32. Si Kecil dengan Mimpi Besar

2.2K 274 30
                                    

Jevian tak pernah tahu mengapa perasaan benci pada dirinya selalu datang ketika dirinya sendirian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jevian tak pernah tahu mengapa perasaan benci pada dirinya selalu datang ketika dirinya sendirian. Saat dirinya tengah berpikir cara mengerjakan tugas, melihat foto-foto keluarga di kamarnya, atau saat melihat Jaffar dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Jevian tak tahu bagaimana cara menyelesaikan sesuatu hal dengan cepat dan rapih. Sebelumnya, dia hanya bocah kecil yang setiap geraknya harus dibantu oleh orang lain, bahkan untuk langkah kecilnya pun, Jevian harus dituntun.

Tengah malam yang dingin tak juga dapat membuat Jevian bangkit dari duduknya. Bungsu Keenan itu hanya duduk termenung di kursi halaman samping sendirian. Menatap langit yang tampak sunyi tanpa bintang. Kedua telinganya tampak terbalut headphone, lagi-lagi pemberian Jaffar. Membuat lamunannya semakin mendayu memvalidasi hatinya yang tengah berkecamuk seperti malam-malam biasanya.

Jevian tak tahu kapan rasa-rasa aneh ini datang menyergap dirinya, namun hal ini selalu dapat membuatnya terluka. Menangisi dirinya yang bahkan tak bisa apa-apa.

"Iyan."

Dery tampak memperhatikan Jevian dari jauh. Lalu langkahnya yang sedikit lemas karena mengantuk dibawa mendekat ke arah Jevian yang tak bergerak. Takutnya, anak itu kesurupan.

"Dek!" Dery menepuk pundak Jevian, membuat anak itu terkejut.

"Apa??" tanyanya bingung.

"Ngapain di luar sendirian?" Dery menduduki tempat kosong di samping adiknya.

"Cari angin." ujar Jevian enteng. Duduknya kembali diposisikan dengan benar. Namun headphone di kepalanya dilepas. Memberi waktu pada dirinya untuk menerima pertanyaan dari Dery.

"Elah, ngapain dicari coba." cibir Dery. Remaja laki-laki itu ikut duduk di samping Jevian. Lalu menyodorkan teh hangatnya pada sang adik. Jevian menggeleng menolak, teh sangat amat bukan tipenya sekali.

"Ya nggak papa."

Setelahnya baik Dery maupun Jevian terdiam. Menikmati angin malam.yang mulai membuat Dery kedinginan. Bahkan sesekali Dery bergidik saat angin tertiup pelan.

"Dah Masuk-" Lama terdiam, Dery ingin mengajak Jevian untuk masuk. Namun belum lagi dirinya selesai bicara, Jevian lebih dulu memotongnya.

"Apa yang lo pikirin waktu pertama kali lihat gue, Der?" tanya Jevian memotong ucapan Dery.

"Apa ya?? Ya gue nggak inget njir. Kan gue masih kecil waktu itu -eh tapi seingat gue lo tuh kecil banget asli. Trus lama juga di rumah sakit, gue nggak ngerti banget sih waktu itu. Cuma gue denger dari Jaffar kalau lo sakit, jadi gue sama yang lain harus jadi anak baik biar lo bisa pulang, dah itu aja. Lagian lo kenapa dah? Kesambet?" tanya Dery bingung. Tangannya berangsur ke dahi sang adik.

Jevian menghela napas panjang. Anak itu hendak kembali memasang headphone miliknya karena merasa kurang puas mendengar jawaban Dery. Sedangkan Dery menatap adiknya itu bingung. Ini kali pertamanya melihat Jevian tampak begitu frustrasi.

meilleurs amis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang