Ini Chapter 40

133 3 0
                                    

Masalah Ajeng dengan Nenek Alan bahkan belum selesai ketika masalah lain muncul. Retno sakit. Sakit kepala yang dirasakannya kian terasa dan wanita itu akhirnya hanya dapat terbaring lemah di ranjang.

Hati Ajeng bagai tercabik-cabik rasanya melihat kondisi fisik sang ibu yang lemah dan tak berdaya. Rasanya, Ajeng siap melakukan apapun guna melihat kesembuhan sang ibu segera mungkin, terlebih lagi setelah mengetahui fakta bahwa sakit Retno kambuh dikarenakan terlalu stres akibat mendengar gunjingan tetangga tentang Ajeng.

Entah dari siapa para tetangga itu bisa tahu kondisi kehamilan Ajeng. Tahu-tahu, desas desus menyebar lalu semua orang mulai membicarakan betapa memalukannya perbuatan Ajeng dan kegagalan orang tuanya dalam mengajarinya tentang moral dan sopan santun.

"Yah, bu, Ajeng minta maaf udah bikin kalian malu. Kalian boleh marah atau bahkan mukul Ajeng karena hal itu, tapi Ajeng mohon jangan diam aja," kata Ajeng sambil terisak-isak saat itu, di mana Rama tengah menyuapi Retno di atas ranjang.

Walaupun dia sudah memelas, memohon ampun, tapi Rama dan Retno kekeh menutup mulut mereka rapat-rapat. Reaksi mereka jauh lebih menyakiti perasaan Ajeng ketimbang bagaimana Nenek Alan marah-marah dan mengatainya. Mungkin ini karena Ajeng sadar betul bahwa kemarahan Nenek Alan tanda dia masih sedikit peduli padanya dan Alan sedangkan Rama dan Retno, diamnya mereka seolah menjelaskan bahwa mereka tidak lagi peduli dengan apapun yang terjadi dan apapun yang Ajeng katakan atau lakukan.

Sebelum ini apabila mereka marah, mereka tidak pernah mereka mendiamkan Ajeng seperti sekarang. Ajeng patut merasa takut. Takut di rumah dan dalam hidup orang tuanya dia tidak lagi diterima dan dianggap sebagai putri semata wayang oleh mereka.

Saat pulang ke rumah Nenek Alan, Ajeng menceritakan semuanya pada Alan.

"Kita gak bisa ngelakuin apapun Jeng. Semuanya sudah terlanjur, satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah melanjutkan hidup," begitu kata Alan. "Lagipula, kita gak lagi terikat dengan orang tua masing-masing. Kita udah dewasa. Walaupun mereka marah atau enggak sama aja, kita harus menghadapi semuanya tanpa mereka. Jadi berhenti nangis ya? Aku gak suka kamu nangis terus."

Untuk beberapa saat saja, Ajeng berusaha menerima kenyataan dan berusaha tegar. Tapi dia harus kembali bersedih ketika hendak berangkat ke Jakarta, orang tuanya bahkan tidak datang untuk mengantarkan kepergiannya.

Ajeng hanya bisa menangis dan terus menangis ketika menyadari dia tidak dapat melakukan apapun untuk merubah kenyataan yang telah terlanjur terjadi seperti kata Alan. Hidup barunya akan segera di mulai di tempat baru dan kehidupan lamanya di mana masa kecil, orang tua, dan sahabatnya berada akan ia tinggalkan. Ajeng seharusnya senang jika dalam kondisi lain, tapi saat ini, Ajeng tidak bisa merasakan sedikitpun kebahagiaan. Dia hanya berharap bahwa kesedihan yang ia rasakan dapat segera sirna dan digantikan oleh kebahagiaan tak terkira di Jakarta nanti bersama Alan dan anak dalam kandungannya.

>>>
Udah chapter 40, gak kerasa, bentar lagi TAMAT😭💪

Kamu bilang, kamu cinta sama akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang