The Only One (3) | MarkNo / JaemJen / MarkHyuck

846 64 0
                                    

Happy reading

Jean benar-benar terkejut melihat postingan di ponsel Jazel. Ia sampai menghentikan kegiatannya yang semula. Jean terpaku untuk beberapa saat, hingga akhirnya Jazel meraih tangannya.

"Roy, tolong gantiin Jean bentar!" ucap Jazel pada salah seorang rekan kerja mereka.

Yang diberi perintah mengangguk. Jazel hendak menarik Jean, namun pemuda itu menolak. Ia melepas genggaman tanga Jazel, lalu melanjutkan pekerjaannya semula. Pemuda itu sontak menatapnya.

"Ean..."

Tak ada jawaban dari mulut Jean. Ia masih saja terus membuat kopi pesanan pelanggan tanpa memperdulikan tatapan cemas Jazel dan tatapan bingung Roy.

"Ean, lo gapap-"

"Diem El. Gue lagi kerja. Jangan ganggu gue," ucap Jean dingin.

"Tapi kan-"

"Ini masih jam kerja. Jadi biarin gue selesaiin kerjaan gue dulu."

Jazel terdiam. Ia melihat ekspresi datar Jean. Namun bukannya tenang, ia justru semakin cemas. Hingga beberapa saat kemudian Jean selesai melakukan pekerjaannya, Jazel masih tetap disisinya seraya menatapnya.

"Tolong kasihkan ke meja nomer 2," ucap Jean pada seorang waiters.

Setelah itu ia berjalan menuju ruangan karyawan. Namun ketika melewati Jazel, ia sempat mengatakan sesuatu.

"Kirim screen capture-nya ke gue."

°°

Jean melempar tasnya ke meja lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa. Ia menyandarkan punggungnya dan mendongakkan kepalanya. Matanya terpejam, tapi hati dan pikirannya terus bergejolak. Sedih, kecewa dan amarah menguasai isi hatinya. Sementara pikirannya dipenuhi oleh ribuan pertanyaan.

Siapa pemuda itu? Apa hubungannya dengan Mada? Mengapa Mada menghabiskan waktu dengannya? Mengapa ia mengatakan cinta pada Mada? Mengapa Mada...? Ahh... Jean tak tahu. Banyak sekali pertanyaan yang ia ingin ketahui jawabannya secepatnya. Banyak makian yang ingin ia ucapkan pada sang kekasih. Tapi bagaimana mengungkapkannya? Karena ia tak tahu dimana Mada. Ia tak tahu kemana harus mencarinya. Kini Jean menyadari. Ia tak banyak tahu soal Mada. Dan ia merutuki dirinya sendiri.

"Bodoh!"

Jazel yang sedari tadi hanya berdiri tengah menatapnya iba. Ia memutuskan mengantar Jean pulang ke apartemen. Ia tahu, Jean tengah membutuhkan supportnya pada saat ini.

"Gue bodoh El," ucap Jean lagi.

"Gue gak tau apa-apa tentang dia tapi gue nerima dia gitu aja buat jadi pacar gue."

Jazel menghela nafas. Kemudian ia mendekati Jean dan duduk di sebelahnya.

"Jangan merutuki diri sendiri, Ean. Lo gak sepenuhnya salah. Gue kalo jadi lo mungkin juga bakal ngelakuin hal yang sama."

Jean membuka matanya dan menoleh pada sang sahabat.

"Dia baik banget sama lo, dia perhatian, dia muji dan nyanjung lo setinggi langit. Wajar kalo lo baper. Wajar kalo akhirnya lo luluh."

Tatapan mata keduanya bertemu. Jazel merasakan hatinya berdenyut nyeri melihat kesedihan dalam sorot mata Jean. Setelah itu Jean memalingkan wajahnya. Ia menegakkan tubuhnya lalu menatap kosong ke depan.

"Udah coba lo chat?" tanya Jazel.

Jean mengangguk.

"Terus?"

All About Jeno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang