16.

1.5K 158 13
                                    

"Loh, Le?" tanya Pakyai saat telah melihat wajah pria yang memeluk bunyai. Lalu kini gantian pria itu memeluk Pakyai.

Kelihatannya pria itu sangat dekat dengan kedua pengasuhnya, jadi Alca tak ingin mengganggu momen bahagia mereka. Dia berangsur mundur dan berniat kembali ke asrama. Namun dirinya malah menabrak Ustadz Kirom yang sedang mengangkut beberapa barang dari mobil.

"Afwan, Ustadz," ujar Alca yang diangguki oleh ustadznya itu.

Dia mengangguk. "Ada yang bisa dibantu, Ustadz? Saya tadi ditimbali Bunyai, tapi beliau sedang kedatangan tamu. Biar saya nggak kabur, saya bantu ya?" tawar Alca dengan kalimat menggelikan yang membuat Ustadz Kirom tertawa dan mengangguk.

Ustadz Kirom meletakkan barang pintu ruang tengah sebelum akhirnya mengajak Alca ke depan untuk mengangkut barang.

"Yang di dalam itu bukan tamu, Sa. Itu putra Pakyai yang ketiga. Namanya Gus Kafa, Muhammad Kafabihi Basalamah. Sudah empat tahun nggak pulang, bahkan saat bunyai divonis sakit stroke beliau tidak diperbolehkan pulang sama Pakyai. Disuruh menyelesaikan pendidikannya dulu. Sekarang pulang diem-diem karena lagi menunggu hari wisuda," jelas Ustadz Kirom yang membuat Alca berwaw ria.

Pantas saja Bunyai dan Pakyai tampak begitu haru melihat pria itu, ternyata beliau adalah putranya yang sudah lama tak pulang kampung.

Setelah mengeluarkan dua koper dan beberapa tas belanja, Alca masih berada di depan ndalem bersama Ustadz Kirom sembari bercerita tentang para empat putra bunyai yang semuanya suka belajar. Bahkan anak pertamanya sampai detik ini masih mengenyam pendidikan di Mesir bersama istrinya, anak kedua di Arab Saudi ldr dengan istrinya yang saat ini menjadi pendakwah di Jawa Barat, dan ketiga adalah Gus Kafa yang akan menyelesaikan sarjana, lalu Gus Hais yang baru kuliah di Mesir.

"Gus Kafa tuh kalo dari luar kayak kaku, tapi sebenernya dia ekspresif banget. Hampir sama kayak Gus Hais, bedanya Gus Kafa ini sedikit serius sedangkan Gus Hais masih ada jahil-jahilnya sedikit. Menurut saya, di antara semuanya, beliau yang paling memperlihatkan rasa sayangnya kepada bunyai dan Pakyai. Hampir setiap hari beliau chat saya tanya keadaan bunyai dan pakyai karena memang orang tua beliau sering berbohong tentang kesehatan agar putra-putranya tak khawatir."

Alca mengangguk-angguk. "Pas Bunyai sakit stroke kan yang di luar negeri nggak dikabarin, tiba-tiba Gus Kafa chat banyak ustadz. Kan ga semua tahu kalau penyakit bunyai ga boleh dikasih tahu ke para Gus, ya udah beliau tahu dari ustadz lain. Insting beliau kuat soalnya. Yang serangan stroke kedua juga begitu. Ini sekarang pulang diem-diem soalnya mau tahu keadaan bunyai. Kalo ndak begini pasti ndak dibolehin pulang karena urusan di sana belum selesai."

Alca kembali hanya mengangguk-angguk. Kalau dia jadi Gus Kafa pun dia akan nekat seperti itu. Yang Alca tak mengerti kenapa pakyai dan bunyai tak memperbolehkan Gus Kafa pulang dengan kondisi penyakit bunyai yang seperti itu. Sebab di keluarganya, seringan apa pun penyakitnya pasti seluruh keluarga besar tahu agar dijenguk dan disemangati.

Percakapan Alca dan Ustadz Kirom diinterupsi oleh kedatangan Gus Kafa.

Alca langsung menunduk menjaga pandangannya.

Semerbak bau harum khas minyak-minyak Arab yang biasa ada di lokasi wisata Sunan Ampel langsung menyerang indera penciuman Alca.

Bau-bau surga begini kali, ya.

"Mbak Salsa?" tanya Gus Kafa dengan suara sedikit seraknya yang membuat jantung Alca terjeder-jeder.

Tahu dari mana namanya? Dia belum memperkenalkan diri.

"Benar, Mbak Salsa 'kan?" tanya Gus Kafa sekali lagi yang membuat Alca mengangguk. "Enjeh, Gus," ujar Alca.

"Ditimbali, Umah, Mbak," katanya yang membuat Alca menghela napas.

Dear Anta, Ana Uhibbuka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang