar bahwa sang adik selalu mencari cara agar mengindar darinya.

Mulai dari minimnya ocehan sang adik yang biasanya selalu menghidupkan suasana.

Tak ada lagi gendongan belakang setelah pulang sekolah.

Tak ada lagi kecupan dan pelukan selamat pagi seperti biasanya.

Bahkan ketika diajak bicara pun sang adik selalu menghindar untuk berkontak mata.

Setiap Jendral tanya ada apa, pasti Nana akan selalu menjawab seperti ini.

"Adek gapapa kok. Emangnya kenapa, Mas?"

Waktu itu memang Jendral hanya bisa menghela napas. Ia hanya berpikir mungkin adiknya memang sedang tidak dalam mood yang baik untuk bercengkrama seperti biasa.

Tapi sekarang Jendral yang tidak tahan. Ia merindukan adiknya. Ia ingin mendengar celotehan yang keluar dari mulut adiknya. Ia ingin kecupan di pipi dan pelukan selamat pagi seperti biasanya. Intinya Jendral rindu adiknya.

"Mas mau ngomong." kata Jendral yang akhirnya angkat bicara.

Mereka saat ini hendak beranjak dari meja makan karena baru saja menyelesaikan makan malam mereka.

"Eum... A-Adek ada PR, Mas. Dikumpulinnya besok, jadi Adek ke kamar duluan ya, Mas." ungkap Nana yang bergegas pergi dari situ tapi sayangnya tangan sang kakak lebih dulu mencekalnya.

"Besok hari Minggu kalau kamu lupa." sangkal Jendral sambil menarik tangan adiknya menuju ke sofa ruang keluarga.

"M-Maksud Adek dikumpulnya hari Senin tapi PR-nya banyak Mas makannya mau adek kerjain dari sekarang." Nana merutuki alasannya yang terdengar konyol. Bisa-bisanya ia lupa kalau besok adalah hari minggu.

Bukannya apa-apa, Nana memang sedang dalam mode menghindari sang kakak saat ini.

"Mas rindu Adek. Please jangan menghindar terus dari Mas, Dek." ungkap Jendral lirih.

Tubuh sang adik sudah ia dudukkan dipangkuannya menghadap samping.

Nana menundukkan kepalanya mendengar ungkapan Jendral barusan. Sejujurnya ia pun sangat merindukan sang kakak.

"Tatap mata Mas, Dek. Mas lagi ngomong sama kamu." kata Jendral lembut perlahan menolehkan dagu sang adik agar mata mereka bertatapan.

"Adek rindu sama Mas juga." cicit Nana akhirnya.

"Terus kenapa Adek selalu menghindar dari Mas?" tanya Jendral to the point.

"Karena Mas bantuin Adek waktu itu?" lanjut Jendral yang maksudnya menjurus ke kejadian mengusap vagina sang adik beberapa hari yang lalu.

Nana kembali diam tapi Jendral bisa melihat pipi sang adik tiba-tiba merah padam.

Ingatan Nana melayang seketika mengingat vaginanya yang diusap-usap sampai membuatnya mendesah lalu memuncratkan lendir yang membasahi tangan kakaknya.

"Kalau Mas nanya itu dijawab, Adekku." tutur Jendral teramat lembut. Ia menangkup wajah mungil Nana sambil ibu jarinya mengelus lembut pipi sang adik.

"Adek... Adek m-malu, tapi Adek juga takut, Mas." lirih Nana dengan wajah yang agak sendu.

Alis Jendral bertaut mendengar jawaban sang adik.

"Malu dan takut kenapa, Dek?" tanya Jendral.

Kini tangannya sudah beralih menggenggam kedua tangan yang lebih muda, karena dilihatnya sang adik sibuk memilin ujung bajunya merasa gundah.

Mas Jendral |[NOMIN]| {END} ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang