Dua puluh menit berlalu begitu saja.
Namun tidak sedikitpun membuat seorang Darren beranjak dari posisinya. Dia tetap berdiri dengan kedua tangannya yang menjuntai lemah di tiap sisi tubuhnya sembari menatap pintu rumahnya yang dalam keadaan tertutup rapat.
Sekilas ia tampak seperti Darren pada biasanya, yang selalu menatap dingin sekitarnya seolah ia menganggap bahwa dunia disekelilingnya memang tidak semenarik itu baginya. Tapi jauh dari apa yang Darren tunjukkan didetik ini, Darren harus mengakui satu hal, bahwasanya dia terlalu takut untuk melangkah masuk ke dalam sana. Darren terlalu takut menghadapi segala akibat yang akan dia terima atas segala rahasianya yang kini bukan lagi menjadi rahasia.
Perlahan, Darren mengulurkan tangannya ke depan, menggapai kenop pintu rumahnya. Meskipun masih merasa belum benar-benar siap, namun berdiri di sini sampai habis sisa usianya pun tidak akan merubah apa-apa. Darren sadar ketakutan dalam dirinya terlalu besar. Ia jelas tidak akan bisa menghilangkan ketakutannya dengan semudah itu. Jadi satu-satunya cara yang Darren punya adalah kembali membiarkan dirinya menghadapi segala kemungkinan terburuk itu dengan diam-diam membawa rasa takut dalam dirinya.
Cklek!
Pintu pun terbuka lebar.
Hal yang pertama kali Darren lihat adalah keadaan rumahnya yang kelewat sepi seperti biasanya. Keadaan rumahnya juga lumayan gelap, hanya ada beberapa lampu saja yang dibiarkan menyala. Wajar rasanya karena sekarang jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Kemungkinan besar penghuni rumah ini sudah tertidur, meskipun Darren juga merasa sangsi akan hal tersebut.
Darren pun mulai melangkahkan kakinya, masuk semakin jauh ke dalam rumahnya menuju ke kamarnya. Ia membiarkan langkah kakinya menjadi pemecah hening yang tercipta di rumah megahnya ini.
Namun baru juga ia menginjak area ruang keluarga, langkah Darren harus terhenti. Dan semuanya lantaran sosok wanita paruh baya yang menghentikan langkahnya di pertengahan tangga sembari bersedekap dengan salah satu tangan memegangi ponsel. Hanya ada satu kamar di lantai dua yaitu kamar dirinya jadi kemungkinan besar Mamanya baru saja mencari dirinya di kamarnya.
Begitu menyadari kehadiran sosok yang ia cari, tatapannya berubah tajam dalam sekejap. Wanita paruh baya itu pun tampak menurunkan kedua tangannya, membiarkannya menjuntai di tiap sisi tubuhnya lalu dengan langkah tergesa dia berjalan menuruni undakan tangga untuk menghampiri Darren dan---
PLAK!
Satu tamparan keras tiba-tiba saja dilayangkan olehnya ke pipi Darren.
Darren yang tidak benar-benar siap dengan tindakan tiba-tiba dari Mamanya pun langsung terhuyung ke samping, hampir saja terjatuh ke lantai, beruntung dia masih bisa menjaga keseimbangannya.
Jantung Darren berdegup kencang lantaran benar-benar terkejut dengan tamparan keras dari Mamanya. Dia tidak menyangka sedikitpun bahwa kemungkinan buruk yang dia terima bahkan lebih buruk dari apa yang ia bayangkan.
Darren pun kembali menegakkan tubuhnya, menunjukkan pada Mamanya bahwa dia baik-baik saja, dia tidak mau terlihat lemah di depan Mamanya. Lalu secara perlahan, dia menoleh ke arah Mamanya.
PLAK!
Namun lagi dan lagi tamparan kesekian dia dapatkan di pipinya.
Kelopak mata Darren mengerjap lambat kala dia merasakan perih di pipinya. Bahkan samar-samar dia merasakan bercak darah sedikit mengenai indera pengecapnya. Sepertinya tamparan Mamanya kali ini mengenai sudut bibirnya yang sebelumnya telah lebih dulu mendapatkan tonjokan keras dari Jordy sampai akhirnya sudut bibirnya benar-benar terluka parah hingga mengeluarkan darah segar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maura & Darren (✓)
Fanfiction(Completed) Local Fanfiction Cast : Sunghoon & Chaehyun Romance | School | Teen-age MAURA & DARREN Hanya sebuah cerita cinta yang cukup klise antara Si Ketua OSIS dan Si Penyuka Kucing yang kerap kali di sapa Mao Mao. Ini bukan lagi ditahap meng...