EPILOG

680 68 18
                                    

Rasa pegal yang mulai menyerang kaki Rosé menunjukkan bahwa sudah cukup lama ia berdiri di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasa pegal yang mulai menyerang kaki Rosé menunjukkan bahwa sudah cukup lama ia berdiri di sana. Namun, karena tekadnya yang kuat untuk setia menunggu suaminya bangun, tidak tergoyahkan meskipun hampir 30 menit berlalu.

"Maafkan aku, Jim..." Ujar Rosé lirih.

Mata Jimin masih terpejam dengan dahi berkerut. Rosé yang mengetahui ekspresi suaminya itu, pada akhirnya ia berasumsi pria ini tidak nyaman tertidur di sofa yang sempit. Atau, pria ini tidak nyaman dengan pertengkaran hebat terakhir kali dengan istrinya?

Entahlah, apapun itu yang jelas malam ini ia harus menuntaskannya, batin Rosé.

Selang beberapa detik kemudian, seketika jantungnya berdebar agak terlalu cepat karena melihat Jimin mulai bergerak. Butuh banyak keberanian untuk menghampiri Jimin seperti ini, tanpa mengetahui bagaimana suasana hatinya.

"Hai." Rosé memberanikan diri membuka suara dengan malu-malu, tidak yakin dengan sambutan suaminya.

Mata Jimin membuka perlahan. Wajahnya tak terbaca saat menatap Rosé. "Sudah mendapatkan kebenaranmu sekarang?" Tanyanya datar.

"Ya." Rosé tersenyum lembut.

"Lalu bagaimana?"

"Bagus." Rosé mengaku.

Sebelum Jimin sempat berbicara lagi, Rosé melangkahkan satu kaki melewati paha Jimin, lalu langsung duduk begitu saja di pangkuan suaminya sehingga pria itu sedikit terkejut. "Jadi, bolehkah aku menciummu untuk itu?" Pintanya. "Atau kau masih terlalu marah untuk menginginkanku?"

Jimin tidak menjawab, ekspresi muramnya tetap bertahan ketika ia hanya memejamkan mata.

Dengan sedih Rosé harus menerima bahwa Jimin tidak akan membuat ini mudah baginya. Meskipun ia harus melakukan hal senekat ini yang sebelumnya tidak pernah dilakukannya, Rosé akan terus berjuang demi mendapatkan hati suaminya kembali.

"Aku bisa pergi lagi jika kau benar-benar tak peduli." Rosé menawarkan.

Lagi, Jimin tidak menjawabnya.

"Dasar iblis kejam." Ejek Rosé, berharap Jimin menanggapinya. Namun, Jimin tetap mengatupkan bibirnya, bahkan tidak mengerjapkan bulu mata hitamnya sekalipun.

Rosé menghela napas karena Jimin masih tidak bereaksi. Tapi ia tidak akan menyerah untuk menakhlukkan pria yang tiba-tiba menjadi sekeras batu ini. Rosé menyadari, Jimin hingga bersikap seperti ini memang gara-gara dirinya. Jadi, ia harus menerima konsekuensinya sekarang.

Sambil menatap wajah tampan Jimin, Rosé masih mencoba memikirkan cara untuk memancing suaminya agar berbicara. Lantas, ia mengulum bibirnya ke dalam ketika menemukan sebuah ide konyol setelah beberapa detik berlalu.

"Masalahnya adalah." Rosé melanjutkan dengan agak tragis. "Kau benar-benar terlalu tua untukku..." Ia memutuskan memanas-manasi Jimin.

"Aku tahu." Jimin sependapat.

TOUCHING YOUR HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang