Author's pov :
Ketika Yeonjun masih kecil dulu, ayahnya pernah berkata,"Bagi orang kaya, dunia ini sama halnya seperti permainan monopoli. Di dunia ini, tidak ada yang tidak bisa dikendalikan dengan uang." Dulu, ia tidak mengerti maksud dari perkataan sang ayah tersebut. Namun sekarang, setelah melihat segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya, ia mulai memahami apa arti dari kata-kata tersebut.
Mengapa semua murid di sekolah ini selalu berlomba-lomba untuk mendapatkan nilai ujian yang tertinggi?
Jawabannya adalah uang.
Jika mendapat nilai yang tinggi, mereka memiliki peluang yang lebih besar untuk masuk ke perguruan tinggi favorit. Dengan begitu, peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak juga akan menjadi lebih besar.
Bagaimana mungkin murid-murid yang suka merundung orang lain dapat melancarkan aksi mereka selama setahun lebih tanpa ada seorang pun yang melaporkan mereka pada pihak otoritas sekolah?
Jawabannya adalah uang.
Karena murid-murid tersebut adalah anak dari orang kaya, tidak ada yang berani melaporkan mereka. Pada akhirnya, yang dapat murid-murid lainnya lakukan hanyalah pura-pura buta terhadap aksi-aksi perundungan yang terjadi di sekitar mereka.
Bagaimana bisa ayah Soobin mendapatkan semua bukti mulai dari rekaman cctv, riwayat pesan digital, hingga kesaksian dari murid-murid di sekolah untuk membuktikan bahwa anaknya tidak bersalah?
Jawabannya adalah uang.
Dengan uang, tidak ada yang tidak mungkin. Uang adalah segalanya di dunia ini. Tidak ada yang bisa menyangkalnya. Bahkan apa yang membuatnya bisa bersekolah di sekolah ini sekarang tentu saja adalah uang.
Di satu sisi, Yeonjun bersyukur karena nama baik Soobin sudah dikembalikan. Di sisi yang lain, ia merasa khawatir lantaran pemuda yang bersangkutan sudah tiga hari lamanya tidak berangkat ke sekolah. Ketika seseorang yang begitu peduli dengan sekolah seperti Soobin memilih untuk tidak berangkat ke sekolah, maka itu artinya hal yang buruk sedang terjadi. Pemuda itu bahkan tidak menjawab pesan-pesan yang ia kirim sama sekali.
'Apa ia marah padaku?'
Kata-kata itu seperti sudah terprogram untuk melintas di benaknya setiap sekian menit sekali.
"Apa yang sedang kau lamunkan pagi hari begini?"
Yeonjun tersentak kaget mendengar suara yang familiar itu. Ia segera menoleh ke arah sumber suara dan bertemu dengan netra milik seseorang yang sudah tiga hari tidak ia temui itu. Ya, orang itu adalah Kim Soobin. Entah mengapa, wajahnya terlihat begitu berseri. Ia bahkan tidak mengenakan lensa kontak membosankan yang biasa ia kenakan untuk menutupi warna asli korneanya.
"Soobin!" Yeonjun tidak tahu apa yang membuatnya tiba-tiba saja bangkit berdiri dan memeluk pemuda itu erat-erat.
"Yeonjun?"
Ia segera melepaskan pelukannya. "M-m-maaf... aku hanya... aku tidak tahu apa yang baru saja kulakukan... hahahahha..."
Soobin tersenyum geli. "Kau pasti begitu merindukanku."
Yeonjun terkekeh. "Siapa yang mengajarimu narsis seperti itu, hm?"
"Siapa lagi? Tentu saja kau!"
Yeonjun menepuk jidatnya sendiri. "Tapi, kau baik-baik saja, bukan? Maksudku... aku sedikit khawatir karena kau tidak membalas pesanku sama sekali."
Soobin mengerutkan kening. "Kapan kau mengirim pesan padaku?"
"Tiga hari yang lalu."
"Oh? Benarkah? Kurasa aku lupa mengecek ponselku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Spoon | BTXT [Ongoing]
FanfictionSEQUEL OF "PARTNER" Ketika anak-anak pasangan 'Double Kim' telah beranjak remaja dan mulai menyembunyikan berbagai rahasia dari kedua orang tua mereka.